Lolos di Dewan Kota, Usulan Ganti Penyebutan Xinjiang dengan Turkistan Timur Dijegal Wali Kota Amsterdam

29 July 2025, 10:10.

Suleyman Koyuncu. Foto: Bitter Winter

TURKISTAN TIMUR (Bitter Winter) – Pada 9 April 2025, Stephan van Baarle, pemimpin Partai Denk di Parlemen Belanda, mengusulkan penggantian nama “Xinjiang” dengan “Turkistan Timur”.

Usulan tersebut menuntut pemerintah Belanda untuk menggunakan “Turkistan Timur”, bukan “Xinjiang”, dalam semua komunikasi resmi terkait wilayah tersebut.

Parlemen Belanda, yang terdiri dari 15 partai dengan 150 kursi, membutuhkan lebih dari 50%atau setidaknya 76 kursi—untuk meloloskan sebuah usulan.

Meskipun usulan tersebut didukung oleh partai-partai seperti GroenLinks, PvdA, D66, dan CDA, usulan tersebut ditolak karena partai-partai politik yang berkuasa—yang memprioritaskan hubungan diplomatik dan ekonomi dengan Cina—menentangnya.

Alhasil, usulan tersebut gagal mendapatkan 76 suara yang dibutuhkan. Meskipun ditolak, proposal tersebut mengirimkan sinyal politik yang kuat kepada rezim komunis Cina dan membuka jalan bagi debat politik bersejarah di Dewan Kota Amsterdam.

Pada 10 Juli 2025, Suleyman Koyuncu, anggota Parlemen Kota Amsterdam dari Partai Denk, mengajukan proposal berjudul “Mereka yang Mengakui Penindasan Mengakui Turkistan Timur,” ia menganjurkan penggunaan “Turkistan Timur” bukan “Xinjiang.”

Ia menekankan bahwa “Turkistan Timur” mencerminkan identitas historis dan budaya Uyghur, lebih disukai oleh muhajirin Uyghur. Penggunaan “Xinjiang” (yang berarti “wilayah baru”) oleh rezim komunis Cina merupakan istilah kolonial yang mengingkari identitas warga Uyghur.

Parlemen Kota Amsterdam, yang terdiri dari 13 partai dengan 45 kursi, membutuhkan lebih dari 50%—atau sedikitnya 23 kursi—untuk meloloskan sebuah proposal.

Usulan penggunaan “Turkistan Timur” ini didukung oleh PvdA, GroenLinks, D66, Partij voor de Dieren, dan Denk, dengan perolehan 26 suara dan persetujuan mosi. Melalui keputusan politik bersejarah ini, Parlemen Kota Amsterdam menyetujuinya.

Suleyman Koyuncu mengomentari keputusan bersejarah itu, “Hari ini, Amsterdam tidak hanya memilih sebuah nama; Amsterdam menyatakan solidaritasnya dengan rakyat yang menghadapi penindasan. Amsterdam mengakui identitas historis dan budaya Uyghur. Keputusan ini merupakan mercusuar harapan bagi semua orang yang memperjuangkan hak asasi manusia, kebebasan, dan identitas budaya.”

Sayangnya, keputusan bersejarah tersebut, yang menjadi sumber kebanggaan bagi rakyat Turkistan Timur, diveto oleh Wali Kota Amsterdam, Femke Halsema, yang berpendapat bahwa “Turkistan Timur” memiliki konotasi separatis dan bukan nama politik yang diakui secara internasional. Veto ini sangat melukai muhajirin Turkistan Timur.

Meski menyayangkan hal itu, Koyuncu menjelaskan bahwa veto tersebut bisa jadi datang akibat pemahaman Halsema yang kurang akan sejarah Uyghur dan genosida yang dihadapi bangsa minoritas itu.

Organisasi-organisasi pembela Uyghur dapat melayangkan surat kepada Wali Kota Amsterdam untuk membuka hati dan pikirannya, usul Koyuncu.

Di sisi lain, Tibet yang juga mengalami penjajahan serupa oleh Cina, tetap dipanggil dengan sebutan “Tibet” oleh dunia internasional, meski rezim komunis menggunakan “Xizang” sebagai sebutan resminya.

Bagaimanapun, adopsi nama “Turkistan Timur” oleh Parlemen Kota Amsterdam menandai pertama kalinya parlemen lokal di negara Barat secara resmi mengakui nama ini, menciptakan titik balik bersejarah dalam gerakan Turkistan Timur dan perjuangan identitas Uyghur.

Keputusan ini—yang dibuat pada saat genosida maupun kejahatan terhadap kemanusiaan yang selama puluhan tahun dilakukan rezim komunis Cina terhadap bangsa Uyghur dan terus-menerus dikritik oleh pemerintah AS, negara-negara Barat, Uni Eropa, PBB, dan LSM seperti Amnesty International—mengirimkan sinyal politik yang kuat kepada Tiongkok 

Keberhasilan ini sekaligus berfungsi sebagai respons langsung terhadap upaya Cina untuk memaksakan nama “Xinjiang” pada komunitas internasional, yang menunjukkan bahwa hak-hak orang Turkistan Timur untuk mempertahankan identitas mereka diakui secara global.  

Capaian ini menginspirasi harapan di antara orang-orang Uyghur dan dengan jelas menandakan penolakan terhadap kebijakan-kebijakan rezim komunis yang menindas. (Bitter Winter)

Update Kabar Al-Aqsha dan Palestina via Twitter @sahabatalaqsha
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.


Posting ini berada dalam kategori : Kabar Al-Aqsha & Palestina

« Wabah Campak Kian Menyebar di Yaman, 56 Persen Pasien Balita
Lagi, Enam Warga Gaza Termasuk Dua Anak, Meninggal Akibat Kelaparan   »