Identifikasi Jenazah dari Kuburan Massal, Petugas Medis Suriah: ‘Ini Akan Menjadi Pekerjaan Bertahun-tahun”
11 May 2025, 11:53.

Ratusan ribu warga Suriah dibunuh selama 13 tahun perang yang dikobarkan rezim diktator Assad. Foto: BBC
(BBC) – “Ini,” kata dr. Anas al-Hourani, “berasal dari kuburan massal campuran.”
Kepala Pusat Identifikasi Suriah yang baru dibuka ini berdiri di samping dua meja yang penuh dengan tulang paha manusia. Ada 32 tulang paha di setiap taplak meja putih yang dilaminasi. Tulang-tulang itu telah disusun dan diberi nomor dengan rapi.
Penyortiran adalah tugas pertama dalam rantai panjang dari kejahatan hingga keadilan di Suriah. “Kuburan massal campuran” berarti jenazah-jenazah di dalamnya dilempar satu di atas yang lain.
Kemungkinannya, tulang-tulang ini milik sebagian dari ratusan ribu orang yang diyakini telah dibunuh oleh rezim diktator sebelumnya, Bashar maupun ayahnya, Hafez al-Assad, yang bersama-sama memerintah Suriah selama lebih dari lima dekade.
Jika memang demikian, kata dr. al-Hourani, mereka termasuk di antara korban yang cukup baru: mereka meninggal tidak lebih dari setahun yang lalu.
Dr. al-Hourani adalah seorang dokter gigi forensik. Gigi dapat memberi tahu banyak informasi tentang tubuh, ucapnya, setidaknya dalam hal mengidentifikasi siapa orang tersebut.
Namun, dengan tulang paha, para petugas laboratorium di ruang bawah tanah sebuah gedung di Damaskus ini dapat mengetahui lebih banyak: tinggi badan, jenis kelamin, usia, jenis pekerjaan mereka; mereka mungkin juga dapat melihat apakah korban mengalami siksaan atau tidak.
Standar emas dalam proses identifikasi ini tentu saja analisis DNA. Namun, menurutnya, hanya ada satu pusat pengujian DNA di Suriah. Banyak yang dihancurkan rezim Assad di negara itu. “Karena sanksi internasional, banyak bahan kimia prekursor yang kami butuhkan untuk pengujian saat ini tidak tersedia.”
Mereka juga telah diberi tahu bahwa bahan-bahan kimia tersebut dapat digunakan untuk penerbangan dan juga untuk keperluan militer sehingga dianggap “berfungsi ganda”. Oleh karena itu, dilarang oleh banyak negara Barat untuk diekspor ke Suriah.
Ditambah lagi biayanya: $250 (lebih dari 4 juta rupiah) untuk satu kali tes. Sementara itu, menurut dr. al-Hourani, “Di kuburan massal campuran, Anda harus melakukan sekitar 20 tes untuk mengumpulkan semua bagian dari satu tubuh.” Laboratorium itu sendiri sepenuhnya bergantung pada pendanaan dari Palang Merah Internasional.
Selama perang yang berlangsung lama itu, ratusan ribu orang telah dibunuh, dan jutaan warga Suriah mengungsi. Menurut salah satu perkiraan, ada lebih dari 130.000 orang yang hilang secara paksa.
Di tingkat saat ini, butuh waktu berbulan-bulan untuk mengidentifikasi hanya satu korban dari satu kuburan massal campuran.
“Ini,” kata dr. al-Hourani, “akan menjadi pekerjaan yang memakan waktu bertahun-tahun.”
Lengannya Dipatahkan
Damaskus adalah tempat Malak Aoude kembali belum lama ini, setelah bertahun-tahun menjadi pengungsi di Turkiye. Suriah mungkin telah terbebas dari cengkeraman kediktatoran dinasti Assad. Namun, Malak masih menjalani hukuman seumur hidup.
Selama 13 tahun terakhir, ia terkurung dalam rutinitas harian yang penuh rindu dan rasa sakit. Tahun 2012, setahun setelah sebagian rakyat Suriah berani melakukan protes terhadap Assad, kedua putranya menghilang.

