Wawancara EI dengan Relawan Kamp Palestina yang Dikepung Pasukan Assad

11 March 2013, 15:52.

Seorang pengungsi Palestina di kamp Yarmuk menunjukkan kartu identitasnya sebagai pengungsi yang terdaftar di badan PBB. foto: Al-Akhbar

JAKARTA, Ahad (Electronic Intifada | SahabatAlAqsha.com | SahabatSuriah.com): Ini adalah wawancara panjang pertama langsung dengan seorang relawan Yarmuk, sejak akhir tahun lalu kamp pengungsi Palestina di Damaskus itu dikepung dan digempur pasukan rezim Basyar Al-Assad.

Jumlah pengungsi di kamp itu sekitar 200 ribu, hampir separuh dari seluruh pengungsi Palestina di seantero Suriah yang totalnya berjumlah lebih dari 500 ribu orang. Yarmuk merupakan kamp pengungsi pertama yang ditinggali sejak tahun 1948, dan resmi dikembangkan menjadi kawasan khusus sejak tahun 1957.

Kamp yang tadinya kumpulan tenda, berubah jadi bangunan semi-permanen, kemudian terus berkembang. Sesudah lebih 60 tahun Yarmuk adalah kota yang padat. Pasar, sekolah, pertokoan, rumah sakit, kantor partai politik, sebut saja. Semua yang diperlukan sebuah kota ada di Yarmuk.

Sahabat Al-Aqsha bersama KISPA, MER-C, dan HALUAN Malaysia pada tahun 2009 mendirikan klinik pengobatan gigi di kamp Yarmuk dan kamp Filistin. Di tahun yang sama kita juga membantu pernikahan akbar lebih dari 400 pasang pemuda-pemudi pengungsi Palestina di kamp ini. Alhamdulillah.

Wawancara dibawah ini dilakukan oleh Moe Ali Nayel, wartawan lepas, untuk Electronic Intifada (EI) dengan Moutawali Abu Nasser, 38 tahun, seorang pengungsi sekaligus relawan di kamp Yarmuk. Semoga bermanfaat:

Dua tahun lalu, pengungsi Palestina, Moutawali Abu Nasser, berhenti dari mengajar dan dari kegiatan teaternya untuk menjadi relawan kemanusiaan. Ia ingin kamp pengungsi Yarmuk, Damaskus tetap netral namun tetap bersimpati atas angin perubahan di Suriah. Hari ini Yarmuk yang terletak 8 kilometer dari pusat Damaskus kini semakin tenggelam dalam konflik Suriah.

Di masa lalu, bagi Abu Nasser kembali ke rumah asalnya Palestina adalah sebuah kesenangan. Sebagai seorang guru sekolah dan penulis naskah, ia biasa menggunakan ruang kelas dan teater untuk mengajarkan sejarah Palestina dan penjajahan kepada generasi-generasi baru.

Pelan tapi pasti, pengungsi Palestina yang terusir karena penjajahan, secara alamiah berpihak kepada rakyat Suriah yang sedang dizhalimi penguasanya, rezim Nusairiyah-Alawiyah (Syiah) pimpinan Presiden Basyar Al-Assad, yang didukung sepenuhnya oleh negara-negara besar dunia termasuk Iran. Abu Nasser melibatkan diri ke dalam organisasi lokal dan memberikan dukungan kepada rakyat Suriah, melalui media, bantuan kemanusiaan serta pemberdayaan masyarakat.

Sejak Desember 2012, keterlibatan pengungsi Palestina di kamp Yarmuk, sudah tidak lagi sebatas kegiatan kemanusiaan. Mereka angkat senjata melawn rezim sadis ini. Sudah sejak lama kamp ini jadi tempat sembunyi yang aman bagi banyak pelarian politik yang diburu rezim Assad. Sekarang kamp Yarmuk telah terang-terangan menegaskan sikapnya, berpihak kepada rakyat Suriah dan bangkit melawan rezim sadis yang sedang mengamuk.

(Berbeda dengan data yang didapatkan Sahabat Al-Aqsha saat bekerja di kamp Yarmuk, bahwa penduduk kamp itu lebih dari 200 ribu orang, Abu Nasser menyebut angka 135 ribu orang.)

