Suara Gaza Bergema di Jalan-Jalan Eropa: Pemberontakan Besar-besaran Melawan Genosida

28 May 2025, 12:02.

Foto: Reuters

GAZA (PIC) – Gaza tidak lagi sendirian di medan perang. Kali ini, seluruh jalan Eropa telah bersatu di belakangnya. Universitas, serikat pekerja, parlemen, dan lapangan umum dipenuhi dengan tanda-tanda bertuliskan “Kebebasan untuk Palestina.” 

Pemandangan ini tak pernah terlihat selama beberapa dekade. Eropa bersuara dari balik kepentingan politik yang dingin, kemudian mengarahkan suaranya untuk perjuangan Palestina. Sebuah tujuan yang telah lama dikesampingkan dalam agenda-agenda politik Barat. 

Sebelumnya, solidaritas Palestina diukur dari jumlah slogan yang terpampang di tembok-tembok atau beberapa aksi unjuk rasa musiman. 

Namun, kini puluhan universitas di Eropa menangguhkan kerja sama akademis dengan penjajah ‘Israel’. Serikat pekerja meminta pemerintah untuk menghentikan penjualan senjata, dan blok-blok parlemen memberikan tekanan internal untuk mengalihkan dukungan membabi-buta kepada negara palsu ‘Israel’.

Ini bukan lagi sekadar simpati emosional. Ini menandai awal dari sebuah transformasi nyata dalam opini publik Eropa, bahkan dalam wacana politik resmi. Eropa sedang berubah. Perjuangan Palestina kembali menjadi pusat perhatian global.

Namun, paradoks yang menyakitkan adalah gerakan ini tidak menyatu dengan suara di Palestina itu sendiri. Otoritas Palestina hanya melakukan pernyataan yang berulang-ulang dan mengalami impotensi diplomatik.  

Sementara itu, suara rakyat yang sebenarnya—mereka yang telah hidup melalui pembantaian, pengepungan, dan perlawanan—tetap tidak ada di panggung-panggung yang berpengaruh. 

Hal ini menuntut peran para mantan tawanan, dokter lapangan, aktivis internasional, dan tokoh-tokoh masyarakat yang tepercaya untuk melangkah maju. 

Model Afrika Selatan dan Pelajaran dari Palestina 

Perjuangan Afrika Selatan melawan apartheid dibangun di atas narasi terpadu dan delegasi rakyat di seluruh dunia. Mereka menjalin aliansi dengan masyarakat sebelum dengan pemerintah.  

Apa yang mencegah Palestina untuk mengadopsi model yang sama? Terutama saat ini ketika narasi ‘Israel’ kehilangan tempat di media Barat dan semakin tergantikan oleh gambar-gambar korban dan pembantaian yang tak terbantahkan.

Analis politik Ali Abu Rizeq berpendapat bahwa yang dibutuhkan saat ini adalah delegasi rakyat yang muncul dari Gaza, Tepi Barat, dan diaspora.  

Jika terjadi, secara autentik mampu merefleksikan pengalaman Palestina, mendobrak blokade media dan diplomatik, dan mengartikulasikan kembali kisah Palestina dalam bahasa-bahasa di dunia. 

Diaspora Palestina dan Jembatan Penghubung Berikutnya 

Eropa penuh dengan orang-orang Palestina dan Arab. Mereka adalah muhajirin, pelajar, aktivis, dan organisasi yang beroperasi secara diam-diam. Inilah waktu untuk membentuk aliansi strategis antara Palestina di dalam dan di luar negeri yang bertujuan untuk menginternasionalisasikan perjuangan mereka.

Bukan melalui permohonan ke ruang PBB, tetapi melalui aksi akar rumput berkelanjutan yang mampu menekan, mengusulkan, dan bergerak nyata.

Yang dibutuhkan saat ini bukan hanya persatuan politik Palestina, tetapi juga suara yang bersatu dan kredibel dalam mengekspresikan aspirasi rakyat yang dikepung oleh pembantaian. Bukan oleh keputusan-keputusan faksional. (PIC)

Update Kabar Al-Aqsha dan Palestina via Twitter @sahabatalaqsha
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.


Posting ini berada dalam kategori : Kabar Al-Aqsha & Palestina

« WFP: Tak Ada Bukti yang Mendukung Klaim Sepihak ‘Israel’ bahwa Hamas Mencuri Bantuan
Genosida Brutal Zionis: Sekira 600 Warga Gaza Gugur dalam Sepekan »