Penjajah Terus Blokir Bahan Pangan Masuk Gaza, Warga Berjuang Keras Siapkan Makanan untuk Keluarga

1 May 2025, 11:47.

GAZA (AP) – Selama hampir 60 hari–sejak 2 Maret 2025–tidak ada makanan, bahan bakar, obat-obatan, maupun barang lain yang masuk ke Jalur Gaza, yang diblokade ketat oleh penjajah ‘Israel’.

Kelompok-kelompok bantuan kehabisan bahan pangan untuk didistribusikan. Pasar-pasar hampir kosong. Keluarga-keluarga Ahlu Syam Gaza berjuang keras untuk memberi makan anak-anak mereka.

Di kamp pengungsian yang luas di luar kota Khan Yunis, Mariam al-Najjar dan ibu mertuanya menuangkan empat kaleng kacang polong dan wortel ke dalam panci dan merebusnya di atas perapian kayunya. Mereka menambahkan sedikit kaldu dan rempah-rempah.

Yang dimasak itu, dengan sepiring nasi, adalah satu-satunya makanan pada hari Jumat untuk 11 anggota keluarga mereka, termasuk enam anak-anak.

Di kalangan Ahlu Syam Gaza, “Hari Jumat adalah hari yang sakral, hari untuk makan bersama keluarga besar berupa daging, sayuran isi, atau hidangan tradisional lezat lainnya,” ucap al-Najjar.

“Sekarang kami hanya makan kacang polong dan nasi,” katanya, “kami tidak pernah makan kacang polong kalengan sebelum agresi. Genosida ini telah menghancurkan kehidupan kami.”

Keluarga Al-Najjar makan kacang polong dengan nasi di tenda keluarga mereka di Muwasi, pinggiran Khan Yunis, Jalur Gaza selatan, Jumat, 25 April 2025. (Foto: AP/Abdel Kareem Hana)

Sekira 2,3 juta warga Palestina di Gaza kini hidup dari sayuran kalengan, nasi, pasta, dan lentil. Daging, susu, keju, dan buah telah hilang. Roti dan telur menjadi langka. Beberapa sayuran atau barang lain di pasar harganya meroket, tidak terjangkau bagi kebanyakan orang.

“Kami tidak bisa mendapatkan apa pun yang menyediakan protein atau nutrisi,” ungkap al-Najjar.

Penjajah ‘Israel’ kembali memberlakukan blokade ketat sejak 2 Maret, kemudian menghancurkan gencatan senjata dua bulan dengan melanjutkan agresi genosidanya pada 18 Maret.

Kelompok-kelompok hak asasi manusia menyebut blokade tersebut sebagai “taktik kelaparan” yang membahayakan seluruh penduduk Gaza dan berpotensi menjadi kejahatan perang.

Terlihat rak-rak kosong di pasar swalayan Al-Tayyibat di Khan Yunis, Jalur Gaza selatan, Kamis, 24 April 2025. (Foto: AP/Abdel Kareem Hana)

Al-Najjar mengatakan, makanan telah hilang satu per satu. Ketika daging tidak tersedia, awalnya ia membeli sarden kalengan, tetapi itu juga tak tersedia lagi.

Mereka biasa menerima susu karton dari PBB, namun sudah berakhir beberapa minggu yang lalu. Sepekan sekali, ia biasa membeli tomat untuk memberi anak-anaknya salad. Sekarang ia bahkan tidak mampu membeli tomat.

Sekarang, mereka rutin membeli kacang kalengan atau kacang polong dan wortel. Ketika mereka tidak dapat menemukannya, mereka mendapatkan lentil atau pasta dari dapur amal.

Jika ia menemukan roti atau gula, ia memberi anak-anaknya roti yang dicelupkan ke dalam teh untuk menahan rasa lapar mereka, tukasnya.

“Saya khawatir anak-anak saya akan mati kelaparan,” kata ibu mertua Mariam, Sumaya al-Najjar.

Wanita berusia 61 tahun itu mengatakan dia dan suaminya menderita kanker; dia telah berhenti minum obat karena tidak dapat diperoleh, dan suaminya masih dirawat di rumah sakit.

Mariam khawatir bagaimana dia akan memberi makan anak-anaknya ketika yang tersisa di Gaza benar-benar habis.

