Begini Cara Keji Penjajah Zionis ‘Bangunkan’ Warga Kamp Al-Bureij

24 May 2015, 14:04.
Kamar tidur anak di sebuah rumah yang hancur di kamp pengungsi al-Bureij, September 2014. Foto: Anne Paq/ActiveStills

Kamar tidur anak di sebuah rumah yang hancur di kamp pengungsi al-Bureij, September 2014. Foto: Anne Paq/ActiveStills

GAZA, Ahad (Electronic Intifada): Laporan serangan penjajah Zionis di Jalur Gaza pada musim panas 2014 yang ditulis organisasi Breaking the Silence, membuat Abdellatif Abdeljawab terhenyak. Matanya tertuju pada judul salah satu tulisan dalam laporan tersebut. “Good morning al-Bureij”.

Berikut ini tulisan Abdeljawab, seorang seniman asal Gaza yang kini tinggal di Portugal, seperti dikutip dari situs Electronic Intifada.

“Saya dilahirkan di kamp pengungsi al-Bureij. Dan sampai sekarang keluarga saya masih tinggal di sana. Saya sendiri sedang berada di Dublin ketika penjajah Zionis menyerang al-Bureij musim panas lalu.

Riset organisasi Breaking the Silence mengungkapkan bahwa komandan Zionis memerintahkan pasukannya membombardir kamp pengungsi Al-Bureij secara membabi buta. Apa saja boleh menjadi sasaran mereka, begitu kata si komandan keji ketika pasukannya bertanya apa yang harus mereka serang. Lampu hijau sebagai tanda dimulainya serangan disampaikan komandan penjajah ini lewat walkie talkie (radio dua arah). “Selamat pagi al-Bureij,” ujarnya.

Membaca laporan yang sangat detail dari Breaking the Silence mengingatkan saya pada obrolan via telepon seluler (ponsel) dengan Ayah. Beliau menelepon siang hari di bulan Juli, tepat ketika Ramadhan. Suaranya terdengar lemas, seperti orang yang sedang kehausan di tengah musim panas yang sedang mencapai puncaknya.

Obrolan kami tak lama karena diburu baterai ponsel Ayah yang akan habis. Ayah sendiri tidak dapat mengisi baterai karena Gaza mati listrik. Ia mengabari bahwa mereka: Ayah, Ibu dan ketujuh saudara saya, termasuk adik saya yang masih bayi, akan meninggalkan al-Bureij esok hari.

Mereka memutuskan mengungsi ke rumah saudara kami di Deir al-Balah, sekitar 15 kilometer ke selatan karena merasa di sana lebih aman. Ayah menceritakan kondisi Al-Bureij saat penjajah Zionis menyerang mereka. Katanya, tank-tank tempur penjajah berbaris di sisi timur kamp. Semuanya kompak menembaki al-Bureij.

Pesawat Tempur Hilir Mudik

Ayah berkata bahwa ia sebenarnya tidak tahu bagaimana caranya menuju Deir al-Balah. “Mungkin kita akan berjalan sebentar lalu mencari tumpangan karena terlalu berbahaya menggunakan mobil. Pesawat-pesawat tempur tak berawak Zionis hilir mudik di udara dan mereka akan menembak apa saja yang terlihat bergerak. Sementara di darat, tank-tank tidak berhenti menembak sejak pukul empat pagi,” ujar Ayah.

Ayah menambahkan, Jalan Salah al-Din, yang merupakan jalan utama di Jalur Gaza, kosong melompong. Sambil bercerita Ayah pun masih sempat mengingatkan saya agar tidak mencemaskan mereka. “Jaga saja dirimu, anak-anak dan istrimu,” begitu pesannya.

Saya tidak bisa berkata-kata. Rasa tak berdaya menguasai saya. Dan akhirnya saya pun hanya bisa mengucapkan sekalimat salam perpisahan. Apakah ini akan menjadi kalimat terakhir saya untuknya?

Sepekan kemudian, serangan penjajah Zionis berhenti sebentar. Terlalu berlebihan kalau menyebutnya sebagai gencatan senjata karena pesawat-pesawat tempur F-16 masih hilir mudik di langit Gaza untuk menakut-nakuti warga.

Seperti keluarga saya, ada juga orang-orang dari al-Bureij yang terpaksa meninggalkan kamp. Ketika ada ‘jeda’, mereka sempat kembali sebentar ke kamp untuk mengecek rumah, keluarga dan teman-teman yang tetap tinggal di al-Bureij.

Kondisi al-Bureij seperti habis dihempas gempa. Kebun-kebun zaitun, jeruk dan pepohonan lemon habis dibakar dan diratakan. Jembatan kecil yang menghubungkan timur al-Bureij dengan sisi barat kamp sudah hancur. Tak sedikit rumah yang rata dengan tanah. Puing-puing mesin cuci, kulkas dan TV berserakan di jalanan.

Kejadian musim panas lalu itu merupakan yang terburuk yang pernah dirasakan orang-orang al-Bureij sejak peristiwa pengusiran paksa warga Palestina tahun 1948. Di antara korban-korban dalam serangan itu terdapat 17 orang anggota keluarga Abu Jaber. Korban termuda dari keluarga mereka baru berusia lima bulan. Begitulah cara biadab penjajah Zionis ‘membangunkan’ kamp al-Bureij di pagi buta.” (Electronic Intifada | Sahabat Al-Aqsha/Tia)

Update Kabar Al-Aqsha dan Palestina via Twitter @sahabatalaqsha
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.


Posting ini berada dalam kategori : Kabar Al-Aqsha & Palestina

« Zionis Terus Persulit Petani Palestina Masuk ke Ladang Mereka Sendiri
Roti Gratis untuk Saudaraku di Gaza »