Muhajirin Rohingya: “Kami Siap Pulang Jika Ada Jaminan Keamanan, Kesetaraan Hak dan Status”
25 February 2022, 19:07.

Foto: AFP
BANGLADESH (RFA) – Muhajirin Rohingya di Bangladesh tidak akan mau kembali ke tanah airnya, jika persamaan hak dan kebebasan bepergian tidak diberikan.
Sebagaimana mereka tegaskan pada Kamis (24/2/2022), setelah junta Myanmar mengumumkan bahwa program repatriasi sedang disiapkan.
Sebelumnya, menteri luar negeri junta mengatakan pada tanggal 20 Februari bahwa mereka sedang bersiap menerima kembali pulangnya “para pengungsi dari negara bagian Rakhine”; pengumuman yang sengaja disampaikan tanpa menyebut kata “Rohingya”.
Militer Myanmar pun sebelumnya enggan menyebut “Rohingya”, selalu menggunakan kata “Bengali”. Tujuannya untuk memutar fakta seolah Muslim Rohingya berasal dari Bangladesh dan bukan etnis asli Arakan (Rakhine).
Dilansir Radio Free Asia (RFA), para Muhajirin Rohingya mengatakan bahwa mereka tak yakin junta bersedia memenuhi setiap rekomendasi yang menjadi syarat repatriasi tersebut.
Ali Jenner, Muhajirin dari kamp Balukhali di Cox’s Bazar berkata bahwa mereka sudah tidak percaya lagi terhadap junta.
“Jika warga Rohingya bisa mendapat kesetaraaan status, keamanan, dan hak yang sama sebagaimana warga negara lainnya di sana, barulah kami bersedia kembali pulang,” tegasnya.
Khin Maung, aktivis Rohingya pendiri Rohingya Youth Union yang juga tinggal di kamp pengungsian Cox’s Bazar mengatakan; “Kami menyambut baik fakta bahwa mereka berniat memulangkan kami. Akan tetapi, apakah mereka sudah menciptakan kondisi yang dibutuhkan untuk kepulangan kami ke Rakhine? Itulah yang harus kita pikirkan bersama.”
“(Pemimpin junta, Jenderal Min Aung Hlaing) sedang memanfaatkan kami untuk kepentingannya. Dia melakukan ini karena adanya tekanan internasional, bukan karena niat yang tulus. Kami bersedia untuk pulang, tidak peduli siapa yang sedang berkuasa ketika itu, tetapi dengan syarat permintaan-permintaan kami dapat dipenuhi,” tegasnya.
Ia juga menerangkan bahwa pertama-tama, proses repatriasi ini harus melibatkan warga Rohingya terlebih dahulu sebelum yang lain.
Nay Swan Lwin, aktivis Rohingya lainnya mengatakan sangat susah membayangkan bahwa junta akan bersedia memenuhi permintaan-permintaan warga Rohingya, ketika rezim militer terus menerus melakukan kejahatan atas kemanusiaan dalam skala nasional.
Para Muhajirin Rohingya juga berharap agar proses melalui Mahkamah Internasional (ICJ) bisa menghadirkan keadilan yang selama ini mereka tunggu-tunggu.
Pekan ini, sidang lanjutan untuk kasus genosida Rohingya sedang berjalan di ICJ. Gambia dengan dukungan negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OIC) menggugat Myanmar atas kejahatan besar terhadap kemanusiaan tersebut. (RFA)
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.
