Prancis: Assad Tak Inginkan Perdamaian, Rezim Bertanggung Jawab atas Kejahatan Massal
17 December 2017, 17:31.

Foto: Kremlin Press Office/Anadolu Agency
LONDON, Ahad (Middle East Monitor): Prancis menuding Suriah tidak melakukan apapun untuk mencapai kesepakatan damai setelah hampir tujuh tahun perang. Reuters memberitakan, pemerintah Prancis menuding rezim Assad “melakukan kejahatan massal” di kawasan Timur Ghouta dimana 400.000 orang dikepung oleh pasukan pemerintah.
Pembicaraan damai yang dipimpin PBB di Jenewa berakhir pada Kamis (14/12) lalu, namun utusan khusus PBB Staffan de Mistura meletakkan sebagian besar kegagalan kepada pihak pemerintah.
“Rezim Assad tidak pernah mengikuti negosiasi apapun sejak awal perang sipil,” cuit Duta Besar Prancis untuk Amerika Serikat Gerard Araud di akun Twitter, ia menambahkan: ‘Mereka tidak mengharapkan kompromi politik, mereka hanya ingin memberantas musuh-musuh mereka’.”
Pembicaraan di Jenewa tidak menghasilkan kemajuan apapun dan terus berlanjutnya penyerangan di kantong mujahidin yang terblokade di Timur Ghouta dekat Damaskus mendatangkan kritik tajam dari Paris.
“Tidak ada alternatif untuk merundingkan solusi politik yang disetujui oleh kedua belah pihak di bawah naungan PBB,” kata juru bicara wakil kementerian luar negeri Alexandre Giorgini kepada para wartawan. Ia juga menegaskan kembali dukungan Paris untuk de Mistura.
“Kami menyesalkan sikap rezim Suriah, yang menolak untuk ikut serta dalam diskusi. Rezim Suriah bertanggung jawab atas tidak adanya perkembangan dalam negosiasi,” katanya. Ia juga menyalahkan Rusia dan Iran, yang mendukung Assad, atas ketidakmampuan keduanya mendesak gencatan senjata di Timur Ghouta, berdasarkan kesepakatan 15 September antara Rusia, Turki dan Iran.
Giorgini mengatakan: “Oleh karena itu penting bagi Rusia dan Iran, penjamin dari proses Astana dan sekutu rezim Damaskus, mengambil langkah untuk terhentinya pemboman dan (memungkinkan) bantuan kemanusiaan tiba dengan aman dan mereka yang membutuhkannya tidak terhalang apapun.”
PBB mengungkapkan, sekitar 400.000 warga sipil dikepung dan menghadapi “malapetaka menyeluruh” karena pengiriman bantuan diblokir oleh pemerintah Suriah, serta ratusan orang yang membutuhkan evakuasi medis segera tidak diizinkan keluar dari kawasan tersebut. “Dengan menolak akses kemanusiaan, rezim Damaskus bertanggung jawab atas kejahatan massal, terutama dengan menggunakan blokade sebagai senjata perang,” kata Giorgini.* (Middle East Monitor | Sahabat Al-Aqsha)
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.
