Inilah Kejahatan Zionis kepada Wartawan Selama Mei 2015

19 June 2015, 16:12.
Nidal Eshtayeh sedang meliput aksi demonstrasi damai saat serdadu Zionis menembaknya di bagian mata, Mei lalu. Foto: Ahmad Al-Bazz ActiveStills

Nidal Eshtayeh sedang meliput aksi demonstrasi damai saat serdadu Zionis menembaknya di bagian mata, Mei lalu. Foto: Ahmad Al-Bazz ActiveStills

GAZA, Jum’at (Electronic Intifada): Pasukan penjajah Zionis tercatat 18 kali melakukan aksi kekerasan terhadap awak media sepanjang bulan Mei lalu. Yang terbaru penembakan terhadap seorang wartawan di bagian matanya.

Kelompok HAM yang berbasis di Ramallah, Palestinian Center for Media Freedoms and Development (MADA) mendokumentasikan sejumlah kasus penyerangan terhadap wartawan Palestina oleh pasukan Zionis di sepanjang Tepi Barat dan Jalur Gaza.

Gaza Center for Media Freedom menambahkan, tahun lalu merupakan masa-masa paling mengerikan bagi para wartawan Palestina. Mereka menyebutnya sebagai “Tahun hitam bagi kebebasan pers di Palestina”.

Dalam serangan Zionis ke Jalur Gaza musim panas lalu yang berlangsung 51 hari, sedikitnya 16 orang pekerja media dikabarkan tewas. Menurut data organisasi nirlaba Reporters Without Borders pada 2014, ‘Israel’ merupakan tempat kedua di dunia yang paling berbahaya bagi wartawan, setelah Suriah. Hingga saat ini, pasukan Zionis terus menyasar para wartawan dan pekerja media lainnya.

Pada 15 Mei lalu, seorang wartawan bernama Muhammad al-Hatab ditembak di bagian pahanya ketika sedang meliput aksi protes di Gaza saat peringatan Hari Nakbah (hari pengusiran besar-besaran rakyat Palestina tahun 1948). Ketika diserang, ia tengah merekam serdadu-serdadu Zionis yang sedang menembaki para pengunjuk rasa Palestina. Al Hatab mengatakan, tiba-tiba saja ia terjatuh setelah peluru menembus paha kanannya.

Dilarang Berobat

Kisah serupa dialami oleh wartawan foto kantor berita China Xhinhua, Nidal Eshtayeh. Eshtayeh yang ditempatkan di Tepi Barat ini ditembak di mata kirinya oleh pasukan Zionis saat sedang meliput aksi unjuk rasa di wilayah pos pemeriksaan, Nablus pada 16 Mei.

Pada aksi unjuk rasa yang sama, reporter paruh waktu asal Italia, Samantha Comizzoli juga diserang. Peluru Zionis mengenai bagian dadanya. “Begitu unjuk rasa dimulai, serdadu-serdadu Zionis mulai melepas bom suara untuk membubarkan demonstran. Setelahnya mereka menembaki awak media dengan peluru ‘karet’,” ujar Esthayeh kepada MADA.

Padahal, ia melanjutkan, unjuk rasa kala itu berlangsung damai, tidak ada aksi pelemparan batu dan para wartawan foto pun tidak mengambil gambar. Menurut pengakuan Eshtayeh kepada kantor berita AFP, penjajah Zionis juga menghalang-halanginya untuk berobat ke Baitul Maqdis terjajah. Penjajah Zionis menolak izin masuk ke Baitul Maqdis terjajah yang diajukan oleh Eshtayeh untuk keperluan berobat, melalui pengacaranya dan Palang Merah Internasional.

Pada 22 Mei, pasukan Zionis menyerang awak media Palestine TV dengan bom gas dan granat kejut saat aksi unjuk rasa mingguan di daerah Silwad. MADA juga mendokumentasi delapan kekerasan terhadap awak media oleh otoritas Palestina selama Mei lalu.

Pada 3 Mei, pasukan keamanan otoritas Palestina menangkap, menginterogasi lalu menyekap Iman Mustafa, awak media yang bekerja untuk Jerusalem News Network dan Siraj Media Network hanya karena sebuah komentar yang ditulisnya di Facebook. Ia akhirnya dibebaskan, namun harus menghadiri persidangan.

Otoritas Palestina memang mengawasi secara ketat kritik-kritik terhadap kebijakan politik yang disampaikan di Facebook dan media sosial lainnya. Para aktivis dan wartawan yang kritis biasanya akan langsung diinterogasi dan ditangkap. Zeid Abu Arra yang berasal dari wilayah Tubas di Tepi Barat, bulan lalu diinterogasi pemerintah Otoritas Palestina setelah ia mengatai-ngatai aparat intelijen yang menyekap ayahnya, di Facebook.

Di Jalur Gaza, kekerasan terhadap awak media juga terjadi. Wartawan foto olahraga, Saeed Kilani (31), diserang polisi Gaza setelah memotret aksi pemukulan oleh polisi terhadap beberapa fans olahraga ketika berlangsung pertandingan sepak bola 1 Mei lalu. “Tujuh orang polisi menyerang saya. Kaki dan bahu saya sampai terluka,” ujarnya.

Keesokan paginya, ia melanjutkan, sekitar 15 orang polisi mendatangi rumahnya dan berniat menangkapnya tanpa surat resmi. Ketika itu, Kilani sedang tidak di rumah. Tak lama setelah peristiwa ini, jurubicara polisi meminta maaf lewat televisi. Tapi anehnya, pada sore harinya, lima orang polisi datang kembali ke rumahnya untuk menangkap Kilani. “Saya menolak ikut karena mereka tidak membawa surat resmi penangkapan,” imbuhnya.

Wartawan lainnya, Muhammad Fayyad yang bekerja untuk Al Jazeera Arab melaporkan dipukuli polisi Gaza ketika sedang meliput kunjungan menteri Turki. Ketika tiba di sebuah gedung kementerian di Gaza, seorang petugas keamanan mendorongnya. Setelah kena pukul di bagian kepalanya, Fayyad melayangkan surat protes kepada kantor polisi setempat. Fayyad juga sempat ditangkap, namun tak lama kemudian dibebaskan setelah membayar uang jaminan. (Electronic Intifada | Sahabat Al-Aqsha/Tia)

Update Kabar Al-Aqsha dan Palestina via Twitter @sahabatalaqsha
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.


Posting ini berada dalam kategori : Kabar Al-Aqsha & Palestina

« Pariwisata ke ‘Israel’ Merosot, Perekonomian Memburuk
Jum’at Pertama Ramadhan, 220.000 Muslim Shalat Jum’at di Masjidil Aqsha »