Namun akibat gempuran dan perusakan total oleh rezim Assad, kini diperkirakan tinggal 40 ribu orang pengungsi Palestina yang masih bertahan di situ. Selain itu para pejuang Jaisyul Hurr (Tentara Pembebasan Suriah; Free Syrian Army) pun telah masuk ke kamp itu, membantu para pengungsi Palestina melawan rezim sadis itu.

Inilah petikan tanya jawab antara Electronic Intifada dengan Moutawali Abu Nasser, tentang perubahan-perubahan dramatis yang terjadi di kamp itu selama dua tahun terakhir:

Bagaimana kehidupan Anda sebelum terjadi pergolakan di Suriah?

Saya menikah dan memiliki dua orang anak. Saya biasa mengajar filsafat di sebuah SMA di Yarmuk. Saya juga bekerja di teater dan membuat naskah. Sebagai tambahan, saya juga berperan dalam komite sosial kamp dan menulis serta mengedit majalah lokal. Itu kehidupan saya sebelum gelombang unjuk rasa dimulai. Di masa lalu, rezim Suriah melarang rakyat Palestina untuk membentuk organisasi apa pun. Kami tidak boleh membentuk serikat guru-guru, seniman atau pun serikat pekerja.

Di dalam kamp, kebanyakan dari kami membenci partai Ba’ats yang membekukan kegiatan politik kami. Satu-satunya partai yang dekat dengan saya, yaitu Front Rakyat untuk Kebebasan Palestina (PFLP) juga membuat saya kecewa karena mereka tidak melakukan apa pun untuk melawan rezim Suriah.

Saat itu beberapa orang mengatakan kalau rakyat Palestina tidak memiliki urusan apa pun dengan Suriah. Bagi saya, pernyataan ini salah. Perbedaan antara kami dan para pengungsi Palestina di Lebanon adalah fakta bahwa di Suriah, rakyat Palestina berperan dalam kehidupan masyarakat dan rakyat Suriah sendiri memperlakukan kami sebagai saudara setanah air.

Ini tidak seperti kehidupan para pengungsi Palestina di Lebanon yang termarjinalkan dan berada di luar sistem Lebanon. Di Suriah, kami diperlakukan setara dan bagi saya ini adalah bentuk solidaritas.

Bisakah Anda jelaskan lebih jauh hubungan kamp Yarmuk dengan rezim Suriah?

Dimulai dari Dara’a, sebuah kota di Barat Daya Suriah dekat perbatasan Yordania. Di kota inilah revolusi dimulai. Dara’a segera dikepung oleh militer. Rakyat Palestina dari kamp pengungsi Dara’a-lah yang pertama kali mendobrak pengepungan itu dengan menyelundupkan makanan dan bahan bakar kepada para penduduk Dara’a yang terlantar selama berbulan-bulan.

Akibatnya, tujuh orang pengungsi Palestina yang menyelundupkan bantuan ditangkap lalu dibunuh di tempat. Rakyat Palestina di kamp Yarmuk marah mendengar berita ini. Mereka menyebutnya sebagai pembataian. Kamp-kamp pengungsi Palestina di Suriah sudah mendukung revolusi sebelum revolusi terjadi.

Kami tidak pernah lupa pembataian tahun 1967 di Tel Al-Za’tar (ketika invasi Suriah di Lebanon membiarkan milisi sayap kanan membunuh ribuan rakyat Palestina). Kami tidak pernah lupa peran mantan Presiden Suriah, Hafez Al-Assad di Lebanon melawan gerakan perlawanan Palestina dan kamp-kamp pengungsi Palestina.

Meski begitu, kamp Yarmuk tetap berusaha netral pada tahun pertama revolusi Suriah. Saya ingat pada akhir Juli 2011, kami—komite lokal di kamp itu, berencana unjuk rasa dan kami sepakat melakukannya di luar kamp.

Setelahnya kami mendapati banyak dari pemuda di kamp kami pergi diam-diam ke daerah sekitar untuk berunjuk rasa dalam rangka solidaritas terhadap teman-teman Suriah mereka. Kemudian, para pengungsi Suriah mulai berdatangan ke kamp ini untuk berlindung. Kami lalu sibuk melakukan kampanye bantuan untuk para pengungsi ini.

Kalau bersikap netral, lalu apa yang ditawarkan warga Yarmuk terhadap warga Suriah di awal revolusi?

