Horor Penjara Rezim Assad: Wawancara Kita dengan Bekas Tawanan (Catatan dari Suriah-8)

16 March 2013, 22:05.

Salah satu penjara rezim Suriah. foto: Global Post

ALEPPO, Sabtu (SahabatSuriah.com | SahabatAlAqsha.com): Dengan izin Allah, Tim Amanah Indonesia untuk Suriah (SA2Suriah) membantu evakuasi dua keluarga pengungsi Palestina keluar dari kota Aleppo. Salah satu keluarga itu, kepala keluarganya masih berjalan tertatih-tatih karena bekas-bekas penyiksaan di kedua kakinya belum sembuh benar.

Pria itu kita sebut saja Utsman, umur 39 tahun, baru dilepaskan dari penjara markas intelijen Suriah di Aleppo, dua minggu sebelum bertemu dengan Tim SA2Suriah. Wajahnya tirus. Tulang pelipisnya menonjol. Topi dan jaket musim dingin yang kebesaran membuat penampilannya seperti orang yang sedang sakit parah. Untungnya sinar mata dan senyumnya tak pernah berhenti terlihat.

Bahasa Arab Utsman fushah sempurna dengan logat Palestina campur Suriah. Sepanjang masa dewasanya di kamp pengungsi Al-Nairab, di pinggir kota Aleppo, Utsman adalah pekerja kemanusiaan yang yayasannya membantu keperluan para pengungsi Palestina di kamp itu.

Almarhum ayahnya dulu mengungsi dari Palestina ke Suriah. Utsman adalah satu dari ratusan ribu orang Palestina-Suriah. Asli Palestina, tapi dilahirkan di Suriah, dan bercita-cita kembali ke Palestina merdeka.

Celakanya, diantara para pengungsi Palestina pun ada sekelompok orang yang memilih bergabung dan mendukung rezim Assad, sejak terjadinya revolusi tepat dua tahun lalu. Mereka inilah yang menyebar teror dan ketakutan diantara saudaranya sesama pengungsi Palestina.

Maka dari itu, meski sudah dibebaskan dari penjara, Utsman harus dievakuasi dari kamp pengungsi itu. Demi keselamatan dirinya dan keluarganya.

Wawancara dengan Utsman kami lakukan di sebuah tempat persembunyian di tengah kota Aleppo, sehari sesudah Utsman sekeluarga dan sebuah keluarga lagi, berhasil dievakuasi dari kamp Al-Nairab yang sampai saat ini masih dikepung pasukan rezim Assad.

Sambil menunggu saat-saat Tim kita mendampingi dua keluarga ini keluar dari Suriah, Utsman bersedia menceritakan kisahnya selama 3 bulan disekap dan disiksa di penjara rezim Assad.

“Tapi jangan tulis nama asli saya, jangan pasang foto wajah saya, dan jangan terbitkan wawancara ini sebelum saya keluar dari Suriah…,” syarat-syarat darinya, yang segera kami setujui.

Bayi Penjara

Utsman ayah dari empat anak. Anak terbarunya lahir ketika ia masih di penjara. Bayi itu diletakkan di dekat kami yang sedang mewawancarai ayahnya. Usianyanya 1 bulan dibungkus rapat dengan selimut. Musim dingin masih sangat mengigit di Aleppo. Sedangkan listrik sudah empat bulan mati di seluruh kota, karena pembangkitnya dikuasai tentara rezim.

Di luar tempat persembunyian kami, dentuman bom, mortir, dan rentetan senjata terdengar hampir tak berhenti. Tempat ini memang hanya berjarak 500 meter dari garis pertempuran antara Jaisyul Hurr (Tentara Pembebasan Suriah) dan tentara rezim Basyar Al-Assad.

Hebatnya, ketiga anak Utsman yang lain, dan dua orang anak dari keluarga yang satunya bermain-main ceria di sekitar kami. Seakan-akan perang tak ada.

Sesekali ocehan dan tawa mereka berhenti, jika mendengar suara bom terdengar cukup dekat. Tapi sedetik kemudian mereka sudah riuh-rendah lagi, berlarian, bercerita, bernyanyi. Subhanallah… Maha Suci Allah yang menciptakan ketegaran di hati anak-anak ini.

Membantu RS Pemerintah

Utsman memulai ceritanya dengan BismillaahirRahmaanirRahiim… Alhamdulillaah, serta shalawat kepada Rasulullah.

