Apa Itu Pawai Global ke Gaza?

12 June 2025, 15:22.

Seorang anak mengibarkan bendera Palestina. Para peserta konvoi darat yang dipimpin Tunisia berkumpul sebelum mereka menaiki bus, di Tunis, Tunisia, 9 Juni 2025. (Jihed Abidellaoui/Reuters)

(Al Jazeera) – Ribuan aktivis dari seluruh dunia berpawai menuju Jalur Gaza untuk mencoba mendobrak blokade ‘Israel’ yang tak manusiawi sekaligus menarik perhatian internasional karena genosida yang dilakukan Zionis di sana. 

Sekira 1.000 orang yang berpartisipasi dalam pawai Global March to Gaza yang dipimpin Tunisia, yang juga dikenal sebagai Konvoi Sumud, tiba di Libya pada Selasa (10-6-2025) pagi, sehari setelah mereka meninggalkan ibu kota Tunisia, Tunis. Mereka beristirahat di Libya setelah perjalanan seharian penuh, tetapi belum memiliki izin untuk melintasi bagian timur negara Afrika Utara tersebut. 

Kelompok tersebut, yang sebagian besar terdiri dari warga negara-negara Afrika Barat Laut, diperkirakan akan bertambah seiring dengan bergabungnya orang-orang dari setiap negara yang dilaluinya saat mereka menuju persimpangan Rafah antara Mesir dan Gaza. 

Infografis: Global March to Gaza (Al Jazeera)

Siapa Saja yang Terlibat? 

Coordination of Joint Action for Palestine menjadi pemimpin dari Konvoi Sumud, atau Global March for Gaza ini. 

Secara total, ada sekira 1.000 orang, yang bepergian dalam konvoi sembilan bus, dengan tujuan menekan para pemimpin dunia untuk mengambil tindakan terhadap Gaza. 

Konvoi Sumud berkoordinasi dengan para aktivis dan individu dari 50 negara yang akan terbang ke ibu kota Mesir, Kairo, pada tanggal 12 Juni sehingga mereka semua dapat berpawai ke Rafah bersama-sama.

Bagaimana Mereka Akan Mencapai Perbatasan Rafah?

Konvoi mobil dan bus telah mencapai Libya. Setelah beristirahat sejenak, rencananya konvoi itu akan melanjutkan perjalanan menuju Kairo.

“Kebanyakan orang di sekitar saya merasa berani dan marah (tentang apa yang terjadi di Gaza),” kata Ghaya Ben Mbarek, seorang jurnalis independen Tunisia yang bergabung dalam pawai tersebut tepat sebelum konvoi tersebut menyeberang ke Libya.

Ben Mbarek didorong oleh keyakinan bahwa sebagai seorang jurnalis, ia harus “berdiri di sisi sejarah yang benar dengan menghentikan genosida dan mencegah orang-orang mati kelaparan.” 

Setelah Konvoi Sumud bergabung dengan sesama aktivis di Kairo, mereka akan menuju El Arish di Semenanjung Sinai Mesir dan kemudian memulai pawai tiga hari menuju perbatasan Rafah menuju Gaza. 

Warga Tunisia mengibarkan bendera Palestina saat berkumpul di Tunis pada tanggal 9 Juni 2025, sebelum keberangkatan Global March to Gaza untuk mengakhiri pengepungan penjajah ‘Israel’ di Jalur Gaza (AFP)

Apakah Para Aktivis Akan Menghadapi Rintangan?

Konvoi tersebut belum menerima izin untuk melewati Libya timur dari pihak berwenang di wilayah tersebut. Libya memiliki dua pemerintahan yang bersaing, dan meskipun konvoi tersebut telah disambut baik di wilayah barat, diskusi masih berlangsung dengan pihak berwenang di wilayah timur, kata seorang penanggung jawab dari konvoi tersebut pada hari Selasa (10-6-2025).

Para aktivis sebelumnya telah mengatakan kepada kantor berita The Associated Press bahwa mereka tidak berharap jauh akan diizinkan masuk ke Gaza, namun mereka berharap perjalanan mereka akan menekan para pemimpin dunia untuk memaksa ‘Israel’ mengakhiri perang genosidanya.

Kekhawatiran lain muncul di Mesir, yang mengklasifikasikan wilayah antara El Arish dan perbatasan Rafah sebagai zona militer dan tidak mengizinkan siapa pun masuk kecuali mereka tinggal di sana.

Pemerintah Mesir belum mengeluarkan pernyataan apakah mereka akan mengizinkan Global March to Gaza melewati wilayahnya.

“Saya ragu mereka akan diizinkan berpawai menuju Rafah,” kata seorang aktivis lama Mesir, yang namanya dirahasiakan demi keamanan. 

“Keamanan nasional selalu menjadi yang utama,” jelas mereka.

