Balik Kampung, Sebagian Muhajirin Suriah Terpaksa Dirikan Tenda di Atas Reruntuhan Rumah

2 June 2025, 19:34.

Para pengamat memperkirakan 20% warga Suriah telah kembali ke kampung halaman mereka—tetapi sering kali, rumah mereka sudah tidak berdiri lagi. (Sonia Al-Ali/DW)

SURIAH (DW) – Ribuan keluarga muhajirin Suriah telah bertahan hidup di kamp-kamp pengungsian di kawasan utara, dekat perbatasan Turkiye, selama bertahun-tahun dalam kondisi yang serba terbatas.

Mereka tidur di tenda-tenda usang yang tidak melindungi dari banyak hal, baik dari panasnya musim panas maupun dinginnya musim dingin.

Oleh karena itu, tumbangnya diktator Suriah Bashar Assad pada bulan Desember lalu—setelah 14 tahun melakukan kekerasan brutal—merupakan kabar yang menggembirakan bagi keluarga-keluarga muhajirin di kamp tersebut.

Mereka berharap bisa segera kembali lagi ke rumah mereka. Namun, ternyata banyak dari rumah-rumah tersebut serta infrastruktur di sekitarnya telah hancur.

Sekarang mereka yang telah kembali ke tempat tinggal mereka, menghadapi berbagai tantangan, khususnya dari segi keuangan. Setelah bertahun-tahun mengungsi, sebagian besar keluarga-keluarga muhajirin Suriah mengalami masalah ekonomi yang serius.

Semuanya Hancur

“Kami mungkin telah kehilangan rumah, tetapi kami tidak kehilangan keinginan atau kemampuan untuk bertahan hidup,” ucap Nadima al-Barakat, 36 tahun.

Ia kembali ke desanya di Suriah selatan dan akhirnya kembali harus tinggal di tenda, kali ini di atas reruntuhan rumahnya yang hancur.

Saat al-Barakat melihat sekelilingnya, ia tak dapat menahan air matanya.

“Semuanya di sini hancur,” katanya, “harta benda kami hancur, rumah kami, dan kenangan kami juga.”

Ia mengatakan mereka baru mengetahui rumah mereka telah rata dengan tanah setelah mereka kembali.

“Kami tidak punya uang untuk membangun kembali,” lanjutnya, “suami saya syahid akibat serangan udara empat tahun lalu.”

Diperkirakan, pembangunan kembali rumahnya akan menelan biaya sekira $5,000 (81 juta rupiah); uang yang tidak dimilikinya.

Beberapa bangunan dan bisnis di daerah tempat tinggal al-Barakat hancur menjadi puing-puing dan dijarah oleh milisi rezim Assad.

Infrastruktur dasar masih kurang. Sebelum siapa pun yang kembali ke sini dapat menjalani kehidupan normal, ada banyak hal yang perlu dibangun kembali, al-Barakat menegaskan, seperti jaringan listrik dan air, sekolah, serta pabrik roti.

Saat ini, banyak dari hal-hal penting tersebut yang belum tersedia. Tidak ada fasilitas sanitasi, tidak ada pasokan listrik, dan tidak ada layanan medis yang memadai. Tidak ada privasi di tenda juga, dan risiko kebakaran terus berlanjut.

Muhajirin yang kembali sering kali terpaksa mencoba membangun kembali rumahnya dengan tangan mereka sendiri dan peralatan sederhana. (Sonia Al-Ali/DW)

Membangun Kembali, Bata Demi Bata

Raed al-Hassan lelah. Selama beberapa waktu, pria berusia 39 tahun itu telah mencoba membangun kembali rumah keluarganya yang hancur, bata demi bata.

Ia memberi tahu bahwa ia dan keluarganya yang terdiri dari enam orang telah meninggalkan kamp pengungsian Harbanoush di dekat perbatasan Turkiye untuk kembali ke kampung halaman mereka di Maarat Dibsah, Provinsi Idlib.

Ia telah mengumpulkan puing-puing dari reruntuhan rumahnya dan dengan menggunakan peralatan sederhana, membangun kembali tembok kediamannya dengan bata demi bata.