“Dipenjara karena membela kebenaran adalah sesuatu yang diwariskan oleh para nabi, jadi ini sesuatu yang sebenarnya biasa,” katanya.

Utsman ditangkap tanggal 14 Oktober 2012. Waktu itu ia baru saja keluar dari rumah sakit yang ada di kamp pengungsi Al-Nairab. Kamp ini letaknya di pinggir kota Aleppo, di dekat sebuah pangkalan udara militer Suriah.

Utsman baru saja mengantarkan bantuan alat-alat medis, seperti gas oksigen, alat bantuan pernafasan, monitor status medis dan lain-lain.

Ini sebuah rumah sakit pemerintah di bawah rezim Assad. Jadi menurut perhitungannya, membantu rumah sakit itu tidak akan menyebabkan masalah bagi dirinya.

Begitu keluar dari rumah sakit itu, Utsman didatangi seseorang yang rupanya aparat intelijen rezim Assad. Utsman diminta untuk ikut ke markas mereka untuk ditanya-tanya.

“Saya bersedia mengikutinya dengan perasaan biasa saja. Tidak mengira akan ditangkap. Karena saya tidak merasa melakukan apa-apa yang melawan rezim secara terbuka,” kata Utsman.

Meskipun sejak setahun sebelumnya, ketika perlawanan rakyat terhadap rezim Assad sudah sangat panas, nama Utsman sudah beredar di internet dengan dihubungkan pada tiga hal: Pertama, dia dituduh mengumpulkan orang untuk bergabung dengan revolusi.

Kedua, dia dituduh menyerahkan nama-nama orang warga kamp Al-Nairab yang diduga sebagai Syabihah (pasukan hantu, pendukung fanatik Assad) kepada Jaisyul Hurr.

Ketiga, dia dituduh memberikan bantuan kemanusiaan kepada anggota-anggota Jaisyul Hurr dan keluarganya, baik yang ada di penjara rezim atau yang masih bebas.

Ketiga hal itu lah yang didalami interogatornya ketika ia diperiksa. Sesudah diperiksa sekitar 1,5 jam Abu Umar dinyatakan ditahan dan dibawa ke bandara militer Aleppo. Di situ dia disekap di penjara bawah tanah selama 4 hari, tanpa melihat matahari.

Rakyat Suriah di penjara rezim Assad di Tadmur atau Palmyra. foto: MRadwan

Baru Permulaan

Ternyata empat hari itu hanya seujung kuku dibandingkan dengan apa yang akan dihadapi Utsman selama tiga bulan berikutnya. Waktu itu ia sama sekali tak tahu berapa lama akan disekap, dan hidup atau matikah dia di akhir penyekapan itu.

Sesudah empat hari, ia diseret dan diangkut dengan sebuah helikopter militer, dalam keadaan tangan di borgol ke belakang, mata ditutup. Sebelum matanya ditutup ia sempat melihat, bahwa yang akan diangkut bersamanya dengan helikopter itu jumahnya 12 orang. Delapan warga Suriah, empat pengungsi Palestina. Sepanjang penerbangan itu mereka digebukin oleh serdadu yang mengawalnya.

Belakangan barulah ia ketahui mereka diterbangkan ke markas intelijen terbesar di kawasan Utara Suriah, di dekat Aleppo juga. Mereka terpaksa diterbangkan dengan helikopter karena kawasan-kawasan yang harus dilalui lewat darat sudah mulai dikuasai Jaisyul Hurr.

Di helikopter itulah kebiadaban sesungguhnya dimulai. Sesudah beberapa menit terbang sambil terus-menerus dipukuli dan ditendang, keduabelas tawanan itu satu per satu dilempar keluar helikopter.

Mereka mengira akan dibunuh dengan cara dijatuhkan dari ketinggian. Ternyata, mereka didorong hanya dari jarak 1 sampai 1,5 meter dari atas tanah masih dalam keadaan diborgol ke belakang dan ditutup mata, semata-mata untuk menteror.

Dari lapangan pendaratan helikopter itu, mereka digiring ke dalam gedung markas intelijen itu. Begitu masuk mereka langsung dipaksa telanjang bulat. Dibentak-bentak sambil diperiksa.

Setelah disuruh berpakaian lagi, Abu Umar dimasukkan ke dalam sebuah sel yang hanya berukuran 4×6 meter per segi. Di dalam sel itu berisi tidak kurang dari 80 orang. Ya, 4×6 meter per segi untuk 80 orang.