“Mungkin kami akan makan pasir,” ucapnya pasrah.

Mohammad Abu Zeid, 12 tahun, mencicipi makanan di tenda keluarganya di Muwasi, pinggiran Khan Yunis, Jalur Gaza selatan, Kamis, 24 April 2025. (Foto: AP/Abdel Kareem Hana)

Kekurangan Gizi Menyerang Anak-Anak pada Masa Penting Perkembangan

Dokter memperingatkan kurangnya variasi protein dan nutrisi lain dalam makanan anak-anak Gaza akan menyebabkan kerusakan jangka panjang pada kesehatan mereka.

Dr. Ayman Abu Teir, Kepala Departemen Terapi Makanan di Rumah Sakit Nasser Khan Yunis, mengatakan jumlah kasus kekurangan gizi telah meningkat secara signifikan. Susu khusus untuk anak-anak Gaza telah habis.

Sementara itu, PBB mengatakan, mereka telah mengidentifikasi 3.700 anak Gaza yang menderita kekurangan gizi akut pada bulan Maret, naik 80% dari bulan Februari.

“Anak-anak membutuhkan piramida makanan untuk perkembangan mereka,” kata Abu Teir, yakni daging, telur, ikan, dan susu untuk pertumbuhan mereka, buah-buahan dan sayuran untuk membangun sistem kekebalan tubuh mereka. Namun, hal-hal itu tidak ada di Gaza,” lanjutnya. 

Ia mengatakan seorang anak berusia 1 tahun dengan berat 10 kilogram membutuhkan sekitar 700 kalori sehari. Sementara itu, empat kaleng kacang polong dan wortel dalam makanan Jumat keluarga al-Najjar totalnya sekitar 1.000 kalori, belum termasuk nasi yang mereka makan. Jumlah itu lalu dibagi di antara 11 orang, termasuk enam anak berusia antara 6 dan 14 tahun.

Di Pasar Sedikit Barang Tersedia, Harga Melambung Tak Terkira

Pada suatu hari baru-baru ini di pasar jalanan Khan Yunis, sebagian besar kios kosong. Kios-kios yang buka memajang tumpukan kecil tomat, mentimun, terong layu, dan bawang.

Salah satu kios memiliki beberapa kaleng kacang-kacangan yang penyok. Di salah satu dari sedikit toko kelontong yang masih beroperasi, rak-rak kosong mendominasi.

Tomat dijual seharga 50 shekel per kilo, hampir $14 (sekira 200 ribu rupiah), dibandingkan dengan harga kurang dari satu dolar (kurang lebih 16 ribu rupiah) sebelum genosida.

“Saya bermimpi bisa makan tomat,” kata Khalil al-Faqawi, yang berdiri di depan kios-kios yang kosong. Ia mengatakan bahwa ia harus memberi makan sembilan orang.

“Anak-anak meminta daging, ayam, kue. Kami tidak dapat menyediakannya,” ujarnya, “Lupakan soal daging. Kami punya kacang lentil… (Namun) apa yang terjadi jika kacang lentil habis?”

Satu-satunya sayuran yang tersedia adalah yang ditanam di Gaza. Pasukan penjajah ‘Israel’ telah menghancurkan sebagian besar lahan pertanian dan rumah kaca di wilayah itu. Juga menutupnya di dalam zona militer yang berisiko ditembak, siapa pun yang mendekat.

Di sisi lain, produksi pertanian yang tersisa telah menurun karena kekurangan air dan pasokan. Mahmoud al-Shaer mengatakan rumah kacanya menghasilkan paling banyak 150 kilogram tomat dalam seminggu, dibandingkan dengan 600 kilogram sebelum agresi genosida.

Sayangnya, bahkan jumlah itu tidak dapat dipertahankan, katanya. 

“Dalam dua minggu atau sebulan, (mungkin) Anda tidak akan menemukan tomat sama sekali.” (AP)

Update Kabar Al-Aqsha dan Palestina via Twitter @sahabatalaqsha
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.


Posting ini berada dalam kategori : Kabar Al-Aqsha & Palestina

« Penjajah Terus Tutup Pelintasan, WFP Peringatkan Potensi Kematian Massal Akibat Kelaparan
Kantor Media Asra: Abdullah al-Barghouthi Disiksa secara Brutal di Penjara Penjajah ‘Israel’ »