Rencana E1 dan ‘Eretz Israel’: Proyek Ekspansi Zionis yang Membahayakan Banyak Negara
31 August 2025, 21:25.

“Israel Raya” adalah visi ekspansi Zionis yang mengklaim wilayah Tepi Barat terjajah, Gaza, dan beberapa bagian dari banyak negara di kawasan tersebut. Sumber: TRT World
Para analis memperingatkan tentang bahaya dari kedua proyek ini, menyatakan bahwa ‘Israel’ berusaha menghilangkan kemungkinan berdirinya Palestina yang merdeka dan mungkin secara bertahap merebut bagian dari negara-negara tetangganya di tengah perpecahan Arab.
Oleh Noureldein Ghanem, Asisten Produser di TRT World
(TRT World) – Sejak ‘Israel’ mulai melakukan genosida terhadap warga Palestina di Gaza, mereka telah mencapai sejumlah tujuan kebijakan luar negeri yang sebelumnya sulit diraih.
Sejak Oktober 2023, ‘Israel’—dengan bantuan senjata Amerika dan Eropa—telah menghancurkan seluruh Gaza, melakukan invasi militer besar-besaran dan memperluas permukiman ilegal Zionis di Tepi Barat terjajah, secara signifikan melemahkan Hizbullatta di Lebanon, menduduki lebih banyak wilayah di Suriah, membombardir kelompok Houthi di Yaman, membunuh para pemimpin senior Iran dalam perang 12 hari, serta merebut kendali atas perbatasan Gaza dengan Mesir, yang merupakan pelanggaran besar terhadap perjanjian keamanannya dengan Kairo.
Didorong oleh ketidakpedulian dunia dan keterlibatan sekutu-sekutunya, ‘Israel’ akhirnya memberikan persetujuan akhir untuk proyek permukiman East1 (atau E1) yang kontroversial, yang secara efektif akan memutus Tepi Barat terjajah dari Yerusalem Timur terjajah dan membagi wilayah Palestina menjadi dua.
Perdana Menteri ‘Israel’ yang keras, Benjamin Netanyahu, juga menegaskan bahwa ia sedang menjalankan “misi historis dan spiritual” dan “sangat” terikat dengan visi “Israel Raya” atau yang disebut “Eretz Israel”—sebuah visi ekspansi Zionis yang mengklaim wilayah Tepi Barat terjajah, Gaza, sebagian Lebanon, Suriah, Mesir, Yordania, Arab Saudi, Irak, Kuwait, serta Türkiye.
Para analis berpendapat bahwa kedua rencana yang didorong ‘Israel’ tersebut sangat berbahaya dan sengaja dirancang untuk melemahkan solusi dua negara yang telah diterima secara luas sebagai jalan penyelesaian konflik ‘Israel’-Palestina, yang berasal dari penjajahan ‘Israel’ atas Palestina sejak 1948.
“Kita sedang berdiri di tepi jurang, dan pemerintah (‘Israel’) mendorong kita maju dengan kecepatan penuh,” ujar Peace Now, sebuah kelompok anti-permukiman ‘Israel’, dalam pernyataannya kepada TRT World.
Rencana permukiman E1 rezim Netanyahu adalah “mematikan bagi masa depan ‘Israel’ dan bagi peluang untuk mencapai solusi dua negara yang damai … menjamin bertahun-tahun lagi pertumpahan darah,” lanjutnya.
Yonatan Mizrachi, yang bekerja sebagai salah satu direktur proyek Settlement Watch di Peace Now, mengatakan kepada TRT World bahwa rencana E1 membahayakan masa depan baik bagi rakyat Palestina maupun ‘Israel’.
“Ini berbahaya karena satu-satunya solusi politik yang kami lihat untuk ‘Israel’ adalah dengan adanya negara Palestina. E1 merupakan hambatan besar bagi solusi ini dan ancaman bagi seluruh kawasan,” tambah Mizrachi.
Netanyahu memanfaatkan fakta bahwa AS hampir tidak memberikan tekanan apa pun pada Tel Aviv sehingga memperkuat upayanya untuk menghilangkan kemungkinan berdirinya negara Palestina yang merdeka, katanya.
“(Netanyahu) ingin mencegah berdirinya negara Palestina, dan dia bisa melakukannya ketika pemerintah Amerika tidak menghentikannya dari membangun di Tepi Barat,” lanjut Mizrachi.
Dia juga menepis anggapan bahwa Otoritas Palestina (PA), yang dipimpin oleh Presiden Mahmoud Abbas, akan mampu melawan rencana ‘Israel’ sendirian, dengan menyatakan, “Hanya tekanan internasional yang dapat membantu PA.”
Rezim ‘Israel’ baru-baru ini menyetujui rencana E1, yang bertujuan membangun hampir 7.000 unit rumah di dalam dan sekitar permukiman ilegal Ma’ale Adumim.
Rencana ini secara efektif memutus kesinambungan teritorial Palestina antara Ramallah dan Bayt Lahm.
Rencana E1, yang dirancang lebih dari dua dekade lalu, mengusulkan pembangunan di atas area seluas 12 kilometer persegi di sebelah timur Yerusalem Timur terjajah, menghubungkannya dengan blok permukiman ilegal Ma’ale Adumim.
Rencana yang dirancang dengan cermat selama dua dekade
E1 telah lama menjadi titik panas diplomatik dan ‘Israel’ telah menggunakannya sebagai alat tawar-menawar terhadap Palestina.
Sejumlah presiden AS sebelumnya memperingatkan bahwa rencana tersebut akan menggagalkan perundingan damai. Pada tahun 2012, intervensi AS menghentikan kemajuan ‘Israel’ dalam proyek E1 setelah status Palestina di PBB ditingkatkan.
