Jumlah Warga Palestina yang Ditahan Secara Sewenang-wenang Naik Tajam Usai 7 Oktober, Termasuk 37 Wartawan
26 November 2023, 17:33.

PALESTINA (Al Jazeera) – Setelah tujuh pekan perang bergejolak, akhirnya gencatan senjata empat hari antara penjajah ‘Israel’ dan Hamas dimulai pada Jumat (24/11/2023) pagi. Sebagai bagian dari gencatan senjata ini, 39 perempuan dan anak-anak Palestina dibebaskan oleh penjajah pada hari itu.
Dari 39 warga Palestina yang dibebaskan ‘Israel’, 17 di antaranya masih di bawah umur. Sisanya, 22 warga yang dibebaskan pada hari Jumat adalah perempuan.
Penjajah ‘Israel’ sepakat mengikuti permintaan untuk membebaskan 150 tawanan perempuan dan anak-anak Palestina dari penjara-penjara mereka; dengan imbalan Hamas akan membebaskan 50 perempuan dan anak-anak yang ditawan dalam serangan 7 Oktober.
Meski begitu, Kementerian Kehakiman ‘Israel’ menyajikan daftar 300 tawanan Palestina yang sedang dipertimbangkan untuk dibebaskan. Sebagian besar tawanan dalam daftar itu ditangkap antara tahun 2021 dan 2023, sebelum operasi Taufan Al-Aqsha tanggal 7 Oktober.
Sebagian besar tuduhan dalam penawanan 300 warga Palestina ini adalah pelemparan batu, yang menurut hukum penjajah ‘Israel’ dapat mengakibatkan kurungan 20 tahun penjara, termasuk bagi anak-anak Palestina, sebut Save the Children dalam laporannya pada bulan Juli.
Namun, orang-orang seperti Shorouq Dwayyat yang ditangkap sejak tahun 2015 dan menjalani tahun kesembilan dari 16 tahun hukumannya juga termasuk di dalam daftar.
Dwayyat saat ini menjalani hukuman terlama di antara tawanan perempuan Palestina di penjara-penjara ‘Israel’.
Dia berusia 18 tahun ketika ditangkap dan ditawan di penjara Damon di Haifa, dengan tuduhan menikam seorang pemukim ilegal ‘Israel’ dengan pisau. Keluarganya, yang sangat menantikan pembebasannya, membantah tuduhan tersebut.
“Shorouq orang yang lembut; yang bahkan tidak bisa menyakiti binatang,” kata ayahnya, Salah Dwayyat, kepada Al Jazeera saat itu.
Berapa Banyak Warga Palestina yang Ditawan ‘Israel’?
Terdapat 19 penjara di wilayah Palestina terjajah dan satu di Tepi Barat terjajah yang menjadi tempat untuk menyekap warga Palestina yang mereka tangkap.
Sebelum tanggal 7 Oktober, ada sekira 5.200 warga Palestina yang sudah ditawan di penjara-penjara tersebut. Namun, setelah operasi Taufan Al-Aqsha, jumlah warga Palestina yang ditangkap melonjak setelah 3.000 orang lagi ditangkap secara serampangan.
Dari mereka yang ditangkap setelah 7 Oktober, 37 di antaranya adalah jurnalis. Asosiasi pendukung hak asasi tawanan Palestina, Addameer, melaporkan bahwa sebagian besar jurnalis ini menjadi sasaran penahanan administratif, yang berarti mereka ditawan paksa di balik jeruji besi untuk batas waktu yang tidak diketahui tanpa dilakukan pengadilan terlebih dahulu.
Addameer juga melaporkan bahwa para tawanan menjadi sasaran kekerasan fisik dan kelalaian medis di penjara.
Laporan tersebut mengutip kasus seorang tawanan yang menderita asma dan penyakit yang berhubungan dengan darah. Ia justru dipukuli, mengakibatkan luka dan memar di kepala dan matanya. Dilaporkan bahwa kini ia telah kehilangan 10 kg berat badan sejak penangkapannya secara sewenang-wenang.
Sedikitnya 700 anak-anak Palestina di bawah 18 tahun dari Tepi Barat terjajah diseret ke pengadilan militer ‘Israel’ setiap tahunnya.
Anak-anak Palestina di tahanan ‘Israel’ sering mengalami pelecehan fisik, psikologis, dan seksual; bahkan beberapa di antaranya sampai kekurangan makan, air, dan tidur, menurut laporan Save the Children. (Al Jazeera)
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.
