Penjajah Zionis Klaim Sepihak 63 Situs Arkeologi di Tepi Barat sebagai Warisan ‘Israel’ 

22 August 2025, 09:26.

Sebagian pemandangan Kota Sebastia yang berusia 5.000 tahun di Nablus, Tepi Barat terjajah, pada 30 Juli 2023. [Issam Rimawi – Anadolu Agency]

PALESTINA (Middle East Monitor | Al Jazeera) – Sebuah lembaga penelitian Palestina, Rabu (20/8/2025), mengatakan bahwa penjajah ‘Israel’ telah mengklaim sepihak 63 situs arkeologi Palestina di Tepi Barat terjajah sebagai situs warisan ‘Israel’.

Langkah ini merupakan pelanggaran terhadap hukum dan komitmen internasional.

Pengumuman tersebut terungkap dalam laporan lembaga nirlaba Applied Research Institute–Jerusalem (ARIJ) berjudul “Situs Arkeologi di Provinsi Nablus: Arena Terbuka untuk Rencana Penyitaan ‘Israel’.”

Menurut laporan tersebut, langkah penjajah ‘Israel’ ini merupakan bagian dari eskalasi agresi genosida yang sedang berlangsung di Gaza.

Di dalam laporan juga diungkapkan perintah militer yang ditandatangani oleh Brigadir Jenderal Moti Almoz, kepala Administrasi Sipil ‘Israel’ di Tepi Barat yang mengklasifikasikan 63 lokasi sebagai “situs sejarah dan arkeologi Israel”. 

Dari keseluruhan situs tersebut, 59 berada di wilayah Nablus, tiga di wilayah Ramallah, dan satu di wilayah Salfit.

Bantah Klaim Zionis

Kelompok hak asasi manusia, Gisha, membantah serangkaian argumen negara palsu zionis ‘Israel’ yang berusaha meminimalkan dan menghindari tanggung jawab atas krisis kelaparan yang melanda seluruh Gaza.

Terlepas dari klaim sepihak ‘Israel’ bahwa PBB harus disalahkan atas kurangnya bantuan kemanusiaan yang masuk ke Jalur Gaza, Gisha mengungkapkan bahwa ‘Israel’ telah menggunakan kendalinya atas masuknya bantuan sebagai senjata perang sejak hari pertama agresinya.

“‘Israel’ telah menciptakan dan terus mempertahankan kondisi yang membuat pengiriman bantuan ke Gaza hampir mustahil,” jelasnya.

Sementara itu, badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) menegaskan kembali seruan untuk gencatan senjata segera dan menggambarkan kondisi yang dialami para petugasnya di Gaza sebagai kondisi yang mengerikan.

“Kami bekerja dalam kondisi yang sangat buruk,” kata Dr. Hind, seorang dokter UNRWA di Gaza.

Petugas kesehatan lainnya mengatakan bahwa staf sering berjalan jauh di bawah terik matahari hanya untuk mencapai pos mereka; sebelum bekerja untuk memberikan perawatan kepada orang-orang yang sangat membutuhkan bantuan.

Pertahanan Sipil Gaza telah menyuarakan peringatan atas parahnya krisis bahan bakar di wilayah kantong tersebut, dengan menyatakan bahwa kekurangan bahan bakar telah menghambat kemampuannya untuk merespons situasi darurat dan melakukan penyelamatan. 

“Sering kali, kendaraan kami berhenti dalam perjalanan menuju misi, beberapa karena kekurangan bahan bakar dan yang lainnya karena kurangnya suku cadang untuk perawatan.” 

“Kami menghadapi tantangan kemanusiaan yang besar di tengah ancaman eskalasi agresi pemusnahan ‘Israel’ yang terus berlanjut,” kata Pertahanan Sipil Gaza. (Middle East Monitor | Al Jazeera)

Update Kabar Al-Aqsha dan Palestina via Twitter @sahabatalaqsha
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.


Posting ini berada dalam kategori : Kabar Al-Aqsha & Palestina

« Pertahanan Sipil Gaza: Krisis Bahan Bakar Parah, Misi Penyelamatan Terhambat
Penjajah ‘Israel’ Hancurkan Sejumlah Bangunan di Bayt Lahm dan Lembah Yordan »