Muhajirin Rohingya yang Mendarat di Aceh Ungkap Saat-saat Penuh Bahaya Selama Pelayaran
29 December 2022, 04:20.
ACEH (Benarnews) – Muhammad Taher tahu bahwa dia akan mempertaruhkan nyawanya ketika dia memutuskan untuk meninggalkan kamp pengungsian Rohingya di Bangladesh dengan menempuh jalur laut, tetapi ayah empat anak itu sangat butuh pekerjaan yang lebih layak untuk menghidupi keluarganya.
Hampir saja yang dia takutkan terjadi.
Seminggu setelah perahu yang membawa lebih dari 180 orang berangkat, mesin mengalami kerusakan. Mereka lalu memasang layar darurat dari lembaran plastik. Tak berselang lama, persediaan makanan dan air habis. Penumpang harus minum air laut, tuturnya.
“Banyak yang meninggal selama perjalanan karena kelaparan dan tidak ada makanan. Dua puluh dari mereka,” kata Taher, 38 tahun, menambahkan bahwa jenazah mereka terpaksa dibuang ke laut.
“Di atas kapal, kami tidak bisa berbaring. Semua orang duduk karena jumlah kami terlalu banyak,” lanjut Taher.
![Para Muhajirin Rohingya makan di tempat penampungan sementara setibanya mereka di Laweueng, Provinsi Aceh, 27 Desember 2022 [Chaideer Mahyuddin/AFP]](http://sahabatalaqsha.com/nws/wp-content/uploads/2022/12/Berita-3749-29-Desember-2022.png-makan.png)
Para Muhajirin Rohingya makan di tempat penampungan sementara setibanya mereka di Laweueng, Provinsi Aceh, 27 Desember 2022 [Chaideer Mahyuddin/AFP]
Sebuah video yang dibagikan oleh penduduk setempat menunjukkan para Muhajirin Rohingya tiba pada hari Senin (26/12/2022), dan sebagian besar terdiri atas wanita serta anak-anak.
Setelah turun dari perahu, mereka langsung tersungkur di pantai, dengan badan yang tampak kurus kering dan kelelahan.
Ahad sehari sebelumnya, kapal lain dengan hampir 60 Muhajirin Rohingya–semuanya laki-laki–juga mendarat di Aceh, di atas sebuah perahu kayu.
Hanya Terlihat Lautan Saja
Taher mengatakan dia berada di laut selama 35 hari sebelum perahu akhirnya mencapai pesisir pantai Aceh.
“Ke mana pun kami melihat, semuanya laut,” terangnya.
Dia meninggalkan istri dan empat anaknya di Cox’s Bazar, sebuah distrik di tenggara Bangladesh, tempat sekira 1 juta Muhajirin Rohingya berlindung.
“Tujuan saya adalah pergi ke Indonesia,” katanya, “saya meninggalkan keluarga saya di kamp karena saya ingin bekerja di sini.”
“Kami datang ke sini dari kamp pengungsi Rohingya terbesar di Bangladesh dengan harapan masyarakat Indonesia akan memberi kami kesempatan menempuh pendidikan. Saya ingin melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi,” kata seorang Muhajirin Rohingya lainnya, Umar Faruq, kepada AFP.
Meski kepolisian Indonesia mengatakan bahwa ada 185 orang yang turun dari perahu, International Organization for Migration (IOM) dan UNHCR merevisi jumlah tersebut menjadi 174.
Bahkan menurut informasi IOM, ada 107 anak dalam rombongan tersebut dan sekira 26 orang kehilangan nyawa dalam perjalanan.
Ann Maymann, perwakilan UNHCR di Indonesia, berterima kasih kepada pihak berwenang Indonesia dan masyarakat di Aceh karena mengizinkan para Muhajirin Rohingya mendarat.
Pada tahun 2022 saja, lebih dari 2.000 warga Rohingya telah dibawa ke laut dengan perahu penyelundup melewati Teluk Bengal dan Laut Andaman, dan hampir 200 orang dilaporkan meninggal akibat perjalanan maut itu sejauh ini, kata UNHCR dalam pernyataannya Selasa (27/12/2022).
Indonesia telah membantu menyelamatkan hampir 500 Muhajirin Rohingya yang tiba dengan empat perahu berbeda selama enam minggu terakhir, lanjut UNHCR.
“UNHCR mendesak negara-negara lain untuk mengikuti contoh ini. Banyak negara lain tidak bertindak, meskipun sudah banyak permohonan dan imbauan untuk memberikan bantuan,” tambahnya.
![Muhajirin Rohingya menerima perawatan medis di tempat penampungan sementara di Pidie, Provinsi Aceh, Indonesia, 26 Desember 2022. [Antara/Joni Saputra/via Reuters]](http://sahabatalaqsha.com/nws/wp-content/uploads/2022/12/Berita-3749-29-Desember-2022.png-infus.png)
Muhajirin Rohingya menerima perawatan medis di tempat penampungan sementara di Pidie, Provinsi Aceh, Indonesia, 26 Desember 2022. [Antara/Joni Saputra/via Reuters]
Amnesty International mengatakan, kedatangan gelombang Muhajirin Rohingya ini menunjukkan situasi yang memburuk di Myanmar setelah kudeta militer pada Februari 2021, serta kondisi kamp yang keras di Bangladesh.
“Tahun ini bisa menjadi salah satu yang paling mematikan bagi orang-orang Rohingya yang melakukan perjalanan berbahaya melalui laut,” kata Usman Hamid, Direktur Eksekutif Amnesty International di Indonesia.
“Dalam keadaan apa pun, pihak berwenang tidak boleh mengirim seseorang kembali ke negara di mana mereka menghadapi penganiayaan atau pelanggaran hak asasi manusia,” tegasnya. (Benarnews)
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.
