Delapan Tahun Berlalu: Dalang Kekejaman Myanmar terhadap Rohingya Belum Tersentuh Hukum

24 August 2025, 19:01.

Muhajirin Rohingya menyeberangi Sungai Naf yang memisahkan antara Myanmar dan Bangladesh, 4 September 2017. (Adam Dean/Panos)

MYANMAR (HRW) – Tanggal 25 Agustus 2025 menandai delapan tahun sejak militer dan otoritas Myanmar melancarkan kekejaman yang meluas terhadap etnis minoritas Rohingya di Arakan (Negara Bagian Rakhine), Myanmar.

Saat itu, serdadu Myanmar menghancurkan ratusan desa Rohingya dan membunuh perempuan, laki-laki, maupun anak-anak Rohingya di Arakan utara; memaksa 700.000 orang lebih mengungsi ke Bangladesh.

Misi Pencari Fakta Internasional Independen di Myanmar mendokumentasikan bukti genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan itu.

Sayangnya sejak kekejaman ini berlangsung, belum ada seorang pun yang dimintai pertanggungjawaban di Myanmar atas kejahatan yang dilakukan terhadap bangsa Rohingya.

Pada tahun 2021, militer melancarkan kudeta yang menggulingkan pemerintahan sipil.

Setelahnya, junta militer semakin banyak melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang, termasuk serangan udara yang ditargetkan terhadap warga dan infrastruktur sipil, seperti sekolah, rumah sakit, kamp pengungsian, maupun tempat ibadah.

Warga Rohingya yang masih berada di Arakan terus menghadapi ancaman serius dan penganiayaan yang berkelanjutan.

Pembatasan pergerakan dan pemblokiran bantuan yang dilakukan junta telah meningkatkan kekurangan pangan dan masalah kesehatan.

Junta Myanmar dan Arakan Army (AA) secara ilegal merekrut paksa warga Rohingya untuk berperang dalam pusaran konflik yang sedang berlangsung.

AA dalam beberapa tahun terakhir telah melakukan pelanggaran serius terhadap warga Rohingya, termasuk eksekusi di luar hukum, penyiksaan, kerja paksa, dan pembakaran skala besar.

Diperkirakan 150.000 warga Rohingya telah melarikan diri ke Bangladesh sejak pertengahan 2024 untuk menyelamatkan diri dari kekejaman AA.

Lebih dari satu juta muhajirin Rohingya menghadapi kondisi yang semakin buruk di kamp-kamp pengungsian Cox’s Bazar di Bangladesh, termasuk penculikan, kekerasan seksual, dan dampak atas pemotongan bantuan terhadap layanan kesehatan, pendidikan, maupun makanan.

Langkah-langkah akuntabilitas penting sedang dilakukan. Mahkamah Kriminal Internasional (ICC) sedang menyelidiki kekejaman yang dilakukan di Myanmar dan Bangladesh.

Langkah-langkah sementara telah dikeluarkan oleh Mahkamah Internasional (ICJ) dalam menangani kasus genosida terhadap Myanmar yang diajukan oleh Gambia. Meskipun demikian, impunitas belum dapat dihilangkan.

Pada November 2024, jaksa ICC meminta penerbitan surat perintah penangkapan terhadap Panglima Tertinggi Myanmar, Min Aung Hlaing.

Berdasarkan informasi yang tersedia untuk umum, permintaan tersebut masih tertunda di hadapan hakim pengadilan.

Sebanyak 58 organisasi kemanusiaan, termasuk Burmese Rohingya Organisation UK, European Rohingya Council, Free Rohingya Coalition, Amnesty International, dan Human Rights Watch, mendesak Dewan Keamanan PBB untuk segera merujuk situasi di Myanmar kepada ICC, guna memastikan akuntabilitas yang komprehensif atas kejahatan yang dilakukan terhadap semua komunitas di sana.

Negara-negara anggota PBB juga harus menjalankan yurisdiksi universal untuk memulai atau mendukung penuntutan pidana bagi mereka yang bertanggung jawab atas kejahatan berdasarkan hukum internasional, termasuk melalui pengadilan nasional, seperti yang dilakukan di Argentina.

Meskipun militer Myanmar telah melakukan sebagian besar pelanggaran hak asasi manusia sejak 2021, organisasi-organisasi tersebut menyerukan kepada semua pihak dalam konflik bersenjata di Myanmar untuk mematuhi hukum humaniter internasional dan melibatkan mekanisme peradilan internasional, termasuk Mekanisme Investigasi Independen untuk Myanmar. 

Selain itu, mereka berharap Majelis Umum PBB menyelenggarakan Konferensi Tingkat Tinggi terkait situasi Muslim Rohingya dan minoritas lainnya di Myanmar pada 30 September 2025, di Markas Besar PBB di New York. 

Lima puluh delapan organisasi tersebut menekankan pentingnya suara warga Rohingya untuk dilibatkan langsung dalam forum-forum internasional. Anggota komunitas Rohingya harus berada di garda terdepan dalam diskusi mengenai masa depan mereka.

Semua negara yang menampung muhajirin Rohingya diharapkan bisa melindungi hak-hak mereka, termasuk memberikan akses pendidikan dan mata pencaharian, serta memastikan mereka tidak terancam pemulangan paksa ke Myanmar. (HRW)

Update Kabar Al-Aqsha dan Palestina via Twitter @sahabatalaqsha
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.


Posting ini berada dalam kategori : Kabar Al-Aqsha & Palestina

« Ulangi Kejahatannya, Penjajah Zionis Gempur Permukiman Padat Penduduk
Penjajah Gencarkan Serangan, Kasus Malnutrisi Anak Syam Gaza Meningkat Enam Kali Lipat »