UNFPA: 50.000 Ibu Hamil dan Menyusui Kelaparan di Gaza

11 July 2025, 20:58.

Seorang ibu membawa anaknya untuk mendapat layanan kesehatan di Asosiasi Kesehatan dan Komunitas Al-Awda di Deir Al-Balah, Gaza. Foto: UNFPA Palestine/Media Clinic

GAZA (Quds News Network | UNFPA | The New Arab) – Saat ini, Gaza berada di ambang krisis pangan. Dana Kependudukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFPA) pada hari Selasa (8-7-2025) menyatakan, 50.000 wanita hamil dan menyusui di Gaza tidak makan selama berhari-hari. Anak-anak mereka terancam menghadapi risiko yang mengancam nyawa; kelahiran prematur, kematian, dan berbagai masalah kesehatan permanen.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga turut menyampaikan hal serupa. Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menyatakan kekurangan makanan, bahan bakar, dan obat-obatan yang parah telah mengakibatkan kematian warga sipil, terutama anak-anak.

Sistem Kesehatan yang Terpuruk

Akses ke layanan-layanan kesehatan dasar menjadi sangat terbatas. Sementara itu, suplai untuk persalinan yang aman dan perawatan bayi baru lahir mandek di perbatasan. Di tengah kondisi mengkhawatirkan ini, hampir 11.000 wanita hamil dilaporkan berisiko mengalami kelaparan, dan hampir 17.000 wanita hamil dan menyusui akan membutuhkan perawatan mendesak untuk kekurangan gizi akut selama beberapa bulan ke depan. Bagi banyak pihak, dampaknya sangat fatal.

“Saya merawat seorang wanita yang telah berjuang melawan ketidaksuburan selama hampir tujuh tahun,” lanjut dokter di Rumah Sakit Al-Awda. “Dia akhirnya hamil selama perang, tetapi karena dampak pengepungan, kurangnya nutrisi yang tepat, dan trauma pengeboman ketika dia dipaksa untuk melarikan diri, dia mengalami persalinan prematur dan kehilangan bayinya.”

UNFPA memperkirakan satu dari tiga kehamilan sekarang dianggap berisiko tinggi, dan satu dari lima bayi lahir prematur atau kekurangan berat badan, membutuhkan perawatan spesialis yang semakin tidak tersedia. Hanya lima rumah sakit yang masih menyediakan perawatan bersalin di seluruh Jalur Gaza.

Tragedi Kemanusiaan yang Terus Memburuk

UNFPA menyumbang lebih dari 190 truk berisi suplai yang sangat dibutuhkan di Gaza, tetapi tidak diizinkan masuk ke wilayah tersebut selama blokade penjajah Zionis. Ini termasuk unit bersalin keliling, alat ultrasound, dan inkubator portabel yang sangat penting untuk bayi baru lahir prematur, perlengkapan kebersihan, dan obat-obatan kesehatan ibu, termasuk peralatan penting untuk menangani keadaan persalinan darurat.

Di sebuah unit bersalin yang didirikan di sebuah kontainer oleh UNFPA di Asosiasi Kesehatan dan Komunitas Al-Awda, seorang ibu bernama Wafa (38) mengatakan kepada UNFPA, “Ini adalah anak ketujuh saya. Saya mengandungnya pada Maret 2024, tetapi awal kehamilan saya menjadi sangat sulit karena kekurangan gizi.”

Mengungsi bersama keluarganya, ia menjelaskan, “Saya harus bergantung pada cairan infus di Rumah Sakit Al-Awda dan mengalami persalinan prematur di awal bulan kedelapan. Namun, tim medis memantau kondisi saya dengan saksama dan memberikan perawatan terbaik. Akhirnya, saya dapat melahirkan di rumah sakit.”

Blokade Zionis di Jalur Gaza telah membatasi akses masuk bantuan kemanusiaan yang paling penting. Dokter di Rumah Sakit Al-Awda mengatakan, “Harapan terdalam kami adalah perang ini segera berakhir.”