Menurut Komite Eropa untuk Pencegahan Penyiksaan Penjara, sebuah sel dengan ukuran 4×5 meter per segi hanya boleh dihuni maksimum 5 orang tahanan (kiri). Sedangkan di penjara-penjara intelijen militer Suriah, di sel dengan ukuran itu dipaksakan dihuni 70 orang. Infografik: Business Insider

Tiga Bulan

Selama tiga bulan dia disekap di situ. Selama tiga bulan itu, tawanan yang ada di sel tersebut bukannya berkurang malah bertambah, sampai puncaknya berjumlah 110 orang.

“Karena begitu sempitnya sel kami, supaya bisa istirahat, kami bergiliran mengubah posisi tubuh,” jelas Utsman, “Selama 12 jam, masing-masing orang dapat jatah 4 jam berdiri, 4 jam duduk, dan 4 jam berbaring.”

Waktu berbaring juga bukan berarti berbaring sempurna, lututnya harus setengah menekuk dan di atas lutut itu sudah ada kepala orang lain yang juga berbaring. Keadaannya benar-benar di luar batas perikemanusiaan.

Sebulan pertama di sel itu Utsman dan penghuni sel lain hidup dan tidur tanpa alas. Lantai saja. Waktu itu cuacanya masih sisa musim panas. Jadi dinginnya lantai belum terlalu menyiksa. Bulan Oktober itu iklimnya masih sedang, meskipun mereka tidak melihat matahari sama sekali.

Sesudah sebulan disekap di sel itu, Utsman dan penghuni sel itu diberi selimut-selimut tentara yang kasar dan jelek, itupun tidak bisa dipakai sebagai berselimut. Karena semua kain buruk itu hanya bisa dipakai alas tidur.

Jadi seluruh tawanan di sel Abu Umar melewati musim dingin yang mendekati 0 derajat tanpa selimut sama sekali.

Makanan Penjara

Jatah makan para tawanan itu hanya dua kali sehari, dan pernah selama sepuluh hari hanya sekali makan.

Apa makanannya?

“Sekali makan hanya diberi separuh roti, atau dua per tiga, atau jarang-jarang satu roti utuh, plus sepotong kentang rebus yang besarnya sama dengan seperdelapan apel. Itu saja, selama tiga bulan,” kata Utsman.

Air minum diberikan lima ceret untuk 80 orang, yang dikelilingkan dan disuruh minum sedikit-sedikit.

“Kalau teringat lagi pemandangan itu, benar-benar seperti perdagangan budak di zaman dulu,” kata Utsman lirih.

Kalau sampai suatu hari ada garam dibagikan, menurut Utsman itu diterima penghuni sel seperti pesta besar. “Bagaikan Idul Fitri atau Idul Adha,” kata Utsman. Seingatnya, hanya dua kali selama tiga bulan mereka diberi diberi garam. Begitu juga irisan telur.

Menurut Utsman, ada sepuluh hari selama tiga bulan para tawanan tidak dikasih roti sama sekali, hanya kentang rebus seukuran tiga jari.

Ke WC? Babak-belur Dulu

Sel yang luar biasa sempit itu tidak dilengkapi WC sama sekali. Jadi mereka hanya boleh ke WC kalau minta keluar. Kalau ada tawanan yang minta ke WC, kalaupun akhirnya dibolehkan keluar sel, mereka harus siap-siap menghadapi azab. Begitu si pemilik hajat melewati pintu sel langsung dipukuli dan ditendang sambil berjalan ke WC.

Kencing dan buang air besar tidak boleh dilakukan dalam keadaan duduk atau jongkok. Harus berdiri. Begitu ketahuan duduk atau jongkok langsung dipukuli. Cebok alias istinja’ dibolehkan, tapi sehabis cebok mereka dilarang cuci tangan di keran. Kalau ketahuan cuci tangan di keran langsung dipukuli habis-habisan.

“Maka harus pandai-pandai mencuci tangan sambil pura-pura cebok…” kata Utsman.

Bisakah kita membayangkan sejenak…

Para tawanan rezim Assad di penjara itu tidak melihat matahari selama berbulan-bulan, dikumpulkan 80 orang dalam satu sel ukuran 4×6 meter per segi, sirkulasi udara yang sangat buruk, tidur tanpa alas, atau alas sekedarnya, tidak pernah mandi sama sekali, jenggot dan kumis tidak dicukur sama sekali, kekurangan gizi, buang air yang tidak dibersihkan sempurna, dan itu terjadi terus-menerus selama 24 jam selama tiga bulan, sudah pasti penyakit banyak berjangkit. Terutama penyakit-penyakit kulit.

