Di Tengah Melonjaknya Gelombang Pengungsian, Ancaman Perubahan Iklim di Suriah Kian Menguat 

11 November 2023, 21:27.

Foto: OCHA/Sevim Turkmani

SURIAH  (UN OCHA) – Suriah telah mengalami krisis perang, kepengungsian, dan ekonomi selama lebih dari satu dekade. Namun, negara ini sebenarnya juga menghadapi krisis besar lainnya yang sering diabaikan: ancaman perubahan iklim. 

Syria Humanitarian Needs Overview untuk tahun 2023 mencatat bahwa lokasi geografis negara tersebut menjadikannya rentan terhadap perubahan iklim. Kondisi yang diperkirakan akan terus berlanjut dan bahkan memburuk di masa depan. 

Kekerasan rezim diktator yang telah berlangsung selama 12 tahun telah merusak infrastruktur sipil penting, seperti sistem air dan sanitasi sehingga menyulitkan masyarakat untuk mengakses layanan dasar.  

Kehancuran ini ditambah dengan dampak perubahan iklim yang semakin mempersulit masyarakat, terutama di daerah pedesaan, di mana sebagian besar penduduknya bergantung pada pertanian. 

Dua pertiga fasilitas air di Suriah mengalami kerusakan parah selama peperangan, dan hanya satu stasiun air yang masih beroperasi. Hal ini menjadi tantangan berat bagi relawan kemanusiaan untuk memberikan respons darurat.  

Situasi tersebut membuat warga rentan terkena wabah penyakit. Mereka terpaksa mengambil keputusan sulit guna bertahan hidup, termasuk dengan menggunakan sumber-sumber air yang tidak aman.

Badrah—seorang petani di Deir-ez-Zor—berjuang untuk menafkahi keluarganya melalui pekerjaan musiman. 

“Sebelum krisis, kami biasa mengairi lahan kami dari sungai dan stasiun pengairan di daerah tersebut. Namun, sekarang hal ini sudah tidak memungkinkan lagi,” katanya. 

Dampak gabungan dari kenaikan suhu, penurunan curah hujan, dan kelangkaan air merupakan beberapa penyebab berkurangnya permukaan air di Sungai Eufrat.  

Hal ini mempersulit masyarakat untuk mencari nafkah sehingga memaksa banyak petani di komunitas pertanian yang dulunya subur makmur, seperti Deir-ez-Zor, meninggalkan lahan-lahan mereka. 

Kekeringan Parah 

Suriah baru-baru ini mengalami kondisi kekeringan terburuk dalam sejarahnya. Musim kemaraunya sangat parah dan berlangsung lama, menyebabkan kondisi vegetasi yang buruk dan musim curah hujan yang lebih kering dari biasanya; yang terjadi pada tahun 2022. 

World Meteorological Organization (WMO) mencatat, kondisi Suriah lebih kering dari rata-rata tiga tahun terakhir, terutama selama musim dingin.  

Pada saat yang sama, beberapa wilayah Suriah (misalnya wilayah barat laut) dilanda banjir pada tahun 2021 dan 2022 ketika kekeringan melanda wilayah lain di negara tersebut. 

Provinsi As-Sweida sangat merasakan akibat dari kekeringan parah ini, di mana lebih dari 3.000 petani terkena dampaknya.

Perubahan Iklim dan Pengungsian 

Perang Suriah, yang pecah pada bulan Maret 2011, telah mengakibatkan setengah populasi negara tersebut menjadi pengungsi; dengan 6,8 juta orang mengungsi di dalam negeri dan jumlah yang hampir sama yang berlindung di negara-negara tetangga. 

Banyak pengungsi internal yang menempati wilayah-wilayah pesisir Suriah, yang merupakan lebih dari 90 persen vegetasi di negara tersebut. Sebagai konsekuensinya, masuknya populasi pengungsi—mau tidak mau—berdampak  pada degradasi dan erosi lahan, serta pencemaran lingkungan.

Ancaman Kebakaran Hutan 

Kebakaran hutan di Suriah juga merupakan salah satu ancaman perubahan iklim yang berdampak besar. Kebakaran hutan juga berkontribusi terhadap polusi udara dan emisi gas rumah kaca, yang memperburuk krisis iklim.

Kebakaran hutan banyak melanda wilayah pesisir dan tengah Suriah pada musim panas ini, dimulai dari Homs pada bulan Juni, lalu menyebar ke wilayah Provinsi Homs yang lain, Hama, dan Lattakia pada pertengahan Juli. 

Kebakaran tersebut dipicu oleh angin timur yang hangat, vegetasi kering, dan suhu tinggi. Beberapa di antaranya sangat kuat sehingga menghasilkan awan pyro-cumulonimbus yang mengurung panas dan menghasilkan angin kencang sehingga memicu kebakaran lebih lanjut. 

Kondisi ekonomi Suriah yang semakin buruk mendorong warga menebang pohon untuk bahan bakar guna bertahan hidup. Hal ini menyebabkan penggundulan hutan, yang dapat memperburuk kebakaran hutan. (UN OCHA)

Update Kabar Al-Aqsha dan Palestina via Twitter @sahabatalaqsha
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.


Posting ini berada dalam kategori : Kabar Al-Aqsha & Palestina

« Bukan ke Desa Asal, Rezim Myanmar Bersiap Pulangkan Warga Rohingnya ke 20 Desa Baru 
Dua Bayi Prematur Meninggal, 37 Lainnya Terancam Kehilangan Nyawa di RS Al-Syifa Gaza »