Bukan yang Tiba di Aceh, Kapal yang Berangkat dari Bangladesh Tanggal 2 Desember Masih Hilang
29 December 2022, 09:12.

Noor Fatema (5 tahun) dan Umme Mah (3 tahun), dipotret pada tanggal 1 Desember 2022, sehari sebelum mereka berangkat menggunakan kapal bersama ibunya, Ayesha Khatoon, menuju Malaysia.
(VoA News) – Ahad (25/12/2022), UNHCR mengatakan bahwa sekira 180 warga Rohingya dikhawatirkan telah tenggelam di laut setelah perahu mereka meninggalkan Bangladesh menuju Malaysia awal bulan ini.
Ketika sebuah perahu yang membawa 174 Muhajirin Rohingya terdampar di Aceh pada hari Senin (26/12/2022), banyak orang berspekulasi bahwa merekalah yang dianggap telah tenggelam oleh badan kepengungsian PBB tersebut.
Namun, beberapa warga Rohingya di kamp pengungsian Bangladesh dan Malaysia, yang berhasil berkomunikasi dengan para Muhajirin yang diselamatkan hari Senin, menegaskan bahwa 174 orang itu bukanlah 180 Muhajirin yang masih hilang dan dikhawatirkan tenggelam di lautan.
Beberapa warga Rohingya di Malaysia dan Bangladesh mengatakan pada hari Jumat (23/12/2022) bahwa kerabat mereka yang telah meninggalkan Bangladesh dengan perahu pada tanggal 2 Desember, hilang di laut, dengan sekira 180 orang berada di atas perahu tersebut.
Mohammed Rezuwan Khan, seorang aktivis Rohingya di Cox’s Bazar, mengatakan pada hari Selasa (27/12/2022) bahwa dia berbicara dengan saudara perempuannya–yang merupakan salah satu dari 174 Muhajirin yang diselamatkan di Indonesia–melalui telepon dan memverifikasi bahwa perahu yang berlayar dari Bangladesh pada tanggal 2 Desember–yang mengangkut sekira 180 orang penumpang–masih hilang.
“Perahu yang ditumpangi saudari saya berangkat dari Bangladesh pada 25 November, dengan sekira 200 orang di atasnya, menuju Malaysia. Mesinnya rusak beberapa hari kemudian. (Mereka) terombang-ambing selama berminggu-minggu, dan persediaan makanan serta air di perahu sudah habis sebelum terdampar di Indonesia pada hari Senin. Namun, kami tetap berkomunikasi melalui telepon satelit sampai mendekati Indonesia,” ucap Khan.
“Yang pasti, perahu yang diselamatkan di Indonesia pada Senin, bukanlah (perahu) yang meninggalkan Bangladesh pada tanggal 2 Desember,” jelas Khan.
Khan menambahkan bahwa saudara perempuannya yang seorang janda itu naik perahu bersama putrinya yang berusia 5 tahun untuk menuju Malaysia.
“Kakak saya mengatakan bahwa sedikitnya 25 orang di perahunya meninggal setelah mesin perahu rusak pada tanggal 4 Desember, lalu hanyut selama berminggu-minggu.”
Khan menggambarkan cobaan berat saudara perempuannya di laut. Ketika perahu mereka hanyut lalu kehabisan makanan dan air, sebuah perahu angkatan laut Thailand muncul, meski sedikit jauh jaraknya.
Sekira 20 orang dari perahu melompat ke laut dan mencoba berenang lebih dekat ke perahu angkatan laut tersebut, berharap mendapatkan makanan dan air. Namun, mereka tidak mendapat bantuan apa pun. Para perenang kemudian tersapu oleh arus yang kuat dan tidak dapat kembali ke perahu mereka.
“Dia juga mengatakan bahwa selama 13 hari mereka tidak makan maupun minum sebelum mendarat di Indonesia. Ada yang mati karena kelaparan dan minum air laut.”
Sementara itu, kerabat dari penumpang perahu yang hilang mengatakan bahwa mereka kehilangan kontak sejak 8 Desember.
Mohammad Rofik, seorang Muhajirin Rohingya yang mendarat di Malaysia dari Bangladesh pada bulan Maret, mengatakan bahwa istrinya, Ayesha Khatoon, dan dua putri mereka, berusia 5 dan 3 tahun, berada di perahu yang hilang.
“Setelah perahu meninggalkan Bangladesh pada tanggal 2 Desember, hampir setiap hari ipar laki-laki saya atau saya menelepon menggunakan telepon satelit awak perahu untuk memeriksa apakah semuanya baik-baik saja dengan perahu dan keluarga saya. Ipar laki-laki dan saya juga tidak berhasil menghubungi melalui telepon. Banyak orang lain yang memiliki kerabat di perahu itu juga memberi tahu kami bahwa sejak 8 Desember, mereka gagal mendapatkan akses ke telepon tukang perahu itu,” tutur Rofik.
“Anak perempuan saya sangat merindukan saya. Bersama istri dan anak perempuan saya, saya bermimpi untuk membangun rumah yang bagus di Malaysia. Jadi, saya menyuruh mereka datang ke Malaysia dan bergabung dengan saya di sini,” jelas Rofik.
Rashidullah, seorang Muhajirin Rohingya di Cox’s Bazar mengatakan, putrinya yang berusia 16 tahun, Umme Salima, berada di perahu yang hilang.
“Saya sangat miskin, dan saya memiliki tujuh putri yang belum menikah. Salima adalah yang tertua di antara mereka. Saya menempatkannya di atas perahu dengan harapan bahwa ada pria Rohingya di Malaysia yang bersedia menikahinya. Sekarang putri saya hilang, dan banyak yang mengatakan bahwa ia bersama semua orang lain di perahu tersebut telah tenggelam di laut,” kata Rashidullah.
Namun, beberapa Muhajirin Rohingya bersikeras bahwa terlalu dini untuk memastikan semua penumpang di perahu yang hilang itu benar-benar telah meninggal.
“Perahu yang terdampar di Indonesia membutuhkan waktu 31 hari untuk mencapai Indonesia dari Bangladesh. Perahu yang hilang ini meninggalkan Bangladesh 25 hari yang lalu. Kita harus menunggu beberapa hari atau minggu lagi untuk memastikan bahwa mereka sudah tidak ada lagi,” jelas Mohammad Hussain, seorang pemimpin komunitas Rohingya di Cox’s Bazar pada hari Selasa (27/12/2022).
“Saya juga belum percaya anak dan istri saya meninggal,” kata Rofik, di Malaysia, “jika Allah menghendaki, Dia dapat mendatangkan anak dan istri saya kepada saya dengan selamat, melalui sebuah keajaiban.” (VoA News)
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.