Rakyat Palestina memiliki banyak pengalaman dalam organisasi, dalam dunia medis, kemanusiaan dan organisasi bantuan. Kami menawarkan pengalaman kami membangun dukungan media dan membentuk Tanseqyat al-Yarmouk (Komite Koordinasi Lokal).

Koordinasi media ini meliput area-area yang melakukan unjuk rasa. Karena kami berusaha untuk menjaga kamp tidak terlibat langsung dengan konflik, kami hanya memfokuskan pada liputan media dan berusaha memastikan semua laporan kami dibuat secara akurat.

Namun, tugas koordinasi ini berubah ketika bom jatuh di dalam kamp. Setelah kejadian itu, koordinasi media memperluas perannya dari hanya liputan media menjadi unit bantuan medis, perlindungan dan distribusi makanan di kamp. Peran kamp menjadi bersifat logistik.

Bagaimanakah pengaruh PFLP-General Command (GC) dan kelompok lain yang mendukung faksi Palestina di Yarmuk? (PFLP-GC adalah faksi bersenjata Palestina yang dekat dengan pemerintah Suriah. Dia terpisah dengan PFLP)

Situasi yang mengganggu rezim dan sekutunya adalah peristiwa 5 Juni 2011 pada Peringatan An-Naksa (perampasan Masjidil Aqsha) lalu dilanjutkan dengan aksi 15 Mei 2011 Peringatan An-Nakba.

Waktu itu, sekelompok pengungsi Palestina mencoba pulang lewat perbatasan Lebanon, sepuluh di antaranya tewas ditembak serdadu zionis ‘Israel’.

Pada Hari An-Naksa, ada orang-orang rezim yang menggerakkan sejumlah pengungsi Palestina berunjuk rasa di perbatasan Suriah-Palestina yang dijajah zionis. Ini adalah kerjaan rezim, mengirimkan orang agar mati di perbatasan. Kami berusaha mencegah orang-orang di kamp agar tidak pergi.

Lalu jatuhlah korban. Ketika datang berita-berita penduduk kamp terbunuh, kami tidak bisa lagi menahan orang-orang pergi ke perbatasan untuk mengecek kebenaran berita itu.

Situasi kamp tegang ketika orang-orang kembali dan berencana mengubur para syuhada. Terjadi bentrokan dengan PFLP-GC (milisi bersenjata Palestina yang pro-Assad) yang merespon dengan menembaki lokasi pemakaman hingga membunuh lebih banyak orang. Selanjutnya, orang-orang turun ke jalan ingin membersihkan Yarmuk. Ini adalah insiden yang membawa kamp menjauh dari sikap netral. Kemudian datang penembakan acak dari MiG (jet-jet tempur buatan Rusia) sebelum pejuang Jaisyul Hurr masuk ke kamp. Jaisyul Hurr resmi masuk ke kamp pada 15 Desember 2012.

PLFP-GC lalu bergabung dengan rezim dan menyerang lokasi-lokasi keberadaan Jaisyul Hurr di sekitar Yarmuk. Mulanya, PFLP-GC memiliki 2.000 pejuang bayaran Palestina yang berasal dari kamp namun sekarang hanya tersisa sekitar 80 orang.

Jaisyul Hurr memutuskan masuk ke dalam kamp dan melawan PFLP-GC yang dibantu rezim yang mengerahkan enam kelompok militan yang menerima perintah dari Intelijen Angkutan Udara.

Mereka menguasai pintu masuk kamp. Keenam kelompok militan itu dibekali senjata lengkap. Ada mortir, peluncur roket dan amunisi yang tak terbatas. Kelompok-kelompok militan ini juga mengepung daerah tetangga (al-Hajar dan Tadamun) dimana Yarmuk berusaha menjadi penghubung ke wilayah-wilayah yang dikepung ini dengan memberikan pasokan obat-obatan, gas untuk memasak, makanan dan air.

Apakah Jaisyul Hurr mengkoordinasi kedatangannya ke kamp dengan komite lokal?

Tentu. Jaisyul Hurr berkoordinasi dengan kelompok pejuang lokal yang tugasnya melindungi kamp dari preman-preman rezim. Tak lama setelah Jaisyul Hurr masuk, tidak ada konfrontasi dengan enam kelompok militan tadi atau pun dengan PFLP-GC. Jaisyul Hurr masuk ke kamp karena lokasi kamp ini strategis mengingat mereka berusaha menaklukan Damaskus.

