Sudan Desak PBB Tetapkan RSF sebagai Organisasi Teroris

1 November 2025, 22:54.

Foto: Lev Radin/Pacific Press/LightRocket via Getty Images

SUDAN (Middle East Monitor | Al Jazeera) – Perwakilan Tetap Sudan untuk PBB, Al-Harith Idris, Kamis (30/10/2025), mendesak Dewan Keamanan PBB untuk menetapkan Pasukan Dukungan Cepat (Rapid Support Forces/RSF) sebagai organisasi teroris dan menuntut penarikan segera pasukan RSF dari El Fasher, ibu kota Darfur Utara.

Berbicara dalam sesi Dewan Keamanan mengenai situasi di Sudan, Idris mendesak Dewan untuk memulai penyelidikan atas genosida yang dilakukan terhadap penduduk El Fasher. Menghukum semua orang yang berurusan dengan RSF atau memasok senjata untuk mereka, termasuk para tentara bayaran.

Idris mendesak Dewan untuk mengecam secara jelas dan tegas pembantaian yang dilakukan oleh milisi RSF, tentara bayaran asingnya, dan para pendukungnya. Menegakkan kepatuhan terhadap Resolusi 2736 yang menyerukan pencabutan pengepungan RSF terhadap El Fasher, dan penghentian permusuhan segera.

Mengutip data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Idris mengatakan bahwa sekira 500 pasien tewas di Rumah Sakit Saudi di El Fasher, dan menyebutnya sebagai fasilitas medis terakhir yang masih berfungsi di kota itu.

Ia memperingatkan bahwa warga sipil di El Fasher dibantai di dalam kota atau dibunuh saat melarikan diri. Ia menyebut RSF melakukan kekejaman yang merupakan genosida.

RSF merebut El Fasher awal pekan ini setelah pengepungan yang berkepanjangan, yang memicu pengungsian massal dan kekhawatiran internasional atas memburuknya krisis kemanusiaan di wilayah Darfur, Sudan.

Warga Sipil Dibantai

PBB mengecam keras pembunuhan massal yang dilakukan oleh milisi paramiliter RSF di Kota El-Fasher, Darfur Utara, Sudan, dan memperingatkan bahwa kota tersebut telah terjerumus ke dalam situasi yang lebih gelap.

RSF merebut kendali atas El-Fasher, ibu kota Darfur Utara, pada hari Ahad (26/10/2025) setelah memaksa tentara Sudan mundur dari benteng terakhir mereka di wilayah barat Darfur.

“Situasinya benar-benar mengerikan,” ujar Martha Ama Akyaa Pobee, Asisten Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Afrika, dalam sesi darurat Dewan Keamanan PBB pada Kamis (30/10/2025) lalu.

Pobee mengatakan bahwa Kantor HAM PBB menerima laporan tepercaya mengenai terjadinya pembunuhan massal, eksekusi tanpa pengadilan, serta penggeledahan dari rumah ke rumah terhadap warga sipil yang mencoba melarikan diri dari kota tersebut.

“Situasinya benar-benar kacau. Dalam kondisi ini, sulit memperkirakan jumlah pasti warga sipil yang dibunuh,” ujarnya.

“Meskipun ada janji untuk melindungi warga sipil, kenyataannya tidak ada satu pun yang aman di El-Fasher. Tak ada jalur aman untuk keluar dari kota.”

Kengerian itu Masih Berlangsung

Tom Fletcher, Kepala Kemanusiaan PBB, menggambarkan penderitaan warga El-Fasher dengan kata-kata pedih:

“Kota itu sebelumnya sudah menjadi tempat kesulitan kemanusiaan yang sangat parah, tetapi kini telah terjerumus ke dalam situasi yang lebih gelap,” ujarnya kepada Dewan Keamanan.

“Kami menerima laporan tepercaya tentang eksekusi massal yang terjadi setelah pasukan RSF memasuki kota. Kita mungkin tak mendengar jeritan mereka, tetapi—saat kita semua duduk di sini—horor itu masih berlangsung.”

“Perempuan dan anak-anak perempuan diperkosa, warga dimutilasi dan dibunuh tanpa rasa takut sedikit pun dari para pelaku,” lanjutnya.

Ancaman Perpecahan Baru Sudan

Jatuhnya El-Fasher ke tangan RSF bisa menjadi awal perpecahan baru Sudan, lebih dari satu dekade setelah terpisahnya Sudan Selatan pada tahun 2011.

Perang terbaru ini bermula pada April 2023, ketika ketegangan antara militer Sudan dan RSF meledak menjadi pertempuran terbuka di ibu kota Khartoum. 

Sejak itu, puluhan ribu orang telah dibunuh, sementara lebih dari 12 juta orang terpaksa mengungsi dari rumah mereka—menjadikannya salah satu krisis pengungsian terbesar di dunia saat ini. 

Dalam pernyataannya di Dewan Keamanan PBB, Duta Besar Sudan untuk PBB, Al-Harith Idris Al-Harith Mohamed, menegaskan: 

“Hal yang terjadi di El-Fasher bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri. Ini merupakan kelanjutan dari pola pembunuhan sistematis dan pembersihan etnis yang telah dilakukan oleh milisi ini sejak pemberontakannya pada April 2023.” (Middle East Monitor | Al Jazeera)

Update Kabar Al-Aqsha dan Palestina via Twitter @sahabatalaqsha
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.


Posting ini berada dalam kategori : Kabar Al-Aqsha & Palestina

« ‘Israel’ Perpanjang Larangan Palang Merah Internasional Kunjungi Tawanan Palestina
Pembantaian Merajalela di El-Fasher, Puluhan Ribu Warga Sudan Hijrah ke Tawila »