Kedua putra Malak Aoude menghilang di bawah kekuasaan diktator Assad. Foto: BBC
Mohammed masih remaja ketika ia direkrut menjadi tentara Assad, saat demonstrasi menyebar dan tindakan keras rezim tersebut memicu perang besar-besaran.
Ia membenci apa yang dilihatnya, kata ibunya. Mohammed mulai melarikan diri, bahkan ikut demonstrasi sendiri. Namun, ia berhasil dilacak.
“Mereka mematahkan lengannya dan memukul punggungnya,” ujar Malak, “dia menghabiskan tiga hari tak sadarkan diri di rumah sakit.”
Setelah itu, Mohammed–yang berusia 19 tahun–kembali “menghilang”.
“Saya melaporkan dia hilang,” jelas Malak, “padahal saya menyembunyikannya.”
Pada Mei 2012, Mohammed tertangkap bersama sekelompok temannya. Mereka ditembak. Malak mengatakan tidak ada pemberitahuan resmi. Namun, dia selalu berasumsi Mohammed telah terbunuh.
Enam bulan kemudian, adik Mohammed, Maher, diseret dari sekolah oleh petugas. Itu adalah penangkapan kedua Maher. Dia pernah ikut protes pada tahun 2011, saat berusia 14 tahun. Itu menyebabkan penangkapan pertamanya.
Ketika dia dibebaskan dari tahanan, sebulan kemudian, dia hanya mengenakan pakaian dalam, kata ibunya, penuh luka bakar rokok, luka, dan kutu.
“Dia ketakutan,” kenang Malak kala itu.
Malak mengira Maher menghilang dari sekolah pada tahun 2012 karena pihak berwenang mengetahui bahwa dia menyembunyikan kakak laki-lakinya.
Lalu kini, untuk pertama kalinya sejak 13 tahun terakhir, Malak kembali menginjakkan diri di sekolah itu. Ia ingin mendapatkan petunjuk tentang yang terjadi pada Maher.
Kepala sekolah yang baru mengeluarkan beberapa buku besar merah yang sudah lusuh. Malak menelusuri deretan nama dengan jarinya, lalu menemukan nama putranya.
Desember 2012, catatan itu dengan tegas menyatakan: Maher dikeluarkan dari sekolah karena ia tidak masuk kelas selama dua minggu. Tidak ada penjelasan bahwa negaralah yang telah menghilangkannya.
Namun, ada hal lain: sebuah map berisi catatan sekolah Maher telah ditemukan. Sampulnya dihiasi foto Bashar al-Assad menatap ke kejauhan dengan penuh perhatian.
Malak mengambil pulpen dari meja kepala sekolah dan mencoret-coret foto itu. Tindakan yang bisa menghilangkan nyawanya jika dilakukan enam bulan lalu.
Selama bertahun-tahun, satu-satunya bukti yang Malak pegang adalah kesaksian dua orang yang mengatakan mereka melihat Maher di “Cabang 215″–pusat penahanan militer yang sama yang menghasilkan begitu banyak jenazah.
Salah satu saksi mengatakan kepada Malak bahwa putranya telah menceritakan sesuatu tentang orang tuanya yang, menurut ibunya, hanya dia yang tahu.
“Dia meminta pria ini untuk memberi tahu saya bahwa dia baik-baik saja,” ungkap Malak sembari menghela napas dan meneteskan air mata, menempelkan tisu yang sudah tak beraturan ke sudut-sudut matanya.
Bagi Malak, seperti banyak warga Suriah lainnya, jatuhnya Assad bukan hanya hari yang menyenangkan, tetapi juga hari lahirnya kembali harapan.
“Saya berpikir ada 90% kemungkinan Maher akan keluar dari penjara. Saya menunggunya.”
Akan tetapi, dia bahkan tidak dapat menemukan nama putranya di antara daftar tahanan. Jadi, rasa sakit terus mengalir dalam dirinya.
“Saya merasa tersesat dan bingung,” jelasnya.
Adik laki-lakinya sendiri, Mahmoud, telah terbunuh oleh tank yang menembaki warga sipil pada tahun 2013.
“Setidaknya dia mendapatkan pemakaman.” (BBC)
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.