Al-Hassan bahkan terpaksa menggunakan kembali batang-batang besi dari langit-langit yang telah rusak. Meski bahan-bahannya tidak sempurna, ia mengakui, “Kami tidak punya pilihan.”

Rekonstruksi dengan cara ini akan memakan waktu lama, katanya, sambil mengungkapkan, “Kami butuh solusi cepat.”

Sementara itu, bagi Muhammad al-Raslan, 45 tahun, tingginya harga bahan bangunan telah menghalangi cita-citanya untuk membangun kembali kediamannya.

Ia hanya memperbaikinya dengan cara yang cukup darurat sehingga setidaknya keluarganya memiliki atap di atas kepala mereka.

Rumah Sakit dan Sekolah Hancur

“Ketika saya kembali ke Kfar Nabudah (barat laut Hama) bersama istri dan empat anak saya, kami menemukan yang tersisa dari rumah kami hanyalah dinding bobrok tanpa atap,” ungkap al-Raslan.

Pertama-tama, katanya, ia menutupi “sisa” rumahnya dengan terpal dan menutup jendela dengan potongan beton.

“Kami warga Suriah terbiasa beradaptasi dengan kondisi yang paling sulit,” jelasnya.

Meskipun kondisi rumah seperti itu, kehidupan di sini masih lebih baik, tegasnya, mengisyaratkan mengenai minimnya kebersihan dan penyakit yang menyebar luas selama bertahan hidup di kamp pengungsian.

Warga Suriah di Maarat Dibsah, provinsi Idlib, tengah melakukan renovasi darurat atas rumahnya. (Sonia Al-Ali/DW)

Namun, para muhajirin yang kembali tetap menghadapi banyak masalah, kata al-Raslan. Termasuk harga air yang tinggi dan kurangnya layanan dasar, terutama di sektor kesehatan.

Semua rumah sakit atau klinik di dekatnya telah dibom atau dijarah, sedangkan yang benar-benar mengerikan menurutnya adalah fakta bahwa sekolah-sekolah juga telah hancur dan tidak ada tempat untuk menyekolahkan anak-anak.

“Sebagian besar desa dan kota di selatan Idlib telah hancur dan perlu dibangun kembali,” kata Bilal Makhzoum, seorang aktivis lokal dan juru bicara Kota Maarat al-Numan, yang terletak di jalur antara kota besar Aleppo dengan ibu kota Suriah, Damaskus.

Antara 15% dan 20% penduduk setempat telah kembali ke rumah mereka di Maarat al-Numan. Jika layanan dasar dapat segera ditingkatkan, hal itu akan mendorong lebih banyak muhajirin untuk kembali, lanjutnya.

Bantuan Dibutuhkan

Makhzoum mengatakan, proses untuk mencoba mencari tahu secara pasti berapa banyak orang yang telah kembali saat ini sedang berlangsung.

Kota tersebut telah berhasil mendistribusikan paket bantuan kecil dan roti gratis kepada para muhajirin yang kembali, dan berencana untuk membangun kembali lebih dari 200 rumah yang rusak dengan bantuan yayasan amal, tambahnya. 

Tugas yang paling mendesak di Maarat al-Numan adalah membangun kembali perumahan yang hancur dan memulihkan layanan negara, jelasnya, sambil menjanjikan jalan-jalan akan segera diaspal, lampu jalan diperbaiki, dan trotoar dibersihkan. 

Sebagian besar keluarga muhajirin yang kembali telah mendirikan tenda di atas puing-puing bekas rumah mereka, tetapi itu jelas bukan solusi jangka panjang, kata Makhzoum. 

“Kami berharap sebanyak mungkin organisasi akan berpartisipasi dalam rekonstruksi di sini,” pungkasnya, “kami tidak dapat melakukannya sendiri.” (DW)

Update Kabar Al-Aqsha dan Palestina via Twitter @sahabatalaqsha
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.


Posting ini berada dalam kategori : Kabar Al-Aqsha & Palestina

« Ratusan Orang Tewas Tenggelam, Kelompok Hak Asasi Rohingya Kecam Kelambanan Regional dan Pengabaian Global
Apa Itu Pawai Global ke Gaza? »