Sebulan Setelah Serangan Zionis, Ribuan Warga Gaza Hidup Tanpa Air dan Listrik
28 December 2012, 07:30.

APA Images
JAKARTA, Jum’at (Electronic Intifada | SahabatAlAqsha.com):
oleh Eva Bartlett
Pada 17 November lalu, empat hari pertama dalam serangan delapan hari Zionis di Jalur Gaza, Wakil Perdana Menteri ‘Israel’, Eli Yishai menyerukan kepada militer ‘Israel’ untuk memporakporandakan Gaza hingga wilayah ini kembali seperti di abad pertengahan. Ia menyerukan penghancuran semua infrastruktur, termasuk jalan-jalan dan air.
Seperti dikutip dari situs Electronic Intifada, keesokan harinya, Gilad Sharon, putra dari mantan Perdana Menteri ‘Israel’, Ariel Sharon menyerukan militer ‘Israel’ untuk meratakan seluruh wilayah Gaza. “Tidak boleh ada listrik di Gaza, bensin atau kendaraan yang bergerak. Tidak ada jalan tengah di sini. Baik warga Gaza maupun infrastruktur mereka, semuanya harus membayar atau kita akan jajah kembali seluruh Jalur Gaza,” ujarnya seperti dikutip dari harian Yerusalem Post pada 18 November.
Hampir sebulan setelah gencatan senjata antara Hamas dan ‘Israel’, pemerintah dan organisasi-organisasi internasional di Gaza masih terus menghitung total kerusakan akibat serangan-serangan biadab Zionis pada infrastruktur di Gaza. Menurut juru bicara pemerintah Hamas, Taher al-Nunu, perhitungan awal nilai kerusakan di Jalur Gaza mencapai US$250 juta dan ada sekitar US$700 juta yang merupakan kerusakan tidak langsung.
Infrastruktur yang hancur di Gaza di antaranya jembatan-jembatan, ribuan rumah, ratusan tempat pengungsi milik PBB, puluhan masjid, beberapa gedung pemerintah, kantor-kantor media, institusi keuangan, rumah sakit serta pusat perawatan, dua bangunan stadion, sebuah pusat pelatihan bagi atlet cacat, jaringan listrik, air juga limbah, seratus lebih sekolah, terowongan-terowongan dan jalanan yang tak terhitung banyaknya.
Selama bombardir Zionis, kantor berita Aljazeera melaporkan, sekitar 400.000 warga Gaza hidup tanpa listrik, setelah lima trafo yang berbeda dihancurkan ‘Israel’. Setelah gencatan senjata, tingkat kerusakan pada jaringan listrik ini semakin jelas. Di samping kelima trafo yang hancur tadi, ada 32 trafo lainnya yang juga hancur akibat serangan Zionis.
Menurut Usama Dabbour dari Departemen Hubungan Eksternal Perusahaan Distribusi Listrik Gaza (GEDCo), saat ini ada sekitar 5.000 orang yang hidup tanpa listrik di wilayah perbatasan. “Kami tidak dapat menjangkau mereka karena masih sangat berbahaya untuk mendekati perbatasan meski sudah ada gencatan senjata,” ujarnya.
Bukan kali ini saja penjajah Zionis menyasar jaringan listrik di Gaza. Menurut Dabbour, setiap kali ‘Israel’ mengibarkan bendera perang, mereka pasti menghancurkan jaringan listrik. Berdasarkan data Badan Program Pembangunan PBB (UNDP), perang ‘Israel’ tahun 2008-2009 di Gaza menimbulkan kerusakan jaringan listrik hingga US$10,4 juta.
Sejak satu-satunya pembangkit listrik di Gaza dibom tahun 2006, kondisi listrik di Gaza tidak stabil. Seluruh warga Gaza harus menghadapi pemadaman berjadwal dan sering juga secara tiba-tiba. Pemadaman ini kadang berlangsung sampai 18 jam lebih.
Selain listrik, jaringan air dan sanitasi di Jalur Gaza juga menjadi target serangan Zionis. Ibrahim al-Aleja dari bagian komunikasi di Utilitas Air Pesisir Kota Gaza mengatakan bahwa kerusakan jaringan air dan sanitasi di Jalur Gaza kini semakin meluas.
Beberapa kerusakan yang paling parah, ujarnya, terjadi dari Beit Hanoun sampai Rafah, termasuk pipa bawah tanah yang hancur setelah ‘Israel’ membom jalan-jalan sipil, rumah dan area terbuka. Dua sumur air di satu desa yang sama juga dilaporkan hancur akibat bom Zionis.
Di Khan Younis, ‘Israel’ menyerang sebuah fasilitas penyimpanan yang menampung 350.000 liter air. Hingga kini, dua kota di Gaza Tengah, yakni Nusseirat dan Mughraqa masih tidak ada air. “Ketika ‘Israel’ menghancurkan jembatan di antara dua wilayah itu, mereka juga menghancurkan pipa air yang ada di bawahnya. Dan kini ada sekitar 200.000 orang di sana yang hidup tanpa air,” ujar al-Aleja.
Bassam Abu Dahrouj, 14, mengatakan, jembatan itu sudah empat kali dihancurkan ‘Israel’. Menurutnya, lebih dari setengah keluarga di Mughraqa menggunakan jembatan itu dan anak-anak pun sering memakainya untuk pergi ke sekolah. “Sekarang mereka harus menggunakan jalan memutar yang panjang. Tapi ada juga yang tidak memilih jalan memutar,” ujar dia.
Ketika Abu Dahrouj mengatakan ini, dua orang anak terlihat memanjat tembok semen di lembah yang menghubungkan jembatan itu. “Pada musim dingin, ‘Israel’ membuka bendungan dan airnya akan membanjiri lembah. Dan nanti tidak akan ada yang bisa melewati lembah itu,” imbuhnya.
Di arah Barat, jembatan jalan pesisir yang menghubungkan Gaza Tengah dan Utara juga dalam kondisi terputus. Bahan-bahan untuk membangun kembali jembatan sulit didapatkan di Gaza akibat blokade Zionis.
Perkiraan awal, terdapat kerusakan senilai US$ 20 juta yang berasal dari lahan pertanian yang hancur, 136 bangunan sekolah dan taman kanak-kanak yang rusak atau hancur, serta 450 unit rumah yang hancur. Akibat rumah-rumah yang hancur itu, sedikitnya 3.000 warga Gaza menjadi tunawisma.
Seruan Eli Yishai agar Gaza dihancurleburkan juga disampaikan ketika ‘Israel’ menyerang Gaza pada 2008-2009. “Bahkan jika mereka melancarkan serangan ke area terbuka atau laut, kita musti menghancurkan infrastruktur dan rumah-rumah mereka,” ujarnya seperti dikutip dari laporan Human Rights Watch pada 13 Mei 2010.
Seruan Yishai ini jelas-jelas melanggar peraturan internasional dimana peraturan Den Haag dan Konvensi Jenewa melarang adanya penghancuran yang tidak perlu dan properti musuh. Dan disebutkan juga bahwa penghancuran dan perampasan harta tidak dibenarkan.* (MR/ Sahabat al-Aqsha)
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.