Pernyataan Bersama 28 Negara: “Agresi di Gaza Harus Diakhiri Sekarang!”
26 July 2025, 20:04.

Rumah dan bangunan terbengkalai di Rafah, Jalur Gaza selatan, pada 22 Januari 2025. Foto: Mohammed Salem/Reuters
GAZA (Al Jazeera) – Senin (21/7/2025), 28 negara, termasuk Inggris, Jepang, dan sejumlah negara Eropa, mengeluarkan pernyataan bersama yang menyerukan kepada ‘Israel’ bahwa agresinya di Gaza harus diakhiri sekarang, menandai peningkatan tekanan; bahkan dari sekutu negara palsu itu sendiri.
Pernyataan bersama tersebut, yang ditandatangani oleh para menteri luar negeri negara-negara tersebut, mengecam penutupan akses bantuan dan pembunuhan tidak manusiawi terhadap warga sipil, termasuk anak-anak, yang berusaha memenuhi kebutuhan paling dasar mereka akan air dan makanan.
Pernyataan ini muncul di tengah meningkatnya tekanan global terhadap negara palsu ‘Israel’ atas jatuhnya ratusan korban sipil di lokasi-lokasi distribusi bantuan, diblokadenya akses bantuan kemanusiaan, dan pelanggaran hukum humaniter internasional. Wilayah yang dikepung penuh itu dilanda kelaparan yang dipaksakan.
Agresi genosida ‘Israel’ di Gaza telah merenggut lebih dari 59.000 nyawa Ahlu Syam Gaza dan melukai 140.000 lainnya sejak 7 Oktober 2023.
Pernyataan tersebut memuat sikap bersama bahwa negara-negara itu bersatu dengan pesan yang sederhana dan mendesak: “Agresi di Gaza harus diakhiri sekarang.”
Pernyataan tersebut menggarisbawahi bahwa penderitaan warga sipil di Gaza telah mencapai tingkat yang tak bisa ditolerir.
Mereka menegaskan bahwa model pemberian “bantuan” yang dilakukan ‘Israel’ (melalui GHF) merupakan hal yang berbahaya, memicu ketidakstabilan, dan merampas martabat kemanusiaan warga Gaza.
Mereka mendesak pemerintah negara palsu ‘Israel’ untuk mematuhi kewajibannya berdasarkan hukum humaniter internasional dan segera mencabut pembatasan aliran bantuan.
Puluhan negara tersebut juga mencatat bahwa para tawanan yang ditahan oleh Hamas ikut berada dalam keadaan menderita. Gencatan senjata yang dinegosiasikan menawarkan harapan terbaik untuk memulangkan para tawanan dan mengakhiri penderitaan keluarga mereka.
Negara-negara tersebut turut mengkritik rencana ‘Israel’ untuk membangun zona konsentrasi – dalam visi ‘Israel’ untuk merelokasi seluruh penduduk Palestina ke zona berpagar dan berpengawasan ketat yang dibangun di atas reruntuhan Rafah – sebagai hal yang sama sekali tidak dapat diterima.
“Pemindahan secara permanen merupakan pelanggaran hukum humaniter internasional,” ucap pernyataan bersama tersebut.
Dua puluh delapan negara tersebut juga menyatakan penolakannya terhadap setiap langkah menuju perubahan teritorial atau demografis di wilayah Palestina terjajah.
Mereka menegaskan bahwa rencana permukiman E1 yang diumumkan penjajah ‘Israel’ akan membagi negara Palestina menjadi dua sehingga hal ini melanggar hukum internasional secara mencolok.
Mereka juga menyatakan bahwa dunia menyadari akan pembangunan permukiman ilegal di Tepi Barat, termasuk wilayah timur Baitul Maqdis, yang dipercepat. Sementara itu, kekerasan pemukim ilegal terhadap warga Palestina telah melonjak.
“Ini harus dihentikan,” tegas pernyataan bersama ini.
“Hentikan Blokade Bantuan Kemanusiaan!”
Pernyataan bersama itu ditandatangani oleh para menteri luar negeri dari total 28 negara. Yakni Australia, Austria, Belgia, Kanada, Siprus, Denmark, Estonia, Finlandia, Prancis, Yunani, Islandia, Irlandia, Italia, Jepang, Latvia, Lituania, Luksemburg, Malta, Belanda, Selandia Baru, Norwegia, Polandia, Portugal, Slovenia, Spanyol, Swedia, Swiss, dan Inggris.
Negara-negara itu, banyak di antaranya adalah sekutu ‘Israel’, mengeluarkan pernyataan paling keras yang pernah mereka buat dan mengecam blokade bantuan kemanusiaan yang diterapkan penjajah zionis.
Dari 28 negara yang tercantum dalam pernyataan bersama, sembilan negara mengakui Negara Palestina sebagai negara berdaulat.
Siprus, Malta, dan Polandia mengakui Palestina tak lama setelah Deklarasi Kemerdekaan Palestina pada tahun 1988.
Islandia menyusul pada tahun 2011, dan Swedia pada tahun 2014. Sementara itu, Irlandia, Norwegia, Slovenia, dan Spanyol mengakui Palestina pada tahun 2024.
Hamas: Penjajah Zionis yang Menolak Gencatan Senjata
Juru bicara sayap militer Hamas mengatakan, penjajah ‘Israel’ adalah pihak yang menolak perjanjian gencatan senjata untuk membebaskan semua tawanan yang ditahan di Gaza.
Juru bicara Brigade Qassam, Abu Ubaidah, mengatakan dalam sebuah rekaman video yang dirilis pada hari Jumat (18/7/2025) bahwa kelompok tersebut dalam beberapa bulan terakhir telah menawarkan “kesepakatan komprehensif” yang akan membebaskan semua tawanan sekaligus, tetapi ditolak mentah-mentah oleh dedengkot negara palsu ‘Israel’ Benjamin Netanyahu dan para menteri sayap kanannya.
“Jelas bagi kami bahwa pemerintahan Netanyahu yang kriminal tidak memiliki kepentingan nyata terhadap para tawanan karena mereka adalah tentara,” ujarnya, seraya menambahkan bahwa Hamas mendukung kesepakatan yang menjamin berakhirnya perang, penarikan pasukan ‘Israel’, serta masuknya bantuan kemanusiaan bagi warga Gaza yang terkepung. (Al Jazeera)
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.
