Netanyahu Dikecam karena Kembalikan Sandera dari Gaza Setelah Jadi Mayat
21 August 2024, 14:16.

Para demonstran, yang membawa spanduk dan foto-foto sandera, memblokir Jalan Raya Ayalon untuk menuntut kesepakatan pertukaran sandera dan pemecatan pemerintah yang dipimpin oleh Benjamin Netanyahu, di Tel Aviv, pada 27 Juni 2024 [Matan Golan – Anadolu Agency]
(Middle East Monitor) – Keluarga sandera ‘Israel’ di Gaza menuduh gembong Zionis Benjamin Netanyahu menelantarkan orang-orang yang mereka cintai demi kelangsungan karier politiknya, sebagaimana dilansir Anadolu Agency.
Kritik tersebut muncul setelah militer Zionis pada hari Selasa (20/8/2024) menyatakan, mereka telah mengevakuasi jenazah enam sandera dari daerah kantong Palestina tersebut.
Menurut lembaga penyiaran publik ‘Israel’, KAN, keenam sandera itu masih hidup saat dibawa ke Gaza pada 7 Oktober 2023.
“Ia dan semua sandera bisa saja dibawa kembali,” kata Mati Dancyg, yang ayahnya termasuk di antara para sandera yang tewas, kepada KAN.
“Netanyahu memilih untuk mengorbankan para sandera. Karma akan menghakiminya dan ia akan menerima balasannya, dengan hukuman berat,” katanya, menuduh Perdana Menteri ‘Israel’ itu “memilih untuk menelantarkan para sandera agar bisa bertahan hidup”.
Shahar Mor, yang pamannya juga tewas di Gaza, mengatakan pemerintah ‘Israel’ “membuang-buang waktu dan kesempatan untuk menyelamatkannya.”
“Darah ada di tangan pemerintah. Demi kelangsungan hidup Netanyahu, paman saya tewas,” katanya kepada Radio 103FM.
Dalam sebuah pernyataan, keluarga-keluarga tersebut menganggap pemerintah Netanyahu bertanggung jawab atas kematian para sandera karena keterlambatan dalam mencapai kesepakatan pertukaran dengan Hamas untuk menyelamatkan nyawa para sandera.
Penjajah Zionis memperkirakan sebanyak 110 warga ‘Israel’ disandera di Gaza.
Sementara itu, Hamas mengatakan banyak sandera tewas dalam serangan ‘Israel’ di Jalur Gaza.
Pada awal Juni, serdadu Zionis menyelamatkan empat sandera hidup-hidup dari Kamp Pengungsi Nuseirat di Gaza tengah, dalam operasi yang mengakibatkan terbunuhnya lebih dari 210 warga sipil Palestina akibat serangan artileri berat dan serangan udara ‘Israel’.
Selama berbulan-bulan, AS, Qatar, dan Mesir berusaha mencapai kesepakatan antara ‘Israel’ dan Hamas untuk memastikan pertukaran tawanan dan gencatan senjata, serta mengizinkan bantuan kemanusiaan masuk ke Gaza. Namun, upaya mediasi selalu terhenti karena Netanyahu menolak memenuhi tuntutan Hamas untuk menghentikan genosida.
Meskipun ada resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan gencatan senjata segera, serangan ‘Israel’ di Gaza sejak Oktober 2023 terus berlanjut.
Genosida ‘Israel’ telah mengakibatkan lebih dari 40.170 warga Palestina syahid, sebagian besar wanita dan anak-anak, dan lebih dari 92.740 orang cedera, menurut otoritas kesehatan setempat.
Blokade Gaza yang terus berlanjut telah menyebabkan kekurangan makanan, air bersih, dan obat-obatan yang parah, sebagian besar wilayah tersebut juga hancur.
‘Israel’ dituduh melakukan genosida di Mahkamah Internasional. Dalam putusan terbarunya, Mahkamah memerintahkan penjajah Zionis untuk segera menghentikan operasi militernya di selatan kota Rafah, tempat lebih dari 1 juta warga Palestina mencari perlindungan dari genosida sebelum kota itu diserang pada 6 Mei. (Middle East Monitor)
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.