Salah satu bentuk penyiksaan yang dilaporkan oleh Human Rights Watch, yang juga dialami oleh Utsman. ilustrasi: Business Insider

Interogasi = Penyiksaan

Setiap ada tawanan yang dipanggil untuk diinterogasi selalu mengalami penyiksaan-penyiksaan yang sadis dan meninggalkan luka. Luka-luka itupun tidak diobati.

Selain itu, Abu Umar menghitung, selama 3 bulan, ia dan kawan-kawan satu selnya mengalami 10 kali penyiksaan massal di dalam sel.

Diantara bentuk penyiksaan massal itu, kedelapanpuluh orang itu dipaksa berdiri saling merapat ke dinding serapat mungkin. Tubuh kedelapan puluh orang itu berdempetan satu sama lain sehingga sulit bernafas. Posisi itu dipaksa dipertahankan selama berjam-jam sambil dibentak-bentak. Mereka yang tidak tahan dan keluar atau terjatuh dari dempet-dempetan itu akan dipukuli habis-habisan.

Ada beberapa orang yang dipaksa meletakkan tangan dan tubuhnya merapat ke arah dinding selama berjam-jam. Kalau karena keletihan mereka menurunkan tangan atau melepaskan badannya dari dinding langsung dipukuli.

Ada 5-6 orang dipaksa tiarap lalu dipukuli kaki-kakinya sampai luka-luka.

Ada seorang pedagang yang usianya sudah sepuh, dari penampilannya dia orang kaya dan terhormat. Satu sel dengan Abu Umar. Dia sakit dan minta keluar ke WC untuk buang air besar.

“Kasihan sekali.. Begitu pintu sel dibuka, bukannya orang tua itu dibiarkan ke WC dia dipukuli habis-habisan sampai terberak-berak di celana…,” kenang Utsman.

Puncak Musim Dingin

Ketika musim dingin memuncak di awal Januari, bayangkan 110 orang di dalam sel hanya sebesar 4×6 meter per segi, tanpa selimut. Nafas mereka mengeluarkan uap. Karena begitu banyak uap yang keluar dari ventilasi kecil, sampai disangka oleh sipir penjara terjadi kebakaran saking banyaknya uap nafas yang keluar seperti asap.

Sama sekali tak ada belas kasihan kemanusiaan diantara sipir penjara itu. Utsman meyakini 99% sipir yang menyiksa mereka selama tiga bulan itu adalah orang Nusairiyah-‘Alawiyah (Syiah).

Selama tiga bulan Utsman tidak diinterogasi sama sekali. Padahal secara teori, interogasi itu satu-satunya jalan para tawanan untuk mungkin bebas.

“Meskipun setiap yang diinterogasi selalu disiksa habis-habisan,” jelas Utsman, “saya pikir lebih baik saya diinterogasi, toh saya memang tidak pernah melakukan apa yang mereka tuduhkan. Jadi saya pikir biarlah sampai bosan mereka menyiksa, mudah-mudahan akhirnya mereka bebaskan saya.”

Sesudah terus-menerus meminta akhirnya Utsman diinterogasi. Lagi-lagi ia ditanya tentang tiga hal yang dituduhkan kepadanya. Utsman bilang kepada mereka, “Saya pengungsi Palestina biasa, tidak ada hubungannya dengan revolusi ini.”

“Kami orang Palestina jumlahnya sedikit dan tujuan kami hanya memerdekakan negeri kami Palestina. Kami akhirnya juga akan pulang ke Palestina. Sepanjang hidup saya di Suriah saya juga tidak pernah mencuri atau terlibat kriminal, dan seluruh kewajiban sebagai pengungsi Palestina di Suriah selalu kami penuhi.”

Interogatornya bilang begini, “Kamu nggak usah sok nasionalis. Kami tahu semua sejarah hidup kamu. Kami juga tahu kamu relawan Hamas. Kami tahu siapa Hamas itu… Pengkhianat. Dulu kami bantu mereka, tapi sekarang mereka nggak mau bantu pemerintah ini…”

Lalu saya disiksa. Selama berjam-jam telapak kaki saya dipukul terus-menerus dengan sejenis benda keras terbuat dari silikon. Setiap kali dipukul yang kena adalah seluruh tulang telapak kaki bagian depan lalu alat pemukul itu langsung melesat menghajar tulang keringnya.

