Tim Tanggap Darurat Bergerak Mengekang Covid-19 di Kamp Muhajirin Rohingya, Satu Blok Ditutup Total
16 May 2020, 08:29.

Foto: AFP
BANGLADESH (Aljazeera) – Tim tanggap darurat bergerak cepat pada hari Jumat (15/5/2020) untuk mencegah wabah Covid-19 menyebar lebih jauh ke kamp pengungsian terbesar sedunia di Cox’s Bazar.
Tepatnya setelah kasus infeksi pertama ditemukan dari tempat tinggal bagi satu juta Muhajirin Rohingya di Bangladesh tersebut.
Pejabat setempat, Mahfuzar Rahman mengatakan pada hari Jumat bahwa satu blok kamp pengungsian yang menaungi sekira 5.000 Muhajirin Rohingya telah ditutup total.
“Kami telah me-“lockdown” blok tersebut, untuk mencegah siapapun keluar masuk rumahnya,” jelasnya.
Rahman menambahkan bahwa pemerintah juga berusaha melacak orang-orang yang mengalami kontak dengan pasien yang terinfeksi itu.
Nantinya mereka akan dibawa ke pusat karantina yang didirikan di kamp pengungsian.
Seorang pengacara senior Refugee International, Daniel Sullivan mengatakan bahwa penemuan kasus pertama Covid-19 di kamp pengungsi Rohingya ini merupakan skenario buruk yang menjadi kenyataan.
Sedangkan Sam Brownback, seorang pejabat senior Amerika Serikat yang pernah mengunjungi para Muhajirin Rohingya di Bangladesh, menyebutkan bahwa hanya masalah waktu saja sampai virus tersebut menyebar ke seantero kamp.
“Kamp pengungsian itu sudah sangat padat. Virus Covid-19 akan menyebar di sana dengan sangat cepat, ” jelasnya.
Sebelumnya, pada hari Kamis (14/5/2020) koordinator kesehatan lokal Abu Toha Bhuiyan mengatakan bahwa dua orang muhajirin di Cox’s Bazar dinyatakan positif Covid-19.
Namun WHO mengklarifikasi setelahnya bahwa salah seorang di antaranya merupakan penduduk lokal Bangladesh yang memang tinggal di dekat kamp, bukan pengungsi Rohingya.
Juru bicara WHO Catalin Bercaru mengatakan kepada AFP bahwa tim tanggap darurat sedang dikirim. Orang-orang yang mempunyai kontak dengan kedua pasien positif Covid-19 tersebut akan ditelusuri untuk menjalani tes dan karantina.
Shahim Jahan dari Save the Children mengatakan, “Kami sedang bersiap akan kemungkinan terburuk bahwa ribuan nyawa (di Bangladesh) akan menjadi korban akibat Covid-19 ini.”
Jauh hari sebelumnya, sudah banyak kekhawatiran bahwa virus corona akan menyebar cepat di 34 kamp pengungsian yang penuh sesak dan tak memiliki fasilitas kebersihan yang memadai itu.
Sekira 750.000 Muslim Rohingya telah berada di sana sejak operasi pembantaian yang dilakukan militer Myanmar pada tahun 2017 yang lalu.
Pada bulan April, pemerintah Bangladesh telah mengunci wilayah Cox’s Bazar dan 3,4 juta penduduknya (termasuk para Muhajirin Rohingya) setelah ditemukan beberapa kasus Covid-19 di negara tersebut.
Bangladesh menutup akses keluar masuk kamp dan memerintahkan lembaga-lembaga kemanusiaan untuk mengurangi kru yang bertugas di sana sampai 80%.
Pemerintah juga telah menerapkan “lockdown” nasional kepada 160 juta penduduknya.
Meski begitu, jumlah kasus Covid-19 kian bertambah banyak dalam beberapa hari terakhir dengan hampir 19.000 kasus dan 300 kematian dilaporkan sampai Kamis (14/5/2020).
Para aktivis dan kelompok HAM juga mengkritik kebijakan pemerintah Bangladesh yang memblokir akses internet di kamp pengungsian Rohingya.
Penutupan akses internet tersebut menyebabkan banyak berita palsu dan kabar tak berdasar beredar mengenai wabah corona ini di seantero kamp.
“Akses komunikasi yang terbuka sangat krusial untuk memberitahukan pentingnya menjaga kebersihan serta melacak proses penyebaran virus tersebut,” jelas Sullivan.
“Saya sudah meminta pemerintah Bangladesh untuk membuka akses internet. Sangat aneh bagiku bahwa (sampai saat ini) mereka tidak melakukannya,” kata Brownback dari Washington, DC. (Aljazeera)
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.
