Keluarga Yaman Bertahan di Tengah Musim Dingin yang Berat dan Kepungan Peperangan

2 January 2023, 18:54.
Muhajirin Yaman di kamp Dharawan, di pinggiran utara Sanaa, ibu kota Yaman, pada 7 Desember 2022. Foto: Mohammed Mohammed/Xinhua

Muhajirin Yaman di kamp Dharawan, di pinggiran utara Sanaa, ibu kota Yaman, pada 7 Desember 2022. Foto: Mohammed Mohammed/Xinhua

YAMAN (English News) – Di tengah suhu beku yang melanda wilayah Yaman, ribuan keluarga Muhajirin berjuang untuk bertahan hidup di musim dingin yang keras; masih di dalam pusaran dan kepungan perang yang menghancurkan serta berlarut-larut.

Berkerumun di tenda-tenda mereka yang compang-camping, para Muhajirin di kamp pengungsian Dharawan, yang terletak di pinggiran utara Sanaa, benar-benar kesulitan akibat suhu dingin.

“Kami telah tinggal di kamp ini selama empat tahun. Setiap musim dingin, kami sangat kesulitan karena kedinginan. Musim dingin ini, beberapa anak dan orang tua jatuh sakit. Kami tidak dapat memberikan perawatan yang layak kepada mereka sehingga mereka meninggal,” ucap Fawzia Nasser, seorang ibu dari 12 anak.

Fawzia dan semua anggota keluarganya tinggal di dalam tenda yang hampir tidak bisa melindungi mereka dari angin yang membekukan. Tiga putranya juga sakit, tetapi tidak ada yang datang membantu mereka.

Terletak di tengah dataran tinggi Yaman, kondisi Sanaa lebih dingin dari sebagian besar Semenanjung Arab. Terlebih pada malam hari di musim dingin, terasa sangat menusuk bagi mereka yang tidak memiliki atap di atasnya.

Mohammad Hussein yang berusia 70 tahun pindah bersama istri dan delapan anaknya ke kamp Dharawan pada tahun 2015. Keluarganya merupakan salah satu penghuni terlama di kamp pengungsian tersebut.

Dia mengatakan bahwa dia telah “melupakan semua harapan dan impiannya”, karena perang terus berkecamuk tanpa henti dan kondisi kehidupan di kamp semakin memburuk dari tahun ke tahun.

“Saya seorang lelaki tua yang kehilangan rumah. Yang saya miliki hanyalah sebuah tenda yang rusak. Anak-anak saya kelaparan dan menggigil kedinginan. Situasi ini sangatlah berat dan sulit,” sebut Muhajirin lansia itu.

Saat tiba di lokasi itu, sebagian besar Muhajirin mengira mereka dapat menemukan keamanan dan perlindungan.

Namun, seiring perang yang berlarut-larut, apa yang seharusnya menjadi tempat penampungan sementara bagi lebih dari 500 keluarga Muhajirin itu secara bertahap menjadi daerah kumuh permanen. Para Muhajirin terpaksa bertahan; tanpa ada perubahan berarti.

Keluarga Muhajirin di kamp Dharawan kekurangan pakaian, selimut, air minum, makanan, perawatan medis, sepatu, dan susu untuk anak-anak mereka.

Banyak dari mereka tidur dalam keadaan lapar di lantai yang dingin, yang menyebabkan banyak di antara mereka mengalami radang akibat suhu yang menusuk tulang.

“Di musim panas, ada hujan lebat dan penyakit menular. Di musim dingin, kami mengalami radang dingin (frostbite) dan banyak penyakit lain,” kata Hussein.

Yaman telah terperosok dalam perang sejak akhir 2014, ketika milisi syiah Houthi yang didukung Iran menguasai sebagian besar wilayah utara negara itu dan memaksa pemerintah yang didukung Saudi keluar dari ibu kota Sanaa.

Perang berkepanjangan menyebabkan apa yang oleh PBB disebut sebagai krisis kemanusiaan terbesar di dunia. Diperkirakan seperempat dari populasi negara itu, atau lebih dari 4 juta, telah mengungsi selama perang. (English News)

Seorang bocah di kamp Dharawan, di pinggiran utara Sanaa, ibu kota Yaman, pada 7 Desember 2022. Foto: Mohammed Mohammed/Xinhua

Seorang bocah di kamp Dharawan, di pinggiran utara Sanaa, ibu kota Yaman, pada 7 Desember 2022. Foto: Mohammed Mohammed/Xinhua

 

Update Kabar Al-Aqsha dan Palestina via Twitter @sahabatalaqsha
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.


Posting ini berada dalam kategori : Kabar Al-Aqsha & Palestina

« Muhajirin Rohingnya Gelar Unjuk Rasa, Desak Pengembalian ke Tanah Airnya secara Aman dan Bermartabat
Mengapa Dunia Masih Bungkam Atas Kejahatan dan Genosida di Turkistan Timur? »