Wanita Hamil di Gaza Menanggung Penderitaan di Tengah Pengeboman Brutal ‘Israel’
24 October 2023, 21:08.

Seorang wanita Palestina menghibur anak-anaknya, yang ikut terluka dalam serangan ‘Israel’, di Rumah Sakit Shifa di Kota Gaza. Foto: Reuters
(TRT World | DAWN) –Di antara lebih dari 1,6 juta orang di Gaza, Palestina, yang sangat membutuhkan bantuan kemanusiaan, anak-anak, ibu hamil, dan orang lanjut usia tetap menjadi kelompok yang paling rentan.
Setidaknya 50.000 wanita hamil di Gaza yang dilanda perang tidak dapat mengakses layanan kesehatan penting, menurut Organisasi Kesehatan Dunia, dan sekitar 5.500 orang akan melahirkan dalam bulan mendatang.
Menurut laporan Dana Kependudukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFPA), sekitar 160 wanita melahirkan setiap hari di tengah pengeboman. Sementara itu, diperkirakan 45 wanita dilaporkan meninggal dengan bayi masih dalam kandungan mereka.
“Setiap kali ada pengeboman, saya ketakutan. Kaki saya lumpuh, saya tidak bisa berjalan, saya tidak bisa bergerak, apalagi saya punya anak dan saya harus bangun untuk berlari agar mereka tetap aman. Saya mengkhawatirkan mereka dan bayi saya yang belum lahir,” kata seorang perempuan Gaza yang tidak mau disebutkan namanya kepada UNFPA.
“Saya dijadwalkan melahirkan bulan ini, dan saya tidur di jalanan. Dada saya sakit, pilek dan batuk. Tidak ada air sama sekali. Kami mencoba mencuci makanan kami, tetapi airnya tidak bersih. Masalah yang paling mendesak saat ini adalah membersihkan toilet,” tambahnya.
Selain itu, kesulitan dalam menjaga kebersihan menstruasi semakin parah sehingga mendorong para wanita menggunakan larutan kimia untuk menunda menstruasi karena tidak tersedianya produk sanitasi.
Menurut para bidan, kaum ibu di wilayah tersebut berisiko tidak menerima pengobatan untuk “lima besar” faktor yang berkontribusi terhadap bayi lahir mati, kematian bayi baru lahir, dan kematian ibu, yaitu perdarahan, infeksi, kehamilan ektopik yang pecah, serta preeklamsia dan eklamsia yang tidak diobati, dilansir dari CBC News.
Dalam beberapa video yang dirilis oleh media internasional dan orang-orang yang secara eksklusif meliput krisis di Gaza, para wanita hamil di rumah sakit hanya dapat melahirkan melalui persalinan normal karena tidak ada sumber daya yang tersedia untuk melakukan operasi.
Dalam video besutan Motaz Azaiza yang kemudian di-take down oleh Meta, para wanita juga mengalami kematian akibat kehilangan darah setelah melahirkan. Kebanyakan wanita juga mengalami kejang selama kehamilan karena trauma perang yang berkepanjangan.
“Sangat penting bahwa setiap orang yang melahirkan mendapat pertolongan dari layanan kesehatan atau penyedia layanan yang ahli dalam perawatan obstetri darurat dan bayi baru lahir, serta memiliki akses terhadap obat-obatan dasar yang dapat menyelamatkan nyawa,” kata Alixandra Bacon, bidan terdaftar dan salah satu pemimpin dari kesehatan global dan internasional di University of British Columbia.
“Dalam semua kasus tersebut, Anda tidak hanya memerlukan penyedia layanan kesehatan, tetapi Anda mungkin memerlukan listrik, Anda memerlukan air bersih yang mengalir—dan akses terhadap semua hal itu kini telah dicabut.”
Menurut Federasi Bidan Internasional, bidan termasuk di antara petugas kesehatan yang mengambil keputusan untuk menunda evakuasi mereka dan tetap tinggal di Gaza. Mereka menempatkan diri mereka dalam bahaya untuk membantu para ibu selama kehamilan dan persalinan.
Hukum internasional, termasuk Konvensi Jenewa keempat, mengamanatkan bahwa fasilitas kesehatan dan personel yang berupaya menyelamatkan nyawa warga sipil harus dilindungi dan dibiarkan tidak terluka selama masa perang.
Dr Yara M Asi, asisten profesor di University of Central Florida’s School of Global Health Management, yang telah berkolaborasi dengan Amnesty International dalam reformasi kebijakan dan penjangkauan, telah mendedikasikan waktu bertahun-tahun untuk mendokumentasikan tantangan layanan kesehatan di wilayah Palestina terjajah.
Dia telah mengumpulkan informasi melalui focus groups dan wawancara di tempat. Dr Yara M Asi mengungkapkan bahwa dia telah menerima kabar menyedihkan dari para kolega dan mahasiswa di Gaza dalam beberapa hari terakhir dalam sebuah wawancara dengan The Cut.
“Berita terbaru ini sangat mengerikan. Rumah-rumah sakit menerima seribu pasien baru setiap hari, banyak di antaranya menderita luka traumatis. Mereka kehabisan bahan dasar dan kain kasa, menggunakan kain lap dan selimut untuk membalut luka orang. Saya pernah mendengar dari para dokter bahwa mereka melakukan operasi darurat tanpa obat bius karena mereka tidak punya obat bius,” katanya.
“Mereka mulai khawatir tentang potensi tingkat infeksi karena mesin sterilisasi mereka tidak mempunyai listrik. Kondisinya tidak sehat karena orang bertebaran di mana-mana,” imbuhnya. (TRT World | DAWN)
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.
