Terombang-ambing Hampir Sebulan, Hatemon Nesa: “Allah yang Maha Kuasa Menyelamatkan Nyawa Kami”
29 December 2022, 09:15.

Foto: Arab News
ACEH (Arab News) – Ketika Hatemon Nesa menaiki perahu kayu dari kamp pengungsian Cox’s Bazar pada akhir November, dia berharap dapat menemukan kehidupan yang lebih baik untuk anak perempuannya yang masih kecil.
Bersama putrinya, Ummu Selima, yang baru berusia lima tahun itu, dia memulai perjalanannya, meninggalkan putri sulungnya bersama anggota keluarga lainnya di kamp pengungsian.
Akan tetapi, mesin kapal rusak sekira seminggu kemudian. Dia dan putrinya, bersama 172 Muhajirin lainnya yang kebanyakan wanita dan anak-anak itu hanyut di Laut Andaman selama berminggu-minggu, tanpa makanan maupun air.
Tidak ada negara regional yang melakukan penyelamatan, meskipun PBB telah menyeru pekan lalu akan gentingnya situasi. Hingga akhirnya mereka berhasil mendarat ke tempat aman ketika kapal mereka memasuki perairan Indonesia pada Senin (26/12/2022).
Pada hari Rabu (28/12/2022), tim Arab News membantu menghubungkan kembali Nesa dengan keluarganya, yang tidak dapat menghubunginya selama berminggu-minggu dan terus mengkhawatirkan kemungkinan terburuk.
“Allah yang Maha Kuasa menyelamatkan nyawa kami,” ucap Nesa dalam panggilan video dari tempat penampungan di Provinsi Aceh, saat dia berbicara dengan saudara laki-laki dan ibunya yang masih bertahan di Cox’s Bazar.
“Kami kelaparan saat terombang-ambing di atas perahu… Saya tidak bisa makan apa pun. Jika saya memegang botol air di tangan, pasti akan dicuri. Saya hanya bisa minum air ketika turun hujan.”
“Nasi dan lentil yang ibu berikan untuk bekal makan, dengan energi itu saya bisa sampai ke Indonesia,” kata Nesa kepada ibunya, saat keduanya menangis.
Setiap kali ada kapal lain yang terlihat, dia dan pengungsi lain di atas kapal akan berteriak minta tolong. Namun, selama berminggu-minggu jeritan mereka tidak didengar.
“Kami banyak berteriak dan melambaikan tangan sebisa mungkin. Sampai-sampai rasanya tangan kami akan lepas dari badan kami,” ungkap Nesa.
Kerabatnya, Rahena, 19 tahun, yang juga berada di atas perahu, menceritakan bagaimana derita mereka saat terombang-ambing selama hampir satu bulan.
“Tangisan anak-anak karena kelaparan tak bisa ditahan lagi,” katanya, seraya menambahkan bahwa sedikitnya 20 penumpang di antara mereka tewas di perjalanan.
Tidak ada bantuan datang ketika kapal mereka memasuki perairan Malaysia awal bulan ini. Tidak ada yang datang ketika mereka melewati perairan India.
Padahal saudara laki-laki Nesa, Mohammed Rezuwan Khan, seorang aktivis Rohingya di Cox’s Bazar, berulang kali memohon agar mereka diselamatkan.
Perjalanan Nesa dan putri kecilnya, begitu pula ratusan Muhajirin Rohingya lainnya, belum berakhir karena Indonesia bukan salah satu anggota dalam Konvensi Pengungsi 1951, yang berarti mereka tidak dapat meminta suaka.
Namun, untuk saat ini mereka aman dan dapat kembali berkomunikasi dengan keluarganya. (Arab News)
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.
