“Mereka Pergi Mencari Makanan, namun Tak Kunjung Kembali”

6 August 2025, 14:26.

Sumber: Al Jazeera

GAZA (Al Jazeera) – Seiring meluasnya pelaparan yang dipaksakan penjajah ‘Israel’, semakin banyak keluarga Ahlu Syam Gaza yang panik mencari kabar tentang kerabat mereka yang mempertaruhkan nyawa untuk mendapatkan makanan dari titik-titik distribusi bantuan, dan tak pernah kembali.

Khaled Obaid telah mencari putra kesayangannya, Ahmed, selama dua bulan. Khaled mengamati setiap kendaraan yang melintas di jalan pesisir Deir-el-Balah, berharap bahwa salah satu dari mereka ada yang membawanya pulang.

Anak laki-laki itu telah meninggalkan tenda keluarga yang mengungsi di pusat kota untuk mencari makanan bagi orang tua dan saudara perempuannya, yang telah kehilangan suaminya selama perang, menuju ke titik perbatasan Zikim, tempat truk-truk bantuan memasuki Gaza utara.

“Dia belum kembali sampai sekarang. Dia pergi karena lapar. Kami tidak punya apa-apa untuk dimakan,” ujar Khaled, seraya menangis tersedu-sedu bersama istrinya di bawah terpal biru tempat mereka berlindung.

Khaled melaporkan hilangnya putranya kepada Palang Merah Internasional, dan setiap badan resmi yang dapat dihubunginya. Hingga hari ini, ia masih belum menerima kabar tentang keberadaan Ahmed.

Kisah Khaled menjadi hal yang umum terjadi di tengah blokade penjajah ‘Israel’ yang terus berlanjut di Gaza.

Para penduduk – yang sebagian besar mengungsi – menghadapi pilihan sulit antara mati kelaparan atau menghadapi peluru yang ditembakkan oleh serdadu zionis dan kontraktor keamanan Amerika Serikat dalam upaya mendapatkan makanan dari Gaza Humanitarian Foundation (GHF).

Titik-titik distribusi ini telah dijuluki “jebakan maut” dan “rumah penjagalan manusia” oleh PBB dan kelompok-kelompok hak asasi manusia.

Ini adalah pertaruhan hidup atau mati yang telah merenggut nyawa hampir 1.400 Ahlu Syam Gaza, yang sebagian besar ditembak mati oleh serdadu zionis, di lokasi-lokasi distribusi “bantuan” sejak GHF mulai beroperasi akhir Mei, menurut data yang dirilis PBB pekan lalu.

Belum lagi jumlah pencari bantuan yang hilang, seperti Ahmed, yang tak terhitung jumlahnya.

Para pemantau hak asasi manusia telah mengumpulkan laporan langsung yang memilukan tentang orang-orang yang hilang di Gaza, yang kemudian ditemukan telah tak bernyawa di tangan serdadu penjajah ‘Israel’.

“Dalam banyak kasus, mereka yang hilang tampaknya tewas di dekat titik distribusi ‘bantuan’. Namun, karena gencarnya serangan ‘Israel’, jenazah mereka tetap tidak dapat dijangkau,” ungkap Maha Hussaini, kepala media di Euro-Med Human Rights Monitor.

“Banyak warga Palestina meninggalkan rumah dengan tangan kosong, berharap kembali dengan sekantong tepung. Namun, banyak yang justru tidak pernah kembali,” ujar Tareq Abu Azzoum dari Al Jazeera, melaporkan dari Deir-el-Balah.

Seiring meningkatnya jumlah pencari bantuan yang hilang, kelaparan terus menghantui wilayah tersebut, dengan lebih dari 80 orang dewasa dilaporkan meninggal akibat kelaparan selama lima minggu terakhir.

Tercatat 93 anak-anak kehilangan nyawa karena kekurangan gizi buatan manusia sejak agresi genosida dimulai.

Pihak berwenang di Gaza mengatakan, rata-rata hanya 84 truk memasuki wilayah kantong yang terkepung tersebut setiap hari sejak penjajah ‘Israel’ melonggarkan blokadenya pada 27 Juli.

Organisasi-organisasi bantuan mengatakan, sedikitnya 600 truk bantuan dibutuhkan per hari untuk memenuhi kebutuhan dasar di wilayah tersebut.

‘Lingkaran Kematian’

Hari berdarah kembali terjadi di Jalur Gaza, dengan setidaknya 74 warga syahid dalam serangan penjajah ‘Israel’ sejak Senin (4/8/2025) dini hari, termasuk 36 pencari bantuan, menurut sumber-sumber medis.

Di antara serangan-serangan tersebut, sedikitnya tiga orang gugur akibat serangan serdadu zionis terhadap sebuah rumah di Deir el-Balah, menurut Rumah Sakit Syuhada Al-Aqsa.

Sebuah sumber di Rumah Sakit al-Ahli di Kota Gaza melaporkan bahwa tujuh orang gugur akibat penembakan ‘Israel’ di beberapa area di lingkungan Shujayea, sebelah timur Kota Gaza.

Layanan darurat mengatakan bahwa dua orang syahid dalam pengeboman ‘Israel’ di Beit Lahiya, di Gaza utara.

Pada hari Senin, terungkap pula bahwa seorang perawat di Rumah Sakit Al-Aqsa di Deir el-Balah syahid setelah tertimpa kotak bantuan yang dijatuhkan dari udara.

Minggu ini, Philippe Lazzarini, Kepala Badan PBB untuk Pengungsi Palestina, UNRWA, menyebut penerjunan bantuan lewat udara yang berbahaya itu merupakan kedok dan pengalih isu.

Pada hari Senin, UNICEF memperingatkan bahwa 28 anak – setara dengan jumlah murid dalam satu ruang kelas – meninggal setiap hari akibat pengeboman ‘Israel’ maupun kurangnya bantuan karena blokade biadab Zionis.

“Anak-anak Gaza membutuhkan makanan, air, obat-obatan, dan perlindungan. Lebih dari segalanya, mereka membutuhkan gencatan senjata, sekarang!!!” tegas badan PBB tersebut. 

Kementerian Luar Negeri Palestina mendesak Dewan Keamanan PBB untuk menjalankan tanggung jawabnya dengan menegakkan gencatan senjata segera di Gaza, melakukan kunjungan resmi ke wilayah tersebut, dan melaksanakan seruannya pada konferensi PBB di New York. 

Dalam sebuah pernyataan yang diunggah di media sosial pada hari Senin (4/8/2025), Kementerian tersebut memperingatkan bahwa lebih dari dua juta warga di Gaza hidup dalam lingkaran kematian yang menyesakkan akibat pembantaian, kelaparan, tak adanya perawatan dan obat-obatan, serta perampasan atas semua hak asasi manusia dasar oleh penjajah zionis. (Al Jazeera)

Update Kabar Al-Aqsha dan Palestina via Twitter @sahabatalaqsha
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.


Posting ini berada dalam kategori : Kabar Al-Aqsha & Palestina

« Mahkamah Agung India Segera Gelar Sidang Terkait Status Para Muhajirin Rohingya 
Tokoh Perlawanan Palestina Diisolasi dan Disiksa di Penjara Penjajah Zionis »