“Ini lihat ini…” Utsman melepaskan kaus kakinya, dan menunjukkan kedua telapak kakinya. “Ini waktu saya keluar penjara, hitam, penuh dengan darah beku…”

Kedua telapak kaki itu kini terkelupas sebagian besar kulitnya. Di kedua tulang keringnya masih ada bekas-bekas luka lebam.

Menurut Utsman, tujuan penyiksaan itu untuk memaksa dirinya mengakui ketiga hal yang dituduhkan itu.

Dia juga dipaksa menempelkan tubuh ke dinding sambil kedua tangannya diikat ke jendela entah selama berapa jam, ia tak ingat karena berkali-kali pingsan. Akibatnya selama hampir seminggu kedua ibu jari, telunjuk, dan jari tengahnya mati rasa.

Bekas-bekas siksaan yang ditunjukkan Utsman sesudah berhasil meninggalkan Suriah. foto: Sahabat Al-Aqsha | Sahabat Suriah

Tetap Alhamdulillah

“Alhamdulillah, Allah memberikan kesabaran kepada saya, menahan semua siksaan itu selama tiga bulan, sampai waktu disiksa saat interogasi pun saya tidak mengakui apa-apa. Saya yakin sabarnya saya tidak mengaku itu, dengan izin Allah, telah mempercepat kebebasan saya,” kata Utsman.

Sebab, masih kata Utsman, ada beberapa orang yang sebenarnya tidak melakukan apapun yang dituduhkan aparat intelijen Assad, tapi disiksa berat. Lalu diiming-imingi kebebasan kalau mengaku, begitu mengaku, bukannya dibebaskan, malah disiksa lebih berat dan diperpanjang masa penahanannya.

Tak lama sesudah interogasi yang berat itu, Utsman dibebaskan. Tengah malam di musim dingin ia dikeluarkan dari sebuah mobil, persis di tempat ia ditemui aparat intelijen yang lalu membawanya tiga bulan sebelumnya.

Baik tetangga maupun keluarganya tak bisa mengenalinya. Karena tubuhnya susut hampir separuh, bau busuk. Rambut, jenggot, dan kumisnya seperti orang yang berbulan-bulan terdampar di pulau terasing.

Alhamdulillah, Allah takdirkan Utsman berkumpul lagi dengan keluarga.

Waktunya berangkat sekarang. Begitu selesai wawancara ini dilakukan, Utsman dan keluarganya, serta sebuah keluarga lain, dan Tim SA2Suriah menembus perbatasan meninggalkan negeri yang pernah diberkahi oleh Allah itu… Namun kini porak-poranda oleh amarah penguasanya.

Menurut Syrian Network for Human Rights Documentation, sejak Maret 2011 sampai akhir bulan Januari, rezim Assad telah memenjarakan dan menyiksa tidak kurang dari 194.000 orang warga Suriah. Berbagai bentuk penyiksaan dan rincian jumlah korban kesadisan rezim ini di penjara bisa dibaca kembali di laporan yang pernah disiarkan oleh Sahabat Suriah ini: “Confirmed, Sebanyak 1215 Warga Syahid Diperkosa, Disalib, Disetrum, Disembelih dalam Tahanan Rezim Suriah”.

Insya Allah, kami tidak akan melupakanmu saudara-saudara di Suriah, baik yang di luar penjara, maupun yang masih di dalam penjara-penjara menahan beratnya siksa.

Semoga Allah ringankan penderitaan kalian di siang dan malam, dan menyegerakan kemenangan bagi kalian di dunia dan Akhirat.

Maafkan kami… Maafkan kami…* (Sahabat Suriah | Sahabat Al-Aqsha)

 

DONASI

 

Sampaikan Infaq terbaik anda melalui rekening

Donasi Palestina:
Bank Syariah Mandiri
No. Rek 7799800009 

an. Sahabat Al Aqsha Yayasan

Donasi Suriah:
Bank Syariah Mandiri
No. Rek 7799880002 

an. Sahabat Al Aqsha Yayasan

Untuk konfirmasi donasi anda, silakan klik di sini.

atau SMS ke
+62 877 00998 009 atau
+62 877 00998 002

Update Kabar Al-Aqsha dan Palestina via Twitter @sahabatalaqsha
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.


Posting ini berada dalam kategori : Analisa

« Bukan Cuma Bicara, Pemerintah Qatar Berbuat Nyata untuk Masjidil Aqsha dan Gaza
Sepuluh Tahun Kematian Rachel Corrie: Obama Diam, Supir Buldozer Tak Ingat »