Dampak GHF

Salah satu penyebab utama dari krisis dalam genosida ini adalah sistem distribusi bantuan yang diciptakan oleh Amerika Serikat (AS) dan “Israel”. Mereka memanipulasi distribusi bantuan demi kepentingan militer dan penargetan massal warga sipil pencari bantuan.

Komite Palang Merah Internasional (ICRC) melaporkan adanya peningkatan tajam kasus-kasus yang menelan banyak korban jiwa di titik-titik distribusi bantuan di seluruh Gaza. Lonjakan tersebut telah membuat sistem kesehatan Gaza kewalahan.

GHF adalah sebuah lembaga yang didirikan oleh AS pada Februari dan didukung oleh “Israel”. Lembaga ini menerima $30 juta (sekitar Rp486 miliar) dari pemerintah AS untuk mengoperasikan lokasi bantuan di wilayah Gaza Selatan, yang terletak di zona yang dikuasai militer “Israel” dan tidak dapat diakses oleh warga sipil maupun jurnalis, seperti dilansir The New Arab.

Sejak GHF mulai beroperasi mengelola titik-titik distribusi bantuan pada bulan Mei, Rumah Sakit Lapangan ICRC di Gaza Selatan mencatat telah lebih dari 200 orang syahid dan merawat lebih dari 2.200 pasien yang mengalami luka tembak, banyak di antaranya berasal dari lebih dari 21 penembakan massal.

Warga Gaza sendiri telah melaporkan adanya tembakan “Israel” di dekat lokasi distribusi setiap hari—yang mengakibatkan ratusan orang syahid. “Israel” menyangkal telah sengaja menargetkan warga sipil dan mengklaim hanya melepaskan tembakan peringatan untuk mengantisipasi insiden yang membahayakan.

Belum Pernah Terjadi Sebelumnya

“Skala dan frekuensi dari insiden-insiden ini belum pernah terjadi sebelumnya,” kata ICRC. “Kami merawat lebih banyak korban hanya dalam beberapa minggu dibandingkan dengan seluruh kasus luka massal yang kami tangani tahun lalu.”

Sementara itu, “Israel” terus memblokir akses masuk bantuan. Sejak 2 Maret, “Israel” telah menutup perbatasan Gaza bagi sebagian besar truk-truk yang membawa bantuan kemanusiaan. Hanya beberapa lusin yang diizinkan masuk setiap hari, itu pun hanya untuk dijarah oleh gerombolan gangster yang didukung oleh “Israel”. Setidaknya, 500 truk per hari dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan bertahan hidup dasar warga Gaza, termasuk bagi para ibu hamil dan menyusui.

Hampir Dua Tahun

Genosida “Israel” yang didukung oleh AS telah menghancurkan Gaza sejak 7 Oktober 2023. Genosida yang sedang berlangsung ini meliputi pengeboman tanpa pandang bulu, pengusiran massal, kelaparan, dan penargetan lokasi-lokasi penyaluran bantuan.

Hasilnya adalah tragedi besar. Lebih dari 194.000 warga Palestina telah syahid dan lainnya mengalami luka permanen. Lebih dari 11.000 orang masih hilang di bawah reruntuhan. Ratusan ribu orang mengungsi, dan kelaparan merenggut lebih banyak nyawa setiap hari, banyak di antaranya anak-anak.

Mahkamah Internasional telah memerintahkan “Israel” untuk menghentikan genosida. Namun, penjahat perang Benjamin Netanyahu dan kroninya tak bergeming, sama sekali tidak terpengaruh oleh desakan dunia atau tuntutan hukum. (Quds News Network | UNFPA | The New Arab)

Update Kabar Al-Aqsha dan Palestina via Twitter @sahabatalaqsha
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.


Posting ini berada dalam kategori : Kabar Al-Aqsha & Palestina

« Jumlah Tawanan Palestina dalam Penjara Zionis Meningkat Tajam
Krisis Pendanaan, Bantuan Kemanusiaan untuk Muhajirin Rohingya Terancam Terhenti »