Penjajah Culik Sejumlah Warga Palestina di Tepi Barat, Hamas Temukan Dua Jenazah Tawanan ‘Israel’
31 October 2025, 14:13.

Foto: PIC
PALESTINA (PIC | Al Jazeera) – Pasukan penjajah ‘Israel’ menculik sejumlah warga Palestina, termasuk mantan tawanan dan seorang jurnalis, dalam serangkaian serangan di berbagai wilayah Tepi Barat pada Kamis (30/10/2025) dini hari.
Menurut sumber lokal, penjajah menculik Ahmad al-Saifi, mantan tawanan dari Birzeit, Ramallah, Tepi Barat terjajah, hanya sehari sebelum pernikahannya.
Al-Saifi sebelumnya dibebaskan setelah 16 tahun dipenjara berdasarkan kesepakatan pertukaran tawanan dengan Hamas. Dua mantan tawanan lainnya juga diculik dari Abu Shukhaydam.
Di al-Khalil, serdadu Zionis menangkap jurnalis Musaab Qafisha, yang baru setahun dibebaskan dari penjara ‘Israel’. Serangan juga terjadi di Bayt Lahm, Qalqilya, dan Nablus, seorang pemuda ditembak di dekat Universitas an-Najah.
Selain itu, serdadu ‘Israel’ menculik seorang anak di pos pemeriksaan Shuafat, Baitul Maqdis.
Pasukan penjajah dan pemukim ilegal juga menyerang komunitas Hathroura, menahan lebih dari 15 warga, serta merusak kendaraan warga Palestina di dekat Deir Nidham, Ramallah.
Gelombang penculikan dan kekerasan ini menandai peningkatan tajam pelanggaran ‘Israel’ terhadap warga Palestina di Tepi Barat sejak gencatan senjata diumumkan di Gaza.
Temukan Jenazah Tawanan
Brigade Al-Qassam, sayap bersenjata Hamas, mengatakan mereka telah menemukan jenazah dua tawanan ‘Israel’ dalam operasi pencarian pada hari Selasa (28/10/2025).
Brigade Al-Qassam menjelaskan bahwa jenazah yang ditemukan adalah Amiram Cooper dan Sahar Baruch.
Dalam pernyataan sebelumnya, Brigade Al-Qassam mengumumkan bahwa mereka telah menemukan jenazah seorang tawanan ‘Israel’, tetapi menunda penyerahannya karena pelanggaran gencatan senjata yang terus berlanjut oleh ‘Israel’.
Al-Qassam memperingatkan bahwa setiap eskalasi ‘Israel’ akan menghambat upaya pencarian, yang berpotensi menunda pemulihan dan pemulangan jenazah tawanan ‘Israel’.
Dalam konteks terkait, pejabat senior Hamas, Suhail al-Hindi, menegaskan bahwa perlawanan Palestina tidak berkepentingan untuk menyimpan jenazah tawanan ‘Israel’ atau menunda penyerahannya.
Hindi mengatakan bahwa Hamas sedang melakukan segala upaya yang memungkinkan untuk menemukan jenazah tawanan ‘Israel’, dan menganggap penjajah sepenuhnya bertanggung jawab atas hambatan dalam pengambilan jenazah yang tersisa.
Hamas sedang menunggu “persetujuan” dari penjajah untuk mengizinkan tim khusus memasuki Rafah, di Gaza selatan, untuk mencari jenazah tawanan ‘Israel’.
Ia menambahkan bahwa ‘Israel’ telah menolak permintaan untuk memberikan akses kepada tim pencari ke area yang ditetapkan sebagai “zona merah” untuk mencari jenazah tawanan ‘Israel’.
Sebelumnya, Senin (27/10/2025), Hamas menyerahkan satu jenazah tawanan ‘Israel’ yang tewas, hanya beberapa jam setelah serangan drone penjajah di Gaza selatan membunuh dua warga Gaza, di tengah gencatan senjata rapuh yang baru berumur dua pekan.
Militer penjajah mengonfirmasikan bahwa Palang Merah telah mengambil alih peti jenazah tersebut untuk kemudian diserahkan kepada serdadunya yang masih beroperasi di wilayah Gaza—bukti bahwa meski sudah ada kesepakatan gencatan senjata, pasukan penjajah tetap bercokol di Bumi Syam Gaza.
Di bawah kesepakatan gencatan senjata yang mulai berlaku sejak 10 Oktober, Hamas setuju mengembalikan jenazah 28 tawanan ‘Israel’ yang telah mati.
Hingga Senin, 16 jenazah telah diserahkan, sementara 20 tawanan yang masih hidup sudah dibebaskan pada tanggal 13 Oktober sebagai bagian dari perjanjian tersebut.
Sebelumnya, Khalil al-Hayya, negosiator senior Hamas, menjelaskan bahwa pencarian jasad-jasad tersebut menghadapi kesulitan besar karena penjajah telah mengubah seluruh lanskap Gaza melalui pengeboman tanpa henti.
Sebagian warga yang memakamkan para tawanan ‘Israel’ telah syahid akibat serangan udara penjajah. Sementara itu, warga yang lain tak lagi mampu mengingat lokasi penguburan akibat trauma dan kehancuran total lingkungan di sekitar mereka.
Sebagai tanggapan, penjajah Zionis mengizinkan tim teknis Mesir masuk ke Gaza untuk membantu pencarian jasad, menggunakan alat berat dan truk ekskavator—sebuah ketimpangan karena Ahlu Syam Gaza harus berjibaku dengan kedua tangan mereka untuk menemukan jenazah keluarganya dari bawah reruntuhan.
Pulang ke Tanah yang Telah Musnah
Lebih dari 473.000 warga Gaza yang selama agresi dipaksa mengungsi, telah kembali ke wilayah utara sejak gencatan senjata diberlakukan. Namun, mereka hanya menemukan puing-puing, kelaparan, dan kekosongan total.
PBB melaporkan bahwa wilayah itu kini menghadapi kehancuran menyeluruh atas rumah, infrastruktur air, dan listrik. Sementara itu, akses terhadap pangan dan air bersih hampir tidak ada.
Ketua Palang Merah Palestina (PRCS), Younis al-Khatib, menegaskan bahwa rakyat Gaza masih berada dalam situasi kemanusiaan yang sama gentingnya seperti sebelum gencatan senjata.
“Membangun kembali manusia jauh lebih sulit daripada membangun rumah yang hancur,” ujarnya di Oslo dalam pertemuan dengan Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Norwegia.
Ia menekankan bahwa warga Gaza membutuhkan perawatan kesehatan mental selama bertahun-tahun ke depan akibat trauma perang dan kehilangan.
Anak-Anak Gaza: Luka yang Tak Terlihat
Sementara itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan bahwa jumlah warga Gaza yang memerlukan dukungan kesehatan mental melonjak dari 485.000 menjadi lebih dari satu juta setelah dua tahun agresi genosida ‘Israel’.
UNICEF menegaskan bahwa hampir semua anak di Gaza kini membutuhkan bantuan psikologis, sembari menyebut Gaza sebagai “tempat paling berbahaya di dunia bagi anak-anak”. (PIC | Al Jazeera)
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.

 
                         
                         
                         
                         
                        