Zionis Terus Batasi Masuknya Bantuan ke Gaza, termasuk Misi Kemanusiaan PBB 

27 June 2025, 17:11.

Foto: Anadolu Agency

GAZA (Middle East Monitor | Anadolu Agency | CAIR) – Juru bicara PBB, Stephane Dujarric, Rabu (25-6-2025), memperingatkan operasi militer penjajah ‘Israel’ yang berlangsung di Jalur Gaza memiliki dampak sangat buruk terhadap warga sipil, lapor Anadolu Agency.

“Rekan-rekan kami di Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) memperingatkan operasi ‘Israel’, termasuk penembakan dan pengeboman di Jalur Gaza, memberikan dampak yang menghancurkan bagi warga sipil. Operasi itu menewaskan dan melukai sejumlah orang, banyak di antaranya hanya mencari bantuan,” kata Dujarric.

Dia mengatakan ‘Israel’ terus membatasi pengiriman bahan bakar ke dalam dan di seluruh daerah yang secara efektif menyulitkan layanan penyelamatan nyawa bagi warga.

PBB dan mitranya pada hari Selasa (24-6-2025) berusaha untuk mengoordinasikan 15 gerakan kemanusiaan di dalam Gaza, tetapi hanya empat yang difasilitasi sepenuhnya oleh ‘Israel’.

Tujuh upaya lainnya ditolak mentah-mentah. Penjajah mencegah tim untuk mengangkut air, mengambil truk yang rusak, atau memperbaiki jalan.

“Empat misi lainnya pada awalnya disetujui, namun kemudian terhambat di lapangan, meskipun satu misi akhirnya berhasil dilakukan hari ini. Satu misi lagi harus dibatalkan oleh penyelenggara,” tambah juru bicara tersebut.

Gugat Meta yang Bertindak Diskriminatif

Tim hukum Council on American-Islamic Relations (CAIR), organisasi hak asasi dan advokasi Muslim terbesar di Amerika Serikat, mengajukan gugatan hari Selasa (24-6-2025) terhadap Meta atas perlakuan diskriminatif dan pemutusan hubungan kerja terhadap Muhammad Feras Majeed, terkait sikap pro-Palestina dan antigenosidanya.

Gugatan CAIR, yang diajukan di Pengadilan Distrik Amerika Serikat untuk Distrik Barat Divisi Austin, Texas, menuduh Meta melanggar Undang-Undang Hak Sipil tahun 1964 dan Bab 21 Kode Perburuhan Texas.

Gugatan tersebut di antaranya menyatakan, “Meta mendiskriminasi Penggugat berdasarkan identitas agamanya sebagai seorang Muslim dengan memaksanya untuk memilih antara mengekspresikan keyakinan agamanya yang dianutnya dengan tulus dengan mempertahankan pekerjaannya.”

“Meta membungkam ekspresi solidaritas beragama Penggugat dengan komunitas Muslim, selama genosida yang sedang berlangsung di Gazasubjek yang menjadi inti keyakinan Penggugat—namun mengizinkan karyawan non-Muslim yang berada dalam situasi yang sama untuk berbicara dengan bebas tentang krisis kemanusiaan dan politik lainnya.”

Gugatan tersebut meminta putusan pengadilan yang melarang diskriminasi agama lebih lanjut oleh Meta, penghapusan referensi negatif dari catatan personel penggugat, pelatihan kepekaan beragama tahunan untuk manajemen Meta, dan ganti rugi kompensasi serta punitif.

Sebelumnya, Muhammad Feras Majeed, yang berasal dari India, dipekerjakan di Meta pada tahun 2018. Sebagai seorang Muslim, ia merasa bahwa menyuarakan Palestina di tempat kerja dan di halaman media sosialnya merupakan bagian dari kewajiban beragamanya.

Di platform obrolan tempat kerja, Majeed telah melihat diskusi tentang topik politik seperti Ukraina dan gerakan Black Lives Matter, bersama dengan simpati untuk para korban ‘Israel’ dalam serangan Taufan Al-Aqsha tanggal 7 Oktober 2023. 

Namun, ketika Majeed mencoba membahas Palestina dan mengunggah doanya untuk umat Muslim yang terkena dampak genosida ‘Israel’, ia mengalami tindakan yang tak mengenakkan, termasuk teguran resmi, penghapusan konten, peringatan lisan, dan ancaman hukuman lebih lanjut. (Middle East Monitor | Anadolu Agency | CAIR)

Update Kabar Al-Aqsha dan Palestina via Twitter @sahabatalaqsha
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.


Posting ini berada dalam kategori : Kabar Al-Aqsha & Palestina

« Laporan di Harvard Dataverse Ungkap Ratusan Ribu Warga Gaza Menghilang Akibat Agresi Genosida Zionis
Hanya 9.000 Ton yang Masuk ke Gaza, Bantuan WFP Tidak Mencukupi Kebutuhan Satu Hari  »