HRW: Serdadu Arakan Terus Menindas Muslim Rohingya di Negara Bagian Rakhine
1 August 2025, 10:37.

Satu keluarga Rohingya menyelamatkan diri dari Buthidaung, Myanmar. Kini mereka berada di kamp pengungsi di Cox’s Bazar, Bangladesh, 25 Juni 2024. Foto: Mohammad Ponir
MYANMAR (HRW) – Serdadu Arakan (Arakan Army/AA), sebuah kelompok etnis bersenjata di Negara Bagian Rakhine, Myanmar Barat, memberlakukan pembatasan ketat dan melakukan pelanggaran berat terhadap populasi etnis Rohingya.
Demikian disampaikan Human Rights Watch awal pekan ini.
Militer Myanmar telah lama menjadikan Rohingya sasaran kejahatan, termasuk kejahatan terhadap kemanusiaan apartheid yang masih berlangsung.
AA menjanjikan pemerintahan “inklusif dan adil” di wilayah-wilayah yang direbut dari junta militer Myanmar, menyusul pertempuran yang kembali terjadi pada November 2023.
Namun, warga Rohingya menggambarkan kehidupan di bawah AA dan sayap politiknya, Liga Arakan Bersatu, adalah keras, restriktif, dan diskriminatif.
Warga tidak diizinkan bekerja, menangkap ikan, bertani, bahkan pindah tanpa izin. Mereka menghadapi kekurangan pangan yang ekstrem.
Informasi tersebut dikumpulkan Human Right Watch dari April hingga Juli 2025, dengan mewawancarai 12 muhajirin Rohingya yang melarikan diri ke Bangladesh dari kota Buthidaung di Negara Bagian Rakhine utara.
Warga Rohingya di Negara Bagian Rakhine terjebak di antara militer Myanmar dan AA.
Kedua pihak tersebut melakukan pelanggaran berat; pembunuhan, pembakaran yang meluas, hingga perekrutan paksa dan ilegal.
Sejak akhir 2023, lebih dari 400.000 orang mengungsi di Negara Bagian Rakhine dan Chin, sedangkan 200.000 orang mengungsi ke Bangladesh.
Pembatasan AA terhadap mata pencaharian dan pertanian, diperparah aksi pemerasan dengan harga selangit.
Beberapa warga Rohingya mengatakan mereka terpaksa bertahan hidup dengan mengemis dari keluarga yang menerima uang dari kerabat di luar negeri.
Sebagian lainnya bekerja sebagai buruh harian dengan upah yang sangat kecil, bahkan tanpa upah.
Penduduk Rohingya mengatakan AA telah menyita lahan pertanian, rumah, ternak, tangkapan ikan, kayu bakar, dan bahkan kuburan.
Dua pria dari Kin Taung di Kota Buthidaung mengatakan AA menghancurkan kuburan mereka pada bulan Mei, dan meminta mereka menggunakan sawah untuk pemakaman.
Tentara Pembebasan Rohingya Arakan (ARSA) dan kelompok bersenjata Rohingya lainnya—setelah bertempur bersama militer Myanmar pada tahun 2024—kembali mengerahkan pasukan dalam bentrokan melawan AA di Negara Bagian Rakhine utara.
Pertempuran tersebut, serta perekrutan paksa penduduk desa Rohingya oleh AA, telah mengobarkan ketegangan komunal antara Rohingya yang mayoritas Muslim dan Rakhine yang beragama Buddha.
Tiga warga Rohingya mengatakan mereka melarikan diri untuk melindungi putra-putra mereka, termasuk anak-anak, dari perekrutan paksa oleh AA.
Seorang muhajirin Rohingya berusia 57 tahun tiba di Bangladesh bersama keluarganya pada bulan Juni setelah AA mulai mencari putranya yang berusia 17 tahun.
AA memperlakukan warga Rohingya dengan sangat buruk karena mencurigai warga bekerja sama dengan ARSA atau militer Myanmar. (HRW)
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.
