NRC: Dibutuhkan Tindakan Menyeluruh Guna Memastikan Anak-Anak Muda Rohingya Tidak Tertinggal

23 September 2025, 19:43.

Foto: Ratul Biswas Piul/NRC

BANGLADESH (NRC) – Setiap tanggal 25 Agustus datang, itu berarti satu tahun telah berlalu lagi sejak pembantaian massal dan pengusiran etnis Muslim minoritas Rohingya ke Bangladesh pada tahun 2017. Saat ini, lebih dari 1,2 juta muhajirin Rohingya masih berada di Cox’s Bazar dan Bhasan Char, Bangladesh.

Terlepas dari kemurahan hati komunitas tuan rumah, muhajirin Rohingya terus menghadapi ancaman yang semakin meningkat, kondisi kesehatan yang memburuk, dan akses terbatas ke layanan penting.

Dalam 18 bulan terakhir, lebih dari 150.000 muhajirin Rohingya baru terpaksa ikut mengungsi ke Bangladesh. Banyak yang masih belum terdaftar dan hidup dalam kondisi yang penuh sesak, memberikan tekanan tambahan pada layanan kemanusiaan yang sudah kewalahan.

Bangladesh belum mengesahkan undang-undang untuk menangani hak-hak pengungsi atau pencari suaka. Akibatnya, warga Rohingya yang tiba setelah tahun 2017 belum diberikan status pengungsi. Dokumen identitas yang mereka terima utamanya digunakan untuk bantuan kemanusiaan, bukan untuk pengakuan hukum.

Foto: Ratul Piul/NRC

Per 21 Juli 2025, Rencana Respons Bersama 2025–2026 untuk krisis kemanusiaan Rohingya di Bangladesh baru mencapai 35 persen pendanaan. Dari USD 934,5 juta yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan kemanusiaan Rohingya, baru USD 325,1 juta yang telah diterima.

Norwegian Refugee Council (NRC) mengungkapkan delapan hal yang perlu diketahui tentang perkembangan krisis Rohingya di Bangladesh.

1. Kekhawatiran tentang perlindungan dan keamanan di kamp-kamp pengungsian tetap tinggi

Sejak 2024, lebih dari 60 persen kekhawatiran yang dilaporkan di kamp-kamp pengungsian selalu terkait dengan keamanan, penculikan, perekrutan paksa, dan pembunuhan. Risiko keamanan ini didorong oleh ketegangan internal dan tekanan eksternal.

Kelompok-kelompok terorganisir yang terkait dengan konflik bersenjata memberikan pengaruh terhadap para muhajirin dan para pemimpin mereka. Ditambah, kemungkinan akan hadir lebih banyak orang yang melarikan diri ke Bangladesh, yang juga demi mencari keamanan.

Respons kemanusiaan menghadapi kekurangan dana yang parah, terutama untuk kegiatan perlindungan. Hal ini secara signifikan menghambat upaya untuk melindungi orang-orang yang rentan; terutama perempuan dan anak-anak yang berisiko tinggi mengalami kekerasan, pelecehan, serta eksploitasi.

2. Pencegahan kekerasan berbasis gender terancam

NRC telah melihat kemajuan nyata dalam pencegahan kekerasan berbasis gender. Namun, kegiatan-kegiatan utama, termasuk yang melibatkan laki-laki dan anak laki-laki, program untuk remaja, dan mekanisme pengaduan, sering kali menjadi yang pertama terdampak oleh pemotongan dana—yang membahayakan perubahan dalam jangka panjang.

3. Penyandang disabilitas tertinggal

Meskipun berbagai upaya terus dilakukan, 79 persen muhajirin Rohingya penyandang disabilitas kesulitan mengakses layanan penting, seperti layanan kesehatan, pendidikan, tempat tinggal, dan perlindungan. Yang mengkhawatirkan, lebih dari 30 persen melaporkan bahwa mereka sama sekali tidak diikutsertakan dalam upaya perlindungan.

Perempuan, khususnya, terdampak. Satu dari tiga perempuan muhajirin Rohingya penyandang disabilitas terpaksa dihadapkan dengan rute yang tidak aman dan berisiko. Inklusi disabilitas terlalu sering terabaikan ketika layanan direncanakan dan diberikan. Hal ini harus dipraktikkan di semua sektor.

4. Layanan kesehatan ambruk

Setelah pemotongan bantuan baru-baru ini, lebih dari 300.000 muhajirin kehilangan akses ke layanan kesehatan. Perempuan dan gadis Rohingya kekurangan layanan kesehatan seksual dan reproduksi, yang menyebabkan tingginya angka kematian ibu.

