Lagu Lama Penjajah: Berdalih Palsu Kejar “Teroris”, Bunuh Rakyat Palestina Tak Bersenjata
9 April 2025, 21:47.
PALESTINA (Al Jazeera) – Kelompok pemantau Hak Asasi Manusia, Euro-Med, mengecam pembunuhan yang dilakukan penjajah ‘Israel’ terhadap seorang anak laki-laki Palestina-Amerika berusia 14 tahun di Tepi Barat terjajah.
Kelompok yang bermarkas di Jenewa itu menolak klaim ‘Israel’ bahwa anak laki-laki itu, yang bernama Omar Mohammad Rabea, adalah seorang “teroris” yang melemparkan batu. Dua anak lainnya ikut terluka dalam serangan itu.
“Hari ini, ’Israel’ mengklaim telah menembak tiga “teroris” yang melemparkan batu. (Namun) yang tidak disebutkan: mereka adalah anak-anak yang tidak bersenjata,” tulis Euro-Med melalui akun X-nya pada Selasa (8/4/2025).
“Ini bukan pertahanan diri. Itu adalah eksekusi yang disengaja terhadap seorang anak di tanah Palestina terjajah,” tegas Euro-Med.
“Dengan menyebut anak-anak yang melempar batu sebagai ‘teroris’, ‘Israel’ membuat pembenaran palsu untuk pembunuhan, sekaligus menempatkan dirinya di atas hukum internasional. Ini adalah bagian dari sistem kekerasan dan penganiayaan negara yang dirancang untuk mengkriminalisasi setiap tindakan perlawanan Palestina, bahkan dari seorang anak,” lanjutnya.
“Mengeksekusi anak-anak bukanlah pertahanan diri. Melempar batu bukanlah terorisme. Ini adalah apartheid yang didukung oleh peluru–kekerasan kolonial yang dilepaskan dengan impunitas total.”
Pertemuan Hina Trump-Netanyahu
Omar Baddar, seorang analis politik Palestina-Amerika, mengatakan pertemuan Trump dan Netanyahu sangat hina; mereka semakin gencar berkoar-koar tentang rencana mengusir warga Palestina dari Gaza, meskipun ada spekulasi bahwa rencana tersebut telah dibatalkan.
Kepada Al Jazeera, Omar mengatakan pertemuan antara keduanya sangat hina dan menunjukkan bahwa bagi AS, ‘Israel’ adalah entitas yang berada di atas aturan dan hukum.
Baddar juga menyatakan Trump dan Netanyahu bersalah karena membuat Gaza tidak layak huni.
“Mereka berbicara tentang tempat itu sebagai tempat yang berbahaya, tetapi tempat itu berbahaya karena mereka bersikeras mengebom dan menghancurkannya sehingga tidak layak untuk kehidupan manusia,” jelasnya.
“Setiap kali Anda menghancurkan kemampuan suatu tempat untuk menopang kehidupan, kemudian Anda memberi orang pilihan untuk tinggal lalu gugur, atau untuk pergi; itu sama sekali bukan relokasi sukarela. Jelas bahwa yang kita saksikan ini adalah pembersihan etnis dan pemindahan paksa,” jelas Baddar. (Al Jazeera)
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.

 
                         
                         
                         
                         
                        