Apa yang dirasakan warga Yarmuk tentang kedatangan Jaisyul Hurr? Apakah warga menyetujuinya?

Penduduk di kamp tidak suka. Saya sendiri secara pribadi menolak kedatangan Jaisyul Hurr di kamp. Kamp memiliki peran kemanusiaan dan membawa perang ke dalamnya adalah sebuah kesalahan.

Tapi pada akhirnya kami sepakat kedatangan Jaisyul Hurr hanya untuk menumpang sebentar, bukan untuk tinggal di kamp. Pada hari ke enam Jaisyul Hurr masuk ke kamp, situasi memburuk. Tidak ada lagi roti yang tersisa dan empat rumah sakit lapangan yang ada di kamp kekurangan obat-obatan. Sebelum Jaisyul Hurr melibatkan kamp ke dalam perangnya, kamp ini merupakan sebuah fenomena kemanusiaan: sewa-sewa murah, terdapat banyak makanan dan bantuan medis.

Jet-jet tempur rezim membombardir kamp setiap hari dan jumlah mortir terus bertambah. Pernah ada 20 orang yang meninggal dalam satu hari. Orang-orang harus sadar bahwa bombardir sembarangan yang membunuh banyak orang tidak bersalah juga anak-anak yang sedang bermain, semakin membuat ide Jaisyul Hurr diterima oleh rakyat Palestina di kamp Yarmuk. Semakin sering jet tempur buatan Rusia membombardir kamp, makin banyak orang yang menginginkan Jaisyul Hurr untuk tinggal di kamp.

Bagaimana situasi di Yarmuk saat ini?

Situasinya saat ini sangat tidak layak untuk ditinggali. Mengerikan. Saat ini masih ada sekitar 40.000 orang yang terkepung di dalamnya. Banyak rakyat Palestina dari kamp Yarmuk yang mengungsi ke berbagai wilayah Suriah.

Banyak juga yang pergi ke Lebanon padahal Lebanon bukanlah tempat yang ramah untuk rakyat Palestina.

Saat ini di Suriah ada pembatasan dan penangkapan di pintu-pintu masuk kamp. Harga-harga makanan melambung sangat tinggi. Sebungkus roti sekarang dijual US$4 padahal sebelumnya dijual kurang dari US$1.

Militer Suriah menyelidiki dengan ketat makanan-makanan yang masuk ke kamp. Mereka menyelidiki setiap bungkus roti, setiap kaleng tuna sehingga akhirnya sebagian besar makanan ini rusak sebelum sampai ke dalam kamp. Yarmuk sudah berubah menjadi penuh peluru.

Sekarang Anda berada di pengasingan Lebanon, bagaimana Anda akan menolong dari sini?

Saya sekarang menulis di harian lokal Lebanon dan juga mendedikasi sebagian besar waktu untuk pekerjaan kemanusiaan di kamp-kamp. Ada banyak bantuan datang ke Lebanon untuk dibagikan ke para pengungsi Suriah tapi hanya sedikit yang sampai ke pengungsi Palestina yang mengungsi dari Suriah.

Pada bulan Desember, rezim memberikan waktu delapan jam kepada para penduduk di Yarmuk untuk meninggalkan kamp. Kekacauan pun terjadi. Kami gagal meyakinkan orang-orang untuk tetap tinggal dan akhirnya kami pun pergi bersama mereka ke Lebanon.

Setelah penghinaan dan berbagai cobaan di perbatasan, hanya mereka yang dapat membayar biaya visa US$17 yang bisa masuk. Untungnya teman saya dari Beirut mengirimi saya uang US$600 untuk membayar biaya orang-orang yang tidak mampu masuk ke Lebanon.

Pada hari itu sebuah realita yang menyedihkan menghantam saya seperti pukulan sebuah batu bata di kepala: Rakyat Palestina dipermalukan di negara-negara yang seharusnya membuat mereka merasa diterima.* (Electronic Intifada | Sahabat Al-Aqsha | Sahabat Suriah)

Update Kabar Al-Aqsha dan Palestina via Twitter @sahabatalaqsha
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.


Posting ini berada dalam kategori : Kabar Al-Aqsha & Palestina

« Rakyat Palestina Dipaksa Ongkosi Penjajahan atas Dirinya
Erdogan Benar: Zionisme Memang Kejahatan atas Kemanusiaan »