Namun, ‘Israel’ yang semakin percaya diri berkat pencapaian regional baru-baru ini dan dukungan diam-diam AS, kini memandang rencana E1 berpotensi dapat diwujudkan.
“Rencana permukiman E1 sama sekali bukanlah hal baru,” kata Nizar Farsakh, mantan penasihat Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas, kepada TRT World.
“Rencana E1 telah ada selama hampir dua dekade, dan sebagian besar digunakan sebagai bentuk perlawanan terhadap seruan untuk pembekuan pembangunan permukiman ilegal,” ujar Farsakh, yang juga dosen di George Washington University di Washington DC sekaligus anggota kunci dalam negosiasi Palestina dengan ‘Israel’.
Menurut Farsakh, Netanyahu menyetujui rencana tersebut untuk meredakan tekanan dari para menteri garis keras dan kontroversialnya, seperti Bezalel Smotrich dan Itamar Ben-Gvir. Ia menambahkan, “Tampaknya kali ini langkah itu merupakan respons terhadap beberapa negara Eropa yang menyatakan rencana mereka untuk mengakui Negara Palestina.”
Pada 28 Mei 2024, Norwegia, Irlandia, dan Spanyol mengumumkan pengakuan terhadap Palestina. Slovenia menyusul pada 4 Juni 2024.
Prancis telah mengumumkan akan mengakui Palestina pada September 2025. Inggris dan Kanada juga telah mengumumkan pengakuan bersyarat terhadap Palestina paling lambat September 2025.
Malta telah menyatakan akan mengakui Palestina di Sidang Majelis Umum PBB pada September 2025, sedangkan San Marino telah mengumumkan proses pengakuan bertahap terhadap Palestina yang ditargetkan selesai akhir 2025.
Belgia, Luksemburg, Portugal, dan Finlandia termasuk di antara negara-negara Eropa yang menunjukkan kecenderungan positif untuk mengakui kedaulatan Palestina.
Bagi Palestina, rencana E1 ‘Israel’ merupakan ancaman eksistensial. Para pemimpinnya telah menyatakan dengan tegas bahwa mereka tidak akan berkompromi dalam hal ini ketika menyangkut kedaulatan negara mereka.
“Mereka (rakyat Palestina) bersedia mempertimbangkan rezim administratif khusus yang memungkinkan pergerakan dan akses untuk alasan ekonomi dan agama, tetapi kedaulatan harus tetap milik Palestina, dan wilayahnya harus bersambung dengan bagian lain negara,” kata Farsakh.
“Artinya, wilayahnya tidak boleh menjadi eksklave, seperti Gunung Scopus bagi ‘Israel’ pada periode antara dua perang, 1948–1967,” tambahnya, merujuk pada sebuah gunung di Yerusalem yang menerima perlindungan khusus dari PBB di dalam wilayah yang saat itu dikuasai Yordania.
Bahaya yang lebih luas dari ‘Eretz Israel’
Selain rencana E1, proyek kejam ‘Israel’ lainnya yang berpotensi menyeret seluruh dunia Arab ke dalam kekacauan dan pertumpahan darah adalah rencana kolonial pemukim haram Yahudi “Eretz Israel”.
Rencana ini, bersama dengan proyek permukiman E1, tidak hanya membahayakan prospek solusi dua negara, tetapi juga mengancam prospek perdamaian di seluruh kawasan antara ‘Israel’ dan negara-negara Arab, termasuk mereka yang telah menandatangani perjanjian damai dengan ‘Israel’, terutama Yordania dan Mesir.
“Bahkan versi paling minimalis dari ‘Eretz Israel’ pun akan memerlukan penjajahan tanah Arab baru. Oleh karena itu, negara-negara Arab dapat berargumen bahwa referensi kepada ‘Israel Raya’ dianggap sebagai ancaman. Oleh karena itu, ilegal menurut hukum internasional,” kata Farsakh.
Farsakh memperingatkan bahwa perpecahan di antara negara-negara Arab dapat menghambat perlawanan jika ‘Israel’ menjajah lebih banyak wilayah Arab.
“Secara umum, negara-negara Arab belum pernah bersatu dalam peperangan sejak Perang 1973, ketika Mesir dan Suriah berkoordinasi secara diam-diam dengan negara-negara Arab lainnya untuk melancarkan serangan mendadak terhadap ‘Israel’. Koalisi Perang Teluk pada tahun 1991 dikoordinasikan dan dipimpin oleh AS. Negara-negara Arab terpecah antara mendukung Kuwait atau memerangi Irak,” ujarnya.
“Sekarang, terkait kemungkinan ‘Israel’ menjajah lebih banyak tanah Arab, saya bisa melihat itu terjadi di Lebanon selatan hingga Sungai Litani dan beberapa bagian Suriah karena saya tidak yakin militer mereka mampu menghadapi ‘Israel’.”
Menjajah sebagian wilayah Yordania menghadirkan tantangan tersendiri, terutama karena kepentingan strategisnya bagi AS, katanya.
“Mengenai Yordania, kelompok sayap kanan ‘Israel’ selalu mengklaim bahwa kedua sisi Sungai Yordan harus menjadi milik ‘Israel’, tetapi melaksanakannya tidak akan mudah. Lagi pula, tentara Yordania tidak sebanding dengan tentang ‘Israel’, tetapi Yordania merupakan aset penting bagi Amerika,” kata Farsakh.
Dia memperingatkan bahwa ‘Israel’ mungkin akan menjajah wilayah kaya air milik Yordania dan Suriah, dengan menggunakan dalih alasan keamanan sebagai justifikasi untuk merebut lebih banyak tanah. (TRT World)
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.
