Pemerintah Bangladesh Sulit Terima Gelombang Kedatangan Baru, Muhajirin Rohingya Kian Terhimpit

24 June 2025, 11:14.

Foto: Mohammad Ponir Hossain/Reuters

BANGLADESH (HRW) – Dawood berusia 19 tahun dan tinggal di kamp pengungsian Rohingya yang sangat padat di Bangladesh. Ia mengatakan, hidupnya sangatlah berat.

Pada bulan Februari 2024, militer Myanmar merekrut Dawood beserta pria dewasa dan anak laki-laki Rohingya lainnya untuk melawan Arakan Army (AA), sebuah kelompok bersenjata etnis, di negara bagian Rakhine.

Mereka menerima sedikit atau bahkan tanpa ada pelatihan. Puluhan orang di antaranya terbunuh atau terluka. Dawood menghabiskan waktu sebulan di rumah sakit sebelum dipindahkan ke garis depan.

Pada bulan Mei, dengan unitnya yang dikepung, ia membelot, kembali ke desa asalnya di Kota Buthidaung. Namun, bagi warga Rohingya, rumah pun tidak memberikan perlindungan dari pertempuran.

Baik militer maupun AA tidak terlalu peduli untuk melindungi etnis Rohingya. Tak lama kemudian, Dawood dan penduduk desa lainnya kembali harus berpindah tempat, kali ini melarikan diri dari penembakan kedua pihak yang berkonflik.

Pengamat lokal memperkirakan ratusan orang kehilangan nyawa atau hilang. AA mengurung para penyintas dan menahan sekira 80 orang, termasuk Dawood, yang mereka tuduh sebagai mantan tentara Myanmar.

Dawood berhasil melarikan diri, bersembunyi di hutan sebelum melakukan perjalanan panjang dan berbahaya ke Bangladesh.

Bangladesh telah menjadi rumah bagi sejuta muhajirin Rohingya yang melarikan diri dari kekejaman militer Myanmar, ketika Dawood dan puluhan ribu lainnya mulai berdatangan dari Arakan.

Pemerintah Bangladesh mengatakan tidak dapat mendukung para pendatang baru ini.

“Kami bekerja sangat keras untuk memastikan bahwa kami dapat memulangkan orang-orang tersebut,” kata Muhammad Yunus, kepala pemerintahan sementara Bangladesh baru-baru ini, seraya menambahkan bahwa pemotongan dana pemerintah AS telah menguras bantuan kemanusiaan di sana.

Pakar hak asasi manusia PBB telah menegaskan para muhajirin Rohingya belum dapat kembali secara aman ke Myanmar. Pertempuran yang sedang berlangsung bukanlah satu-satunya ancaman bagi mereka.

Warga Rohingya tetap berisiko mengalami penganiayaan etnis oleh junta militer Myanmar, yang bertanggung jawab atas banyak kejahatan kemanusiaan dan tindakan genosida terhadap etnis Rohingya.

Sementara itu, AA yang sekarang menguasai sebagian besar Rakhine atau Arakan, juga brutal dan tak mengenal kata ampun.

Pada bulan September, PBB akan mengadakan sidang kembali untuk membahas masa depan Muslim Rohingya dan minoritas lainnya di Myanmar.

Namun, akhir bulan ini, negara-negara di Dewan Hak Asasi Manusia PBB akan mempertimbangkan resolusi tahunannya yang menyoroti situasi mengerikan yang dihadapi bangsa Rohingya.

Resolusi ini merupakan kesempatan penting bagi negara-negara untuk mendesak negara tuan rumah mengakhiri segala bentuk penolakan dan pemulangan paksa.

Mereka juga harus menyerukan junta Myanmar untuk menghentikan pelanggarannya dan mengizinkan bantuan kemanusiaan masuk.

Negara-negara tersebut harus memperkuat dan memperluas sanksi yang ada, khususnya pada transfer senjata, bahan bakar jet, serta pendapatan minyak dan gas.  

Yang terpenting, negara-negara PBB harus berupaya memberikan keadilan dan ganti rugi atas pelanggaran yang dialami Dawood serta para muhajirin lain seperti dia. (HRW)

Update Kabar Al-Aqsha dan Palestina via Twitter @sahabatalaqsha
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.


Posting ini berada dalam kategori : Kabar Al-Aqsha & Palestina

« Ahlu Syam Gaza Terus Menjadi Sasaran Tembak Penjajah, termasuk Saat Berikhtiar Mencari Bantuan
Terus Ditekan, Perusahaan Pelayaran Denmark Bakal Putuskan Hubungan dengan Korporasi Terafiliasi Penjajah Zionis  »