Terpisah 2,5 Tahun, Keluarga Muhajirin Yaman Akhirnya Berkumpul Kembali

1 January 2023, 05:06.
Hamzah, Hazem, Hassan dan Azzam Hareth bersama orang tua mereka Hussein dan Ferdowz. Foto: Joel Goodman/The Guardian

Hamzah, Hazem, Hassan dan Azzam Hareth bersama orang tua mereka Hussein dan Ferdowz. Foto: Joel Goodman/The Guardian

INGGRIS (The Guardian) – Sebuah keluarga Muhajirin Yaman berhasil berkumpul bersama lagi setelah terpisah selama dua setengah tahun, pasca Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencabut ancaman deportasi terhadap tiga anggota keluarga tersebut karena masuk ke Inggris secara ilegal.

Keluarga Hareth, yang terdiri atas ibu (bernama Ferdowz) dan ayah (bernama Hussein)–yang keduanya berusia 55 tahun–dan keempat anaknya, Hamzah (27), Hassan (25), Hazem (24), serta Azzam (14), menyelamatkan diri dari perang berkepanjangan di Yaman.

Namun, mereka memiliki jalan yang berbeda untuk menuju ke Inggris.

Awalnya mereka tinggal di negara tetangga setelah meninggalkan Yaman, tetapi kemudian mereka terpaksa melarikan diri lagi dari negara itu setelah diancam akan dideportasi ke Yaman.

Sang ayah, Hussein, memperoleh visa untuk datang ke Inggris, melakukan perjalanan ke sana menggunakan pesawat, mengajukan suaka, dan diberikan status sebagai pengungsi.

Sementara Ferdowz dan Azzam setelah itu diberikan hak untuk bergabung dengannya di Manchester di bawah aturan penyatuan kembali keluarga para pengungsi.

Namun, tiga anak yang paling besar, Hamzah, Hassan dan Hazem tidak dapat memperoleh visa untuk bepergian ke Inggris. Dengan demikian, mereka tidak punya pilihan selain menggunakan jasa penyelundup yang menagih biaya masing-masing £3.000 (sekira 56 juta rupiah).

Mereka dibawa dalam perjalanan berbelit-belit oleh penyelundup dari Turki ke Ekuador menggunakan pesawat. Kemudian dari Ekuador ke Spanyol dengan penerbangan lain.

Dari sana, mereka melakukan perjalanan ke Calais dan mencoba menyeberangi Selat dengan sampan.

Pada satu waktu, salah satu dari ketiganya tergelincir keluar sampan dan tercebur ke dalam air, namun berhasil diselamatkan oleh saudara-saudaranya. Perjalanan ketiga bersaudara itu memakan waktu satu tahun, sementara perjalanan orang tua dan adik mereka hanya dalam hitungan jam.

Hussein mengatakan, dia diliputi rasa bersalah karena perjalanannya begitu cepat dan mudah, sedangkan perjalanan ketiga putranya begitu panjang dan berbahaya.

Baru beberapa minggu ketiga bersaudara itu tiba di Inggris pada tahun 2020, aparat menangkap mereka, menempatkan mereka di pusat tahanan imigrasi dan memberi tahu bahwa mereka akan dipindahkan paksa ke Spanyol–negara yang mereka lewati sebelum ke Inggris.

Untungnya, mereka menerima penangguhan hukuman pada menit-menit akhir dan Kemendagri setuju untuk mempertimbangkan kembali kasus mereka di Inggris dibanding memindahkannya secara paksa ke Spanyol.

Hingga pada akhir bulan ini, ketiga bersaudara tersebut menerima kabar dari Kemendagri bahwa ketiganya telah diberikan status pengungsi. Keluarga Hareth akhirnya dapat berkumpul lagi untuk pertama kalinya tanpa takut dipisahkan secara paksa.

“Ketika Kementerian Dalam Negeri menempatkan kami di pusat penahanan, kami mendapat banyak dukungan dari badan amal dan warga Inggris. Mereka benar-benar mendukung kami. Sekarang kami sudah mendapat status pengungsi dan keluarga kami bisa tinggal bersama, kami sangat senang,” ucap Hassan.

Ketiga bersaudara itu sekarang sedang menempuh studi, dua di antaranya menjadi sukarelawan di badan amal FareShare, dan yang ketiga menjadi sukarelawan sebagai penerjemah bahasa Arab. (The Guardian)

Keluarga Hareth bersatu kembali di Inggris untuk pertama kalinya, di luar bandara Manchester. Foto: Keluarga Hareth

Keluarga Hareth bersatu kembali di Inggris untuk pertama kalinya, di luar bandara Manchester. Foto: Keluarga Hareth

 

Update Kabar Al-Aqsha dan Palestina via Twitter @sahabatalaqsha
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.


Posting ini berada dalam kategori : Kabar Al-Aqsha & Palestina

« UNHCR Desak Dunia Internasional Ikuti Langkah Indonesia Bantu Penyelamatan Muhajirin Rohingya
Sastrawan Terkemuka Uyghur yang Disekap Rezim Komunis Meninggal Tak Lama Setelah Dibebaskan »