Jika konvoi tersebut berhasil mencapai Rafah, mereka harus menghadapi serdadu ‘Israel’ di perbatasan tersebut. 

Mengapa Para Aktivis Memilih Pendekatan Ini?

Para pendukung Palestina telah mencoba segala cara selama bertahun-tahun saat Gaza bertahan menghadapi gempuran dan blokade negara palsu ‘Israel’.

Sejak agresi genosida ‘Israel’ dimulai 20 bulan lalu, warga sipil telah melakukan protes di banyak ibu kota besar dan mengambil tindakan hukum terhadap pejabat terpilih karena membantu operasi pembunuhan massal ‘Israel’ di Gaza.

Para aktivis telah berlayar dengan beberapa kapal bantuan kemanusiaan menuju Gaza, mencoba untuk menerobos blokade yang diberlakukan ‘Israel’ sejak 2007; semuanya diserang atau dicegat oleh negara palsu itu.

Pada tahun 2010, di perairan internasional, pasukan komando ‘Israel’ menyerang Mavi Marmara, salah satu dari enam kapal di Freedom Flotilla yang berlayar menuju Gaza. Mereka membunuh sembilan orang relawan, dan satu orang lagi meninggal karena luka-luka mereka kemudian.

Freedom Flotilla terus melanjutkan upayanya saat Gaza mendapat serangan ‘Israel’ yang tak kunjung berhenti.

Agresi ‘Israel’ saat ini di Gaza mendorong 12 aktivis dari Freedom Flotilla Coalition untuk berlayar di atas kapal Madleen dari Italia pada tanggal 1 Juni, dengan harapan untuk menekan pemerintah dunia agar menghentikan genosida ‘Israel’.

Namun, para aktivis tersebut diculik oleh pasukan ‘Israel’ di perairan internasional pada tanggal 9 Juni.

(Dari kiri) Suayb Ordu, Baptiste Andre, Greta Thunberg, Thiago Avila, Marco Rennes, dan Yasemine Acar; enam aktivis Madleen, sebelum berangkat dari Catania, Italia, pada tanggal 1 Juni 2025 (Fabrizio Villa/Getty Images) 

Akankah Global March to Gaza Berhasil? 

Para aktivis akan mencoba, meskipun mereka cukup yakin tidak akan dibiarkan masuk ke Gaza. 

Namun, mereka menegaskan bahwa berdiam diri hanya akan memungkinkan ‘Israel’ untuk terus melanjutkan genosidanya sampai semua penduduk Gaza syahid atau dibersihkan secara etnis.

“Pesan yang ingin disampaikan orang-orang di sini kepada dunia adalah bahkan jika Anda menghentikan kami melalui laut, atau udara, kami akan datang, dalam jumlah ribuan, melalui darat,” ujar Ben Mbarek.

“Kami benar-benar akan menyeberangi gurun … untuk menghentikan orang-orang dari kematian karena kelaparan,” tegasnya.

Seberapa Buruk Keadaan di Gaza?

Sejak ‘Israel’ memulai agresi genosidanya di Gaza pada 7 Oktober 2023, negara palsu itu telah melarang suplai makanan dan kebutuhan penting lainnya masuk ke daerah kantong Palestina tersebut, menciptakan bencana kelaparan yang kemungkinan telah menewaskan ribuan orang dan dapat membunuh ratusan ribu jiwa lagi.

Penjajah ‘Israel’ telah membombardir Gaza, membantai sedikitnya 54.927 orang dan melukai lebih dari 126.000 orang. 

Pakar hukum telah mengatakan penderitaan di Gaza menunjukkan bahwa ‘Israel’ sengaja menciptakan kondisi untuk menyebabkan kehancuran fisik bagi rakyat Palestina, baik secara keseluruhan maupun sebagian—sebuah definisi yang tepat untuk kejahatan genosida. 

Kemarahan global kian meningkat karena ‘Israel’ terus membunuh ribuan warga sipil, termasuk anak-anak, relawan kemanusiaan, petugas medis, dan jurnalis.

Sejak Maret, ‘Israel’ telah memperketat cengkeramannya di Gaza, menghentikan pasokan bantuan sepenuhnya, dan kemudian menembaki orang-orang yang mengantre untuk mendapatkan sedikit bantuan yang diizinkan masuk. (Al Jazeera)

Update Kabar Al-Aqsha dan Palestina via Twitter @sahabatalaqsha
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.


Posting ini berada dalam kategori : Kabar Al-Aqsha & Palestina

« Balik Kampung, Sebagian Muhajirin Suriah Terpaksa Dirikan Tenda di Atas Reruntuhan Rumah
PBB: ‘Israel’ Bersalah atas ‘Pemusnahan’ dalam Serangan terhadap Sekolah dan Masjid di Gaza »