Delegasi ASEAN Akan Kunjungi Myanmar, Usung Misi Membantu Atasi Krisis Rohingya

17 August 2025, 16:53.

MALAYSIA (Arab News) – Malaysia dan negara-negara Asia Tenggara anggota PBB lainnya akan mengirimkan misi perdamaian ke Myanmar untuk membantu mengatasi krisis Rohingya.

Langkah tersebut mengemuka, Selasa (12/8/2025), saat pemimpin sementara Bangladesh, Muhammad Yunus, yang negaranya menampung sebagian besar muhajirin Rohingya, bertemu dengan para pemimpin Malaysia.

Etnis minoritas Rohingya, yang sebagian besar beragama Islam, telah tinggal selama berabad-abad di Arakan/Negara Bagian Rakhine, Myanmar barat. Namun, kewarganegaraan mereka dicabut sepihak pada tahun 1980-an.

Sejak itu, banyak dari mereka telah melarikan diri ke Bangladesh, dengan sekira 700.000 orang tiba pada tahun 2017 setelah operasi brutal militer Myanmar yang oleh PBB disebut sebagai contoh nyata pembersihan etnis.

Saat ini, lebih dari 1,3 juta muhajirin Rohingya tinggal di 33 kamp di Distrik Cox’s Bazar di pesisir tenggara Bangladesh, menjadikannya permukiman pengungsi terbesar di dunia.

Muhammad Yunus, Peraih Nobel Perdamaian yang berjanji mendukung Rohingya setelah menjabat tahun lalu, sedang dalam kunjungan tiga hari ke Malaysia—Ketua ASEAN tahun 2025—atas undangan Perdana Menteri Anwar Ibrahim.

“Kami prihatin dengan beban yang ditanggung Bangladesh karena harus menampung pengungsi Rohingya dalam jumlah besar,” kata Anwar dalam konferensi pers bersama Yunus.

“Menteri Luar Negeri (Malaysia) akan mengoordinasikan tim dengan Indonesia, Filipina, dan Thailand untuk mengunjungi Myanmar dalam beberapa minggu ke depan guna memastikan tercapainya perdamaian serta agar kekejaman (terhadap) beberapa etnis minoritas dan rakyat Myanmar dapat diselesaikan secara damai.”

Meskipun telah dilakukan berbagai upaya oleh otoritas Bangladesh, proses repatriasi dan pemukiman kembali Rohingya yang didukung PBB belum juga berjalan selama beberapa tahun terakhir.

Upaya-upaya tersebut terhenti akibat konflik bersenjata di Myanmar sejak junta militer merebut kekuasaan pada tahun 2021.

Kekerasan di Negara Bagian Rakhine, rumah bagi sebagian besar warga Rohingya, telah meningkat dalam beberapa bulan terakhir di tengah bentrokan antara junta dan Arakan Army, sebuah milisi etnis yang kuat.

Mayor Jenderal (Purn) Shahidul Haque, mantan diplomat dan atase pertahanan Kedutaan Besar Bangladesh di Myanmar, mengatakan, “Persoalan repatriasi Rohingya berada dalam kondisi yang kompleks pada tahun 2025.”

“Banyak aktor yang terlibat di Myanmar: ibu kota, Naypyidaw, dikuasai oleh militer Myanmar. Sementara itu, tempat kelahiran Rohingya, Rakhine, dikuasai oleh Arakan Army yang separatis.”

“Tidak mungkin memulangkan satu pun warga Rohingya tanpa mencapai suatu bentuk kesepakatan dengan Arakan Army,” jelasnya.

“Konferensi Rohingya yang didukung PBB akan diadakan di Doha September mendatang. Kunjungan misi perdamaian ASEAN juga dapat membantu mendorong inisiatif PBB untuk menemukan solusi berkelanjutan atas krisis ini.”

PBB memperkirakan bahwa dalam 18 bulan terakhir saja, kekerasan yang ditargetkan terhadap etnis Rohingya telah mendorong 150.000 orang di antara mereka untuk ikut mengungsi ke Bangladesh.

Krisis yang berkepanjangan ini mulai memengaruhi komunitas tuan rumah, yang meskipun tidak menandatangani Konvensi Pengungsi PBB 1951, telah mendukung jutaan muhajirin Rohingya dengan menyediakan tidak hanya tanah, tetapi juga air, listrik, layanan kesehatan, dan kehadiran penegak hukum yang besar.

Pemerintah Bangladesh memperkirakan tahun lalu bahwa mereka telah menghabiskan sekira $2 miliar (lebih dari 30 triliun rupiah) sejak awal krisis, hanya untuk memelihara infrastruktur bagi para muhajirin. 

Misi ASEAN ini akan menjadi kunjungan pertama sejak kudeta militer Myanmar. 

“Misi perdamaian ASEAN ini merupakan inisiatif terobosan untuk menemukan resolusi atas krisis Rohingya. Hingga saat ini, otoritas Myanmar belum menyambut keterlibatan atau kunjungan pihak ketiga terkait isu Rohingya,” ujar Haque. 

“Waktu kunjungan ini juga sangat penting karena para penguasa militer Myanmar akan mengadakan pemilihan umum pada bulan Desember. Para penguasa militer di Myanmar membutuhkan dukungan dan pengakuan dari rekan-rekan ASEAN terkait pemilihan umum tersebut. Mungkin karena alasan ini, mereka sekarang bersedia bekerja sama dengan negara-negara ASEAN,” jelas Haque. (Arab News)

Update Kabar Al-Aqsha dan Palestina via Twitter @sahabatalaqsha
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.


Posting ini berada dalam kategori : Kabar Al-Aqsha & Palestina

« Rakyat Suriah Hadapi Cuaca Paling Ekstrem dalam 60 Tahun Terakhir
Bahasa Arab, Antara Cinta Pelajar Muslim vs Kebencian Zionis »