‘Mereka yang Tidak Tewas atau Terluka Mengalami Gangguan Mental’: Serdadu Zionis Menolak Kembali ke Gaza
22 October 2024, 18:41.

Foto: Jack Guez/AFP via Getty Images
(The Cradle | Middle East Eye) – Setelah setahun melakukan genosida di Gaza, semakin banyak serdadu “Israel” yang diam-diam menolak perintah untuk kembali ke Jalur Gaza untuk bertempur, dengan mengatakan mereka depresi, sangat lelah, mengalami gangguan psikologis, dan tidak termotivasi, menurut laporan majalah Ha-Makom yang diterbitkan pada tanggal 20 Oktober.
Majalah yang berorientasi ultra-Ortodoks itu mewawancarai lebih dari 20 orang tua serdadu dan serdadu zionis–di berbagai batalion–yang menolak untuk kembali ke Gaza. Semua narasumber dalam laporan tersebut berbicara secara anonim karena takut akan menghadapi intimidasi dari militer “Israel”.
Di kalangan Brigade Nahal, para serdadu menghabiskan waktu lima minggu bertempur di Gaza sebelum kembali ke rumah untuk beristirahat, sesuatu yang telah mereka lakukan 11 kali sejauh ini sejak dimulainya genosida pada Oktober 2023.
Namun, menurut Ha-Makom, ketika satu peleton yang terdiri dari 30 serdadu dari Brigade Nahal baru-baru ini diperintahkan untuk memasuki Gaza, hanya enam serdadu yang muncul, sedangkan yang lain mencari-cari alasan.
“Saya menyebutnya penolakan dan pemberontakan,” kata Inbal, ibu dari salah satu serdadu di peleton tersebut.
“Mereka terus kembali ke gedung yang sama yang telah mereka bersihkan, hanya untuk menemukan mereka kembali terperangkap dalam jebakan. Di lingkungan Zaytoun saja [di Kota Gaza], mereka telah berada di sana tiga kali. Mereka mengerti bahwa itu sia-sia dan tidak ada gunanya.”
Meskipun mereka hanya memiliki seperlima personel, komandan tetap bersikeras mereka memasuki Gaza.
“Karena mereka adalah tim kecil, mereka tidak bisa pergi menjalankan misi. Mereka hanya tetap berada di sana dan menunggu waktu berlalu. Itu bahkan lebih tidak perlu untuk dilakukan,” ujarnya.
Serdadu lainnya mengatakan kepada Ha-Makom bahwa misi “dilakukan setengah-setengah” sebagai akibat dari kurangnya jumlah serdadu.
Salah satu orang tua serdadu di Brigade Nahal mengatakan menurut putranya, “Peleton-peleton itu kosong; mereka yang tidak tewas atau terluka secara fisik mengalami gangguan mental. Sangat sedikit yang kembali untuk bertempur, dan bahkan mereka tidak sepenuhnya baik-baik saja.”
Setelah invasi darat “Israel” ke Lebanon, banyak serdadu zionis tewas dan terluka, putranya mengatakan kepadanya, “Saya tidak tahu dengan pasukan apa mereka berpikir untuk memasuki Lebanon, tetapi saya tidak akan kembali ke batalion.”
Setidaknya 43 serdadu zionis tewas dalam serangan dan operasi darat di front utara perang di sepanjang perbatasan Lebanon.
Sementara itu, militer “Israel” juga telah memublikasikan nama-nama lebih dari 750 serdadu yang tewas sejak perang dimulai pada Oktober tahun lalu, termasuk lebih dari 350 yang tewas selama operasi darat di Gaza.
Serdadu patah semangat
Menurut mereka yang diwawancarai oleh Ha-Makom, tidak ada sikap terang-terangan di antara para serdadu untuk menolak bertugas.
Misalnya, salah satu dari mereka menghadap komandannya secara diam-diam dan mengatakan dia tidak mampu bertempur. Dia kemudian dipindahkan dan ditempatkan di posisi non-tempur di tempat lain.
“Hal-hal seperti itu diselesaikan di dalam unit. Itu terjadi sepanjang waktu,” salah satu orang tua menjelaskan.
Di antara para ibu, fenomena ini disebut “penolakan diam-diam” atau “penolakan abu-abu”.
Para serdadu merasa kehilangan semangat karena harus kembali ke daerah-daerah di Gaza, tempat mereka bertempur melawan para pejuang Hamas beberapa bulan lalu.
“Ketika kembali ke tempat-tempat yang putra kami datangi, seperti Jabalia, Al-Zaytoun, dan Syujaiya, dimulai, para serdadu patah semangat,” jelas orang tua lainnya, Eidit.
“Itu adalah tempat yang sama mereka kehilangan teman-teman mereka. Daerah itu sudah bersih. Itu membuat mereka sangat frustrasi. Yang membunuh mereka adalah kondisi dan durasi pertempuran, yang tidak terlihat akan berakhir. Anda tidak pernah tahu kapan Anda akan keluar, dan sudah seperti ini selama setahun. Belum lagi kehilangan dan pemandangan sulit yang mereka lihat di Gaza.”
Yael, ibu dari seorang serdadu di brigade komando, mengatakan putranya mengatakan kepadanya, “Kami seperti sasaran empuk di lapangan tembak. Kami tidak mengerti apa yang kami lakukan di sini. Para penculik (baca: pejuang perlawanan Palestina – catatan penerjemah) tidak kembali untuk kedua dan ketiga kalinya, dan Anda lihat itu tidak ada habisnya, dan para serdadu terluka dan tewas dalam perjalanan.”
Pada bulan Maret, empat serdadu zionis dari unit tersebut tewas, dan puluhan lainnya terluka dalam tiga serangan berbeda.
Setelah kembali dari Gaza, unit serdadu tersebut diubah menjadi unit cadangan dan dikirim kembali untuk bertempur di Gaza.
“Dia memberi tahu komandannya bahwa dia ingin tetap menjadi serdadu di unit cadangan tetapi, saat ini, dia tidak dapat melakukannya karena orang tuanya … Dia dibebaskan, tetapi tidak menerima perintah 8,” yang merupakan perintah untuk dipanggil bertempur di unit cadangan.
Para komandan mempermalukan para serdadu yang mengatakan bahwa mereka tidak dapat lagi bertempur. Para komandan mengatakan mereka mengabaikan rekan-rekan serdadu mereka dan mencoba meyakinkan mereka untuk bertempur, tetapi pada akhirnya tidak mengambil tindakan apa pun terhadap para serdadu itu.
“Dua bulan sebelumnya, dua serdadu dari timnya menolak dan itulah yang memberinya keberanian. Saat ini, sebagian besar dari mereka belum dijebloskan ke penjara, dan fenomena itu hanya dibungkam.”
Ha-Makom menambahkan, “Setelah 12 bulan berturut-turut berperang tanpa hasil, para serdadu itu menjadi ‘hitam.’ Dalam bahasa gaul militer, ini berarti mereka depresi, sangat lelah, dan tidak termotivasi.” (The Cradle | Middle East Eye)
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.
