Setelah Kuasasi El-Fasher, RSF Diduga Kuat Bidik Kota El-Obeid di Kurdufan Utara

16 November 2025, 14:44.

Foto: AFP

SUDAN (Al Jazeera) – Pada 25 Oktober pagi, ketika gerombolan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) menyerbu Kota Bara di negara bagian Kurdufan Utara, Sadiq Ahmad hanya memikirkan dua hal: kedua putrinya, dan apa yang akan terjadi pada mereka jika ia gagal melindungi mereka.

Para serdadu RSF mulai menggerebek rumah-rumah, mencari barang rampasan—dan lebih mengerikan lagi, memburu perempuan serta anak perempuan, ungkap Sadiq.

Menurut PBB dan Human Rights Watch (HRW), RSF sejak lama menggunakan pemerkosaan sebagai senjata perang, dan menculik perempuan serta anak perempuan untuk dijadikan budak seksual.

Ketika para milisi RSF tiba di rumah Sadiq, ia menyerahkan segala yang ia miliki: uang, ponsel, emas. Akan tetapi, ada satu hal yang tidak akan pernah ia serahkan: anak-anak perempuannya dan para keponakan perempuannya.

“Itu garis merah saya. Saya siap mati demi melindungi anak-anak saya,” tegas Sadiq (59).

Keberaniannya berhasil membuat para pejuang RSF—yang sedang berperang melawan tentara pemerintah, Sudanese Armed Forces (SAF)—mengizinkan keluarganya dan keluarga saudaranya melarikan diri dari kota itu.

Mereka termasuk dalam hampir 39.000 orang yang terusir dari wilayah Kurdufan karena peningkatan kekerasan tajam antara 26 Oktober hingga 9 November, menurut PBB.

Namun, tidak semua orang seberuntung Sadiq.

Jaringan Dokter Sudan melaporkan, sedikitnya 38 warga sipil dibunuh selama perebutan Kota Bara oleh RSF. Sementara itu, pemantau lokal mengatakan bahwa banyak pria dewasa dituduh memihak pada SAF, kemudian dieksekusi.

Pusat Konflik Berikutnya

Banyak warga Bara yang melarikan diri berakhir di rumah kerabat atau kamp-kamp darurat terbuka di ibu kota Kurdufan Utara, El-Obeid, sekira 59 km di timur.

El-Obeid berada di bawah kontrol SAF—yang telah berperang melawan RSF sejak April 2023.

Kota itu menjadi rumah bagi pangkalan udara strategis SAF dan berfungsi sebagai benteng pertahanan terakhir guna melindungi ibu kota Sudan, Khartoum.

El-Obeid kini telah menyerap puluhan ribu pengungsi yang mencari perlindungan dari RSF. Namun, kota itu mungkin tak akan aman lebih lama.

Menurut sebuah dokumen RSF yang bocor dan diperoleh media lokal Darfur24, RSF kini memindahkan ribuan pasukan ke Kurdufan Utara setelah merebut ibu kota Darfur Utara, el-Fasher, bulan lalu.

Pasukan RSF mengepung el-Fasher selama lebih dari 500 hari, sebelum melancarkan operasi kekerasan terhadap suku-suku non-Arab yang menetap—sesuatu yang banyak pengamat sebut sebagai genosida.

Petugas kemanusiaan, analis, dan pemantau lokal khawatir RSF akan mengulangi kekejaman yang sama terhadap warga sipil di el-Obeid.

“Perkiraan saya sejak awal adalah El-Obeid akan berada di bawah pengepungan RSF saat Thanksgiving,” ucap Nathaniel Raymond, Direktur Yale Humanitarian Lab, yang menganalisis citra satelit perang Sudan. Thanksgiving jatuh pada 27 November tahun ini. 

Raymond menambahkan bahwa RSF tampaknya berusaha merebut Kota Babanusa di Kurdufan Barat terlebih dahulu—sebuah kota yang kini mereka kepung—sehingga mereka bisa menggunakannya sebagai pangkalan untuk serangan besar-besaran menuju El-Obeid. 

RSF kemungkinan akan menggempur SAF di Babanusa dengan meluncurkan arsenal drone mereka dari Bandara el-Fasher, jelas Raymond. 

“Babanusa benar-benar garis pertahanan terakhir SAF terhadap serangan besar berikutnya ke el-Obeid,” katanya. (Al Jazeera)

Update Kabar Al-Aqsha dan Palestina via Twitter @sahabatalaqsha
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.


Posting ini berada dalam kategori : Kabar Al-Aqsha & Palestina

« Petugas Medis: Ratusan Jenazah Warga Sipil Dikubur Massal, Lainnya Dibakar RSF di El-Fasher
Sudan Mencekam: Jumlah Warga Sipil Korban Ranjau dan Bahan Peledak Terus Meningkat »