Perlu Upaya Serius Penuhi Kebutuhan Dasar Muslimah Rohingya di Pengungsian

12 February 2022, 18:16.
Seorang wanita Rohingya berjalan menaiki bukit yang curam untuk mengambil air di Ukhia, Cox's Bazar, Bangladesh, 2019. Foto: Charlotte Gray

Seorang wanita Rohingya berjalan menaiki bukit yang curam untuk mengambil air di Ukhia, Cox’s Bazar, Bangladesh, 2019. Foto: Charlotte Gray

BANGLADESH (Pulitzer Center) – Sembari menahan sakit perut dan sakit kepala yang menyerang, Sayeka bersusah payah naik turun bukit terjal dan berlumpur untuk bisa mengambil air ke toilet.

Gadis Rohingya berusia 15 tahun itu pun masih harus berhati-hati agar air yang dibawanya tidak banyak tumpah sampai ke rumah.

Perjalanan sulit itu harus ia lakukan empat kali dalam sehari, untuk mencuci kain pembalutnya ketika sedang menstruasi. Tidak ada saluran air maupun sumur di dekat tempat keluarganya tinggal.

“Sangat sulit, tetapi ini harus dilakukan. Jika kami ingin menggunakan kain tersebut maka kami harus mencucinya. Dan untuk itu, kami harus mengambil air,” jelas Sayeka.

Hampir 75 persen Muslimah Rohingya di kamp pengungsian Cox’s Bazar, kesulitan mendapat kebutuhan ketika mereka datang bulan. Baik ruang privasi, infrastruktur, maupun sanitasi. Wabah Covid pun semakin memperberat situasi.

“Ada satu kamar mandi, tetapi di sini juga ada 13 keluarga (yang bergantian menggunakannya) sehingga selalu penuh antrean,” kata seorang ibu Muhajirin Rohingya.

Masalah tak berhenti di situ. Tenda tempat tinggal mereka yang hanya terdiri dari satu ruangan itu tak bisa memberikan ruang privasi bagi para Muslimah yang sedang datang bulan.

Kain pembalut yang mereka cuci biasanya dijemur di atas atap terpal tendanya. Akan tetapi, saat ini sedang masuk musim penghujan sehingga situasi semakin sulit.

“Musim hujan ini membuat (jemuran) semakin lama kering. Jika kami menggunakan kain pembalut yang belum kering, itu bisa menimbulkan penyakit,” kata Sharmin, gadis Rohingya berusia 13 tahun.

Sebelumnya, lembaga-lembaga kemanusiaan sudah memasok persediaan pembalut sekali pakai ke kamp pengungsian Rohingya.

Meski masih ada sebagian yang tidak mengerti kegunaannya lalu membuangnya, pasokan pembalut itu mempermudah kesulitan-kesulitan para Muslimah Rohingya.

Akan tetapi, wabah Covid-19 membuat alur suplai pembalut terganggu. Beberapa Muslimah Rohingya mengatakan mereka sudah berbulan-bulan lamanya belum mendapat pasokan pembalut lagi.

Beberapa warung memang ada yang menjual pembalut, tetapi bagi Sharmin dan kebanyakan Muslimah Rohingya lainnya, mereka tak memiliki uang lagi untuk membelinya. Akhirnya, mereka hanya bisa menggunakan kain pembalut lagi.

Farhana Sultana, antropologis berkebangsaan Bangladesh yang fokus dalam permasalahan ini menerangkan, “Program-program pengadaan pembalut sering kali kurang memerhatikan dampak lingkungan maupun ketidakmampuan para wanita untuk membelinya.”

Sultana baru-baru ini sedang mengembangkan pembuatan pembalut dari selulosa goni yang bisa dilakukan secara lokal untuk mencukupi kebutuhan di kamp pengungsian Rohingya.

Ia juga merancang kantong pencuci dan pengering (https://www.facebook.com/watch/?v=282787133744774 ) untuk mempermudah Muslimah Rohingya yang tetap menggunakan pembalut kain agar tetap terjaga kebersihannya.

Sultana menegaskan bahwa dibutuhkan upaya untuk mau lebih mendengar dan memahami para Muslimah Rohingya di pengungsian, agar kebutuhan dasar mereka benar-benar bisa terpenuhi.

“Fakta bahwa kebutuhan dasar para wanita sering kali dikesampingkan, termasuk tentang manajemen kebersihan ketika datang bulan, merupakan sebuah ketidakadilan yang besar,” jelas Sultana. (Pulitzer Center)

Update Kabar Al-Aqsha dan Palestina via Twitter @sahabatalaqsha
Berikan Infaq terbaik Anda. Klik di sini.


Posting ini berada dalam kategori : Kabar Al-Aqsha & Palestina

« Pemukim Ilegal ‘Israel’ Mengeroyok Pria Lansia Palestina di Dekat Bayt Lahm
Pasca Normalisasi, Bahrain Beli Sistem Anti-Drone dan Radar Buatan Penjajah Zionis ‘Israel’ »