Penyakit kronis seperti diabetes memengaruhi sekitar 15 persen populasi, dan kebutuhan kesehatan mental juga tidak tertangani. Kolera menyebar dan kekurangan gizi parah pada anak meningkat 27 persen. Angka kematian anak mengkhawatirkan, dengan angka kematian balita melebihi 30 persen, terutama disebabkan kekurangan gizi dan penyakit yang sebenarnya dapat dicegah.

5. Pendidikan sedang krisis

Situasi pendidikan memang sudah buruk sebelum tahun 2025, tetapi kini semakin memburuk. Awal tahun ini, hampir 230.000 anak muhajirin Rohingya terdampak pemotongan dana yang signifikan yang menyebabkan penutupan pusat-pusat pembelajaran dan pemberhentian lebih dari 1.100 guru.

Meskipun beberapa pusat pembelajaran telah dibuka ulang dan sebagian guru telah direkrut kembali, layanan pendidikan tetap terbatas dan rapuh.

Anak-anak hanya bisa menggunakan kembali materi-materi lama, sedangkan mata pelajaran dasar, seperti bahasa Inggris dan sains masih hilang dari banyak ruang kelas. Tanpa pendanaan yang berkelanjutan dan terencana, kemajuan yang relatif kecil ini berisiko terhenti, meninggalkan satu generasi di belakang.

6. Strategi pendidikan harus mempertimbangkan kaum muda

Generasi muda Rohingya di kamp-kamp pengungsian menghadapi tantangan besar. Hampir 90 persen pemuda Rohingya tidak mendapatkan pendidikan dan pelatihan keterampilan. Hal ini tidak hanya menghilangkan kesempatan mereka untuk belajar dan berkembang, tetapi juga membuat mereka terpaksa menghadapi masa depan dengan sedikit pilihan.

Pada saat yang sama, banyak anak muda berjuang melawan masalah kesehatan mental, termasuk depresi, kecemasan, dan gangguan stres pascatrauma (PTSD).

Tantangan-tantangan ini saling berkaitan erat: tanpa pendidikan dan harapan untuk masa depan, kesehatan mental akan memburuk. Sementara itu, tanpa kesejahteraan mental, pembelajaran menjadi semakin sulit. Tindakan holistik dan mendesak diperlukan untuk memastikan bahwa anak-anak muda ini tidak tertinggal.

7. Perubahan iklim mengancam nyawa

Perubahan iklim memperparah kesulitan yang dihadapi para muhajirin Rohingya di Bangladesh, dengan seringnya banjir, tanah longsor, dan badai yang menghancurkan tempat pengungsian maupun layanan vital.

Inisiatif seperti tempat penampungan yang lebih kuat, sekolah tahan api, dan fasilitas kesehatan yang tahan iklim sangat penting untuk memastikan keselamatan dan martabat, serta membangun ketahanan para muhajirin.

8. Layanan tempat tinggal dan hak hukum harus mudah diakses

Pada tahun 2025, penggusuran di dalam kamp telah melonjak sebesar 116 persen, mengusir ribuan orang dan menghilangkan perlindungan hukum mereka.

Muhajirin Rohingya menghadapi tantangan birokrasi dan pengucilan hukum yang menghalangi mereka memperoleh dokumen sipil maupun mengamankan hak atas tempat tinggal, tanah, dan properti mereka. Tanpa perjanjian formal, mereka juga sangat rentan terhadap kenaikan sewa dan penggusuran yang sewenang-wenang. 

Muhajirin yang terusir, terutama perempuan, anak-anak, lansia, dan penyandang disabilitas, menghadapi risiko eksploitasi yang lebih tinggi. Terdapat kebutuhan mendesak untuk meningkatkan akses terhadap layanan hukum dan keadilan guna melindungi kelompok-kelompok rentan ini. 

Krisis Rohingya tetap menjadi salah satu darurat kemanusiaan paling kompleks dan berkepanjangan di dunia. Seiring meningkatnya risiko keamanan dan menurunnya layanan penting, kebutuhan akan dukungan berkelanjutan dan solidaritas internasional menjadi lebih mendesak dibandingkan sebelumnya. (NRC)

Update Kabar Al-Aqsha dan Palestina via Twitter @sahabatalaqsha
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.


Posting ini berada dalam kategori : Kabar Al-Aqsha & Palestina

« Serangan Penjajah Berlanjut, Aktivitas RS Anak Al-Rantisi dan RS Mata Kota Gaza Terhenti
Abaikan Seruan Pemimpin Dunia di Sidang Umum PBB, Penjajah Zionis Terus Serang